Latihan bersama perang antiranjau keenam (6th Western Pacific Mine Countermeasure Exercise/WP MCMEX) KRI Rengat 711 TNI AL(TNI AL)
TNI AL saat ini sedang melakukan latihan gabungan dengan 16 negara pasifik barat di Selat Malaka. Latihan rutin Multilateral 6th Western Pacific Mine Counter Measure Exercise (WP MCMEX) tersebut kali ini mengangkat materi baru yakni perang ranjau.
"Itu adalah bagian dari kegiatan kita membangun kerja sama dengan negara lain. Yang baru dibuka kemarin adalah MCMEX jadi adalah kegiatan peperangan ranjau untuk negara-negara Pasifik Barat," ungkap KSAL Laksamana Ade Supandi di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (27/8/2015).
Pemilihan Selat Malaka menjadi lokasi latihan bersama adalah karena merupakan daerah terdekat antara Indonesia dengan Singapura. Kedua negara tersebut didapuk menjadi tuan rumah gelaran rutin 2 tahunan itu.
"Kebetulan host-nya berdua, TNI AL dan AL Singapura. Itukan sudah rutin, satu yang rutin itu gabungan dalam konteks patkor (patroli koordinasi). Ini sudah ada payung hukum karena ini sudah masuk dalam agreement," jelas Ade.
"Baik dengan laut Diraja Malaysia maupun dengan Thailand, India di mulutnya Selat Malaka. Dengan Singapura di Selat Philip," sambungnya.
Adapun 16 negara peserta dalam latihan gabungan ini adalah Indonesia, Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, New Zealand, Peru, Filipina, Republic of Korea, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam. WP MCMEX kali ini diikuti oleh 13 kapal perang, 5 under water vehicle team, serta lebih dari 800 personel angkatan laut dari ke-16 negara.
Indonesia menurunkan 3 KRI yaitu KRI Pulau Rengat-711, KRI Pulau Rangsang-727, dan KRI Cirebon-543. Program latihan tindakan perlawanan ranjau ini pertama kali digelar pada tahun 2001 sebagai sarana untuk membangun hubungan persahabatan, kerjasama, dan pertukaran informasi antara personel angkatan laut di kawasan Pasifik Barat.
Terlepas dari latihan gabungan ini, TNI AL terus memaksimalkan upaya pengamanan wilayah laut Indonesia. TNI AL bahkan telah memiliki 2 satgas reaksi cepat di masing-masing komando armada.
Untuk Koarmabar, TNI AL memiliki satgas western fleet quick response (WFQR) dengan fokus penanganan perompak atau bajak laut. Sementara untuk Koarmatim, TNI AL memiliki satgas eastern fleet quick response (EFQR) yang fokus pada ilegal fishing.
"Istilahnya busernya AL. Sama tugasnya. Kalau di barat banyak kejadiannya, kalau di timur relatif jarang," tutur Ade.
Meski namanya hampir sama, kata Ade, 2 satgas ini memiliki kekuatan yang berbeda. Pasalnya sasaran masing-masing satgas tersebut tidak sama.
"Kalau yang di Selat Malaka (WFQR) ngejar yang cepet tadi, kalau di sebelah timur ngejar yang lambat-lambat jadi beda. Di barat perairan dangkal, timur perairannya dalam-dalam," tutum mantan Kasum TNI itu. (elz/dhn).
TNI AL saat ini sedang melakukan latihan gabungan dengan 16 negara pasifik barat di Selat Malaka. Latihan rutin Multilateral 6th Western Pacific Mine Counter Measure Exercise (WP MCMEX) tersebut kali ini mengangkat materi baru yakni perang ranjau.
"Itu adalah bagian dari kegiatan kita membangun kerja sama dengan negara lain. Yang baru dibuka kemarin adalah MCMEX jadi adalah kegiatan peperangan ranjau untuk negara-negara Pasifik Barat," ungkap KSAL Laksamana Ade Supandi di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (27/8/2015).
Pemilihan Selat Malaka menjadi lokasi latihan bersama adalah karena merupakan daerah terdekat antara Indonesia dengan Singapura. Kedua negara tersebut didapuk menjadi tuan rumah gelaran rutin 2 tahunan itu.
"Kebetulan host-nya berdua, TNI AL dan AL Singapura. Itukan sudah rutin, satu yang rutin itu gabungan dalam konteks patkor (patroli koordinasi). Ini sudah ada payung hukum karena ini sudah masuk dalam agreement," jelas Ade.
"Baik dengan laut Diraja Malaysia maupun dengan Thailand, India di mulutnya Selat Malaka. Dengan Singapura di Selat Philip," sambungnya.
Adapun 16 negara peserta dalam latihan gabungan ini adalah Indonesia, Australia, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, New Zealand, Peru, Filipina, Republic of Korea, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam. WP MCMEX kali ini diikuti oleh 13 kapal perang, 5 under water vehicle team, serta lebih dari 800 personel angkatan laut dari ke-16 negara.
Indonesia menurunkan 3 KRI yaitu KRI Pulau Rengat-711, KRI Pulau Rangsang-727, dan KRI Cirebon-543. Program latihan tindakan perlawanan ranjau ini pertama kali digelar pada tahun 2001 sebagai sarana untuk membangun hubungan persahabatan, kerjasama, dan pertukaran informasi antara personel angkatan laut di kawasan Pasifik Barat.
Terlepas dari latihan gabungan ini, TNI AL terus memaksimalkan upaya pengamanan wilayah laut Indonesia. TNI AL bahkan telah memiliki 2 satgas reaksi cepat di masing-masing komando armada.
Untuk Koarmabar, TNI AL memiliki satgas western fleet quick response (WFQR) dengan fokus penanganan perompak atau bajak laut. Sementara untuk Koarmatim, TNI AL memiliki satgas eastern fleet quick response (EFQR) yang fokus pada ilegal fishing.
"Istilahnya busernya AL. Sama tugasnya. Kalau di barat banyak kejadiannya, kalau di timur relatif jarang," tutur Ade.
Meski namanya hampir sama, kata Ade, 2 satgas ini memiliki kekuatan yang berbeda. Pasalnya sasaran masing-masing satgas tersebut tidak sama.
"Kalau yang di Selat Malaka (WFQR) ngejar yang cepet tadi, kalau di sebelah timur ngejar yang lambat-lambat jadi beda. Di barat perairan dangkal, timur perairannya dalam-dalam," tutum mantan Kasum TNI itu. (elz/dhn).
★ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.