Senin, 25 November 2013

Indonesia 10 Tahun Lagi Bisa Produksi Alat Militer

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPRI3u_mUGB_Z3ydN2LjDAxfRHtVSASTje7ndX6HvTnfcxDaT__-QQ6Dp5q9-9lZ1_swDzS3VIy0igEUWg9uii9tWYHVfoMQsKAaySHz78r-26oPsjwCUphgoNr4waV8nlKLpgmGNXKcQ/s1600/1551209_20130430070914kenyot10.jpgMalang - Kementerian Pertahanan dan Keamanan mencanangkan kemandirian alat utama sistem pertahanan Indonesia. Menurut Wakil Menteri Pertahanan dan Keamanan Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin, cara yang ditempuh untuk memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) di antaranya mendukung dan mengutamakan industri pertahanan dalam negeri, swasta, dan badan usaha milik negara (BUMN).

Selain itu, dia melanjutkan, Kementerian berkerja sama dalam hal alih teknologi industri pertahanan dengan sejumlah negara maju. ”Alutsista harus mandiri, perkuat industri pertahanan dalam negeri,” kata Sjafrie Sjamsoeddin saat berkunjung ke industri roket dan bom PT Sari Bahari Malang, Jawa Timur, pada Jumat, 22 November 2013.

Modernisasi, menurut Sjafrie, juga termasuk memproduksi kapal selam yang dikerjakan PT PAL bekerja sama dengan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Prinsip kerja sama dilakukan setelah Kementerian Pertahanan dan Keamanan memesan tiga kapal selam ke DSME, Korea Selatan. Dalam pembelian ini, Indonesia dan Korea Selatan sepakat menjalin kerja sama alih teknologi.

Sejumlah tenaga ahli telah belajar teknologi ke Korea Selatan. Pada pesanan kapal selam ketiga, bakal dibangun di galangan kapal PT PAL yang dikerjakan tenaga teknis Indonesia dan diawasi ahli dari DSME. ”Sehingga 10 tahun mendatang, Indonesia diharapkan mampu memproduksi kapal sendiri,” katanya.

Indonesia juga bekerja sama dengan Korea Selatan dalam mengembangkan produksi pesawat tempur generasi 4,5. Pesawat tempur KFX merupakan proyek bersama PT DI dengan Republic of Korea Air Force (ROKAF). Dibandingkan F-16, KFX diproyeksi memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen. Dengan sistem avionic yang lebih baik serta dilengkapi kemampuan antiradar (stealth). ”Sepuluh sampai 15 tahun mendatang, kita produksi pesawat tempur sendiri,” katanya.

Alutsista, Sjafrie mengatakan, dikembangkan dan digunakan untuk menjaga kedaulatan dan memperkuat keamanan dalam negeri. Bahkan sebagian telah digunakan untuk berbagai operasi keamanan. Misalnya saja, bom P-100 yang produksi PT Sari Bahari telah dicangkokkan ke pesawat Sukhoi. Bom dengan hulu ledak sejauh 164 meter ini dikembangkan dan diproduksi di dalam negeri. Bahkan telah menggunakan kandungan lokal sampai 92 persen. ”Hanya fuse atau pemicu ledakan bom yang diimpor,” kata Sjafrie.

Sepanjang belum bisa diproduksi di dalam negeri, kata Sjafrie, komponen tersebut diizinkan diimpor dari produsen di luar negeri. Meski demikian, pemerintah juga mendukung upaya produksi fuse secara mandiri, yakni dengan kerja sama transfer teknologi peralatan militer dengan negara maju. ”Kerja sama alih teknologi harus dengan prinsip kesetaraan. Kita jangan dirugikan,” katanya.

Pihak pemerintah sendiri akan menyediakan regulasi dan kesempatan secara luas kepada industri pertahanan dalam negeri. Selain itu, industri pertahanan dalam negeri harus membaca peluang produksi, kelayakan untuk dipasarkan ke kawasan regional dan global.

Kementerian Pertahanan dan Keamanan juga mendorong industri pertahanan untuk melakukan kerja sama. Contohnya, PT Sari Bahari yang memproduksi cashing rocket dan bom, tapi pengisian bahan peledak bekerja sama dengan PT Dahana, sebuah BUMN yang bergerak di bidang bahan peledak.

Menurut Sjafrie, modernisasi alat utama sistem pertahanan untuk percepatan pemenuhan Minimum Essential Force 2014 juga dianggarkan dengan dana besar. Pada 2010 dianggarkan dana Rp 42,3 triliun, sedangkan 2014 naik menjadi Rp 83,4 Triliun. "Ini sesuai renstra atau rencana dan strategi peralatan militer 2010-2014," katanya.

Adapun Direktur Utama PT Sari Bahari, Ricky Hendrik Egam, menyatakan tengah menjalin kerja sama alih teknologi produksi fuse dengan produsen fuse asal Bulgaria Armaco. Alih teknologi dilakukan setelah PT Sari Bahari memesan 1.500 buah fuse. ”Fuse bisa dipicu secara elektronik maupun manual,” katanya.

Menurut Ricky, tujuan alih teknologi yaitu untuk mengurangi ketergantungan terhadap sejumlah komponen yang belum bisa diproduksi di Indonesia. PT Sari Bahari merupakan satu-satunya produsen bom dalam negeri. Total sebanyak 3 ribu bom latih digunakan TNI Angkatan Udara, serta sebanyak 260 buah kepala roket akan digunakan untuk latihan perang bagi tentara angkatan darat, udara, dan laut Republik Cili.

  Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...