Senin, 14 November 2016

Fakta Anyar Diucapkan Bos Bappenas Soal Ekonomi, Pengusaha & Perang

✈ N219  [PTDI]

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2016 sebesar 5,02 persen. Pertumbuhan ekonomi secara kumulatif sampai dengan triwulan III 2016 tumbuh sebesar 5,04 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III 2016 berdasarkan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) mencapai Rp 2.428,7 triliun dan berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) mencapai Rp 3.216,8 triliun.

"Sudah bagus, perlu upaya sisi pertumbuhan ekonomi dan kualitasnya," ujar Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Senin (6/11).

Sementara pertumbuhan ekonomi di beberapa negara yang selama ini menjadi mitra dagang Indonesia masih bervariasi. Seperti ekonomi AS menguat dari 1,3 persen menjadi 1,5 persen.

Kemudian, ekonomi China stagnan di 6,7 persen. Pertumbuhan ekonomi Singapura melambat dari 2,0 persen menjadi 0,6 persen dan ekonomi Korea Selatan juga melambat dari 3,3 persen menjadi 2,7 persen.

Meski demikian, ada fakta lain di balik pertumbuhan ekonomi ini serta jumlah pengusaha di Indonesia. Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro membeberkannya dalam acara di Perbanas Institute, Jakarta.

 1. Kondisi ekonomi saat ini tak ada bedanya dengan masa penjajahan 
http://1.bp.blogspot.com/-z0DM8SEAXx8/Uc_SsGHZlWI/AAAAAAAAAHQ/3JCYHKWAoSo/s819/gold+mine+freeport.jpgMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menilai perekonomian Indonesia saat ini tak ubahnya dengan kondisi perekonomian di masa penjajahan. Alasanya, sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan pendapatan dari komoditas seperti rempah-rempah di zaman penjajahan.

"Kenapa? Karena waktu Belanda masuk Indonesia mereka punya alasan. Apa yang mereka kejar? Sumber Daya Alam. Tahun 1600-an, 1700-an. Portugis, Spanyol, Belanda mereka kejar rempah-rempah kita. Kalian mikir ngapain mereka jauh-jauh cari rempah-rempah kita. Komoditas yang menjadi andalan kita," ujarnya di Perbanas Institute, Jakarta, Sabtu (12/11).

"Jangan lupa waktu itu mereka di Eropa pengen makan enak karena kehidupannya bagus. Akhirnya mereka tahu kalau makan enak itu pakai bumbu. Maka mereka datang ke Indonesia," sambungnya.

Setelah bertahun-tahun dijajah dan terus digerus hasil kekayaan alamnya dengan melakukan sistem tanam paksa, Indonesia akhirnya merdeka. Selepas era tersebut, Indonesia tidak lagi mengandalkan komoditas melainkan hasil minyak yang ditemukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Belanda yakni Royal Deutch Shell.

"Hasil minyak kita menjadi andalan pada saat itu yang ditemukan oleh Shell. Setelah itu hasil-hasil olahan kayu juga menjadi andalan. Kemudian masuk ke manufkatur, tekstil, garmen itu bagus. Tapi sayangnya karena kolaps akhirnya kita balik lagi ke komoditas. Mulai dari batu bara, tambang, sawit dan lainnya. Makanya ekonomi Indonesia kayak jaman penjajahan Belanda," pungkasnya.

 2. Kemenkop cuma rajin cetak pengusaha UKM 
http://www.banjirpesanan.com/wp-content/uploads/2015/09/ukm.jpgMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengkritik kinerja Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop). Menurutnya, Kemenkop terlalu fokus memperbanyak UKM tapi tidak meningkatkan level UKM itu sendiri.

"Saya kritik Kementerian UKM memperbanyak pengusaha UKM. Tapi lupa mendorong untuk menaikan kelas UKM menjadi pengusaha besar. Masa mau jadi pengusaha UKM mulu," ujarnya di Perbanas Institute, Jakarta, Sabtu (12/11).

Mantan Menteri Keuangan ini khawatir, jika di saat Kemenkop memperbanyak jumlah UKM, tapi banyak juga UKM yang mati. Hal ini dinilai akan membuat UKM menjadi sulit naik kelas dan tidak akan memberi kontribusi lebih bagi negara.

"Dia lupa kalau ada cerita sebanyak 1000 UKM bangkrut walau ada 1000 UKM baru. Saya engga menyalahkan kementerian nya, tapi mentalnya," tuturnya.

 3. Pengusaha di Indonesia itu-itu saja, tak ada yang baru 
https://w-dog.net/wallpapers/2/4/462647656854265/jakarta-indonesia-evening-city-capital-jakarta-indonesia-night-town-metropolis-capital-skyscraper-house-buildings-lighting-lights.jpgMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengeluhkan kurangnya enterpreneur atau wirausaha yang ada di Indonesia. Padahal, keberadaan pengusaha tersebut mempengaruhi kualitas suatu negara.

"Indonesia kekurangan enterpreneur. Nah ini menjadi pembeda antara negara maju dan negara biasa," ujarnya dalam diskusi di Perbanas Institute, Jakarta, Sabtu (12/11).

Salah satu penyebab kurangnya enterpreneur di Indonesia karena disebabkan adanya dominasi dari wirausaha lain yang sudah lama. Bambang menyebut, dalam beberapa puluh tahun terakhir, para enterpreneur hanya seolah turun menurun dari satu keluarga.

Bambang mencontohkan, pada saat dahulu dirinya masih kuliah sampai beberapa tahun terakhir, dalam peringkat-peringkat pengusaha maupun perusahaan yang mendominasi jajaran atas dunia kerap diisi oleh orang yang sama dan perusahaan yang sama.

"Istilahnya 4L, lo lagi ... lo lagi. Yang sama itu anaknya, bapaknya, cucunya. Waktu saya mahasiswa di UI saya rajin baca majalah. Rajin bikin rangking warga terkaya, orang terkaya, itu saya amati. Ranking itu dilakukan oleh majalah Forbes. Tidak beda enggak yang tua, yang muda, grup perusahaannya dia ... dia lagi. Sangat sedikit pengusaha baru yang masuk ke peringkat tinggi," jelas dia.

Untuk itu, dia meminta kepada semua pihak untuk bersama-sama mendorong keberadaan wirausaha beserta kualitasnya. Selain itu, dia pun mendorong agar anak muda sekarang terutama mahasiswa memiliki pola pikir untuk menciptakan usaha, bukan sebagai budak korporasi.

"Makanya kita harus menambah enterpreneur. Nah makanya kita dorong ke mahasiswa agar jadi enterpreneur. Jangan lulus mikirnya mau jadi karyawan," pungkasnya.

 4. Negara besar perang agar industri senjata mereka laku 
http://3.bp.blogspot.com/-q_po3Vwbvb0/UCD0Wx2xdLI/AAAAAAAAA_k/s3CRJolkVsM/s1600/c.php.jpgMenteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro bercerita mengenai perbedaan negara besar dengan negara kecil dalam melakukan perang. Menurut Bambang, negara besar seperti Amerika melakukan perang dengan negara lain karena tujuan bisnis.

"Amerika dan negara besar lainnya itu hobi perang itu semata-mata bisnis. Yang namanya peta politik global ketika Amerika dan negara lain inisiasi perang itu tujuannya jelas. Agar industri senjata mereka laku," ujarnya dalam diskusi di Perbanas Institute, Jakarta, Sabtu (12/11).

Sedangkan negara kecil, menurut Bambang, mereka melakukan perang murni untuk membela kepentingan bangsanya. Sebab, mereka tidak ingin kekayaan mereka tergerus oleh negara kecil lainnya maupun negara besar.

"Negara kecil saja yang murni perang untuk mempertahankan negaranya," ucapnya.

Selain itu, mantan Menteri Keuangan ini menambahkan, apabila negara-negara besar melakukan perang di Timur Tengah, ada dua keuntungan yang mereka dapat. Pertama dari sisi industri dan kedua dari sisi sumber daya alamnya dengan menggerus minyak di negara-negara di sana.

"Kalau perang di Timur Tengah itu mereka dapat untung double. Senjata dan minyak. Itu jelas tujuannya ekonomi. Kalau negara besar perang itu tujuannya kalau tidak untuk keuntungan industri senjata mereka ya untuk SDA," pungkasnya.

 5. Asing kuras kekayaan SDA Indonesia 
https://img.okezone.com/content/2016/10/22/320/1521795/freeport-tak-serius-bangun-smelter-olOGLxucBO.jpgIndonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah. Besarnya potensi tersebut membuat Indonesia dilirik negara-negara lain untuk digerus nilai tambahnya.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Bambang Brodjonegoro bercerita mengenai cara pihak asing menggerogoti nilai tambah tambang dalam negeri. Salah satunya terjadi pada 2014 silam saat Bambang menjadi delegasi Indonesia untuk menghadiri forum The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau forum negara-negara maju.

Bambang yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Keuangan dan menceritakan bahwa Indonesia tengah di review oleh negara-negara maju perihal kebijakan dalam negeri.

Dalam kesempatan tersebut, ada kebijakan pemerintah yang begitu dikritisi keras oleh negara-negara yang tergabung dalam OECD, yaitu hilirisasi di sektor pertambangan salah satunya pelarangan ekspor tambang mentah.

"Itu saya alami langsung tahun 2013-2014, ketika Indonesia akan melarang ekspor tambang mentah. Kelihatan sekali negara-negara luar sangat tidak suka sehingga dalam forum OECD saat saya menjabat sebagai Menkeu yang menjadi delegasi Indonesia, kita sedang di review oleh OECD yang merupakan perkumpulan negara-negara maju. Ketika di review mereka mengkritisi kebijakan-kebijakan itu. kritisinya luar biasa tajam, pokoknya kita dianggap bodoh, enggak ngerti perdagangan comparative dan segala macam," ujarnya dalam diskusi di Perbanas Institute, Jakarta, Sabtu (12/11).

Mendapat kritik tersebut, mantan Menteri Keuangan ini tak terima dan merespons dengan sebuah jawaban yang cukup membuat delegasi dalam forum OECD bungkam.

"Indonesia melakukan ini karena Indonesia ingin seperti kalian semua, Indonesia ingin menjadi negara maju seperti kalian. Sejauh yang saya tahu, tidak ada satu-pun negara maju di dunia yang hidup dengan hanya ekspor bahan mentah. Cuma yang saya tekankan adalah, kamu bujuk-bujuk Indonesia masuk OECD karena kamu berpikir Indonesia akan menjadi negara maju. Karena itulah kita membuat kebijakan yang mendorong Indonesia menjadi negara maju," jelas dia.

Kemudian, Bambang menegaskan jika tidak ada satu pun negara yang ada di belahan bumi ini dapat hidup hanya dengan mengandalkan kekayaan SDA-nya. Jika ada negara yang seperti itu, kata dia, maka negara tersebut akan mendapatkan kutukan SDA.

"Artinya apa sih ? kalau Anda pelajari seputar SDA negara yang kebanyakan SDA itu malah menjadi negara yang tidak maju-maju. malah berpotensi berantakan," kata dia.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada seluruh kementerian terkait maupun para pemangku kepentingan saat ini agar tidak terpengaruh dengan bujuk rayu negara lain untuk menjual hasil kekayaan SDA-nya. Bambang berpendapat, kekayaan SDA yang dimiliki Indonesia saat ini lebih baik di optimalkan di dalam negeri agar menjadi nilai tambah yang bermanfaat untuk perekonomian dalam negeri.

"Jangan terus-terusan kita dijebak untuk menjadi negara yang ekstraktif tadi. Negara yang enggak peduli sama nilai tambah, dan di sini, Anda secara tidak langsung berhadapan dengan pihak asing, pemodal asing. itu akan dengan segala cara atau taktik akan membujuk Indonesia seperti ini.

'udah deh kamu nggak usah mikirin nilai tambah atau kelapa sawit di ekspor CPO ke kita, ekspor saja nikel mentahnya ke kita, ekspor aja batu bara ke kita. kamu dapat duit, kita senang kamu senang'. Mereka senang karena mereka mendapat nilai lebih yang sebenarnya melalui nilai tambah itu,
" tutupnya. (merdeka.com)

  Riauaktual  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...