Sabtu, 08 Oktober 2016

MANPADS Terbaru dalam Arsenal TNI AU

Rudal Chiron https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrlq8-WafTcX9_0rl9EGJscsOIk9VV9u5qurdfQv-zrpL4l5IUYWfYrem02S1sbnWkfEglT0PQ3AIGNokJeC36E-clX6crMxyk77g91MzY8OtjNmx3txIFaAWH8HN_wGt2pVHm5lJhVdU/s400/Cyron-696x462.jpgRudal MANPADS Chiron [Angkasa]

Latihan puncak Angkasa Yudha 2016 memang istimewa. Tidak hanya all out menggelar pesawat tempur yang menyajikan simulasi serangan darat dan pertempuran udara yang mengundang decak kagum di Natuna, TNI AU ternyata juga menyiapkan sejumlah alutsista terbaru yang penampakannya tidak banyak terlihat oleh khalayak.

Salah satunya adalah rudal anti pesawat jarak dekat Chiron buatan Korea Selatan. Kehadiran sistem MANPADS (Man Portable Air Defense System) ini sudah didengungkan sejak 2014, sebagai pendamping sistem kanon anti pesawat 35mm Rheinmetall Skyshield. Kalau Skyshield sudah dipamerkan dan digelar kemana-mana, maka rudal Chiron terhitung pemalu. TNI AU lebih sering menggelar sista anti pesawat QW-3 buatan Tiongkok dengan fungsi yang sama.

Chiron sendiri berawal dari upaya Korea Selatan untuk membangun sistem pertahanan udara secara mandiri, dengan meluncurkan proyek KP-SAM (Korean Portable Surface to Air Missile) “Shingung” atau bila diterjemahkan berarti busur dewa. Butuh 8 tahun waktu untuk mengembangkan KP-SAM sebelum dapat diproduksi secara komersial dengan nama Chiron, yang produksinya dipercayakan kepada LIG Next1, anak perusahaan konglomerasi LG yang membidangi urusan pertahanan.

Sistem Chiron sendiri didesain untuk dioperasikan dengan menggunakan launcher post atau pos peluncur dengan tripod, grip untuk pegangan tangan, serta sistem optik bidik serta tak lupa kursi untuk juru tembak. Rudal Chiron memiliki berat mencapai 24,3 kg untuk tabung peluncur dengan rudalnya. Satu launcher post biasanya diawaki oleh juru tembak, pengisi rudal, dan pengamat/pencari sasaran.

Kemampuan luncur rudal Chiron mencapai 700 meter/detik atau Mach 2,4 dengan jarak efektif mencapai 7.000 meter untuk sasaran yang terbang dengan ketinggian maksimum 3.500 meter. Sistem pemandu pada Chiron sama seperti sebagian besar sistem MANPADS jarak dekat, mengandalkan sistem pandu Infra Merah yang mengejar emisi panas pesawat sasaran, plus sensor kontras UV (Ultra Violet) untuk pengenalan sasaran yang lebih baik, terutama saat berhadapan dengan sumber panas lain yang lebih dominan. Rudal Chiron juga sudah dilengkapi dengan interogator IFF (Identification Friend or Foe) untuk mengenali pesawat kawan yang memancarkan sinyal dari transponder IFFnya.

Waktu respon yang dibutuhkan Chiron dari pelatuk ditarik sampai rudal meluncur hanya tiga detik, rudal akan meluncur setelah kode baringan dan jarak ke sasaran diinput oleh sistem TDR (Target Data Receiver) ke dalam prosesor rudal. Rudal Chiron menggunakan hulu ledak fragmentasi yang dipicu oleh sumbu jarak (proximity).

Saat rudal sudah mendekati sasaran, tiang antena telemetri yang ada di kepala rudal akan mengirim sinyal untuk meledakkan rudal ketika sudah berada 1,5 meter dari sasaran. Ledakan rudal akan menghasilkan 720 fragmen logam panas nan tajam dengan energi kinetik yang cukup untuk merobek kulit alumunium pesawat terbang.

Di TNI AU, sistem Chiron dioperasikan terintegrasi dengan sistem kendali penembakan Skymaster yang memasok informasi sasaran untuk sistem Skyshield. Sistem Skymaster yang dilengkapi dengan radar pencari dan penjejak memampukan pasokan informasi sasaran di luar garis cakrawala sehingga personil tim penembak Chiron dapat menyiapkan diri untuk menghadang sasaran pada jarak efektif terjauh rudal ini sendiri.

 Spesifikasi Rudal Chiron 

Diameter : 80mm
Panjang tabung luncur : 1,87m
Panjang rudal : 1,68m
Bobot hululedak : 2,5kg
Kecepatan : Mach 2,4

  Angkasa  

Nama TNI Diusulkan Kembali ke ABRI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0IwwuiGKlSfEEIX0uhL0OokH_pAR6cNLCHHISHCxYnVBUmt3Nvqyc6LwwBoUS-htVMAjlGp77m2MAum7C6KMV-1yxwfZyiF4e4bavaxXMUnSGZSDPU45vC48WqfrvhasYtieSdR-28ZSz/s1600/Indonesia+air+force+F-16+52ID.jpgIlustrasi F16 52ID TS1635 [reuters]

Pengamat militer Connie Rahakundini mengusulkan agar nama ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) kembali digunakan menggantikan TNI (Tentara Nasional Indonesia). Pasalnya, nama ABRI jauh lebih “garang” dibanding TNI.

Hal itu diungkapkan Connie saat menjadi pembicara dalam diskusi bulanan Aliansi Kebangsaan bertajuk "Menyegarkan Kembali Komitmen Ideologi Pancasila sebagai Nilai Kejuangan di Lingkungan TNI" di Jakarta, Jumat (7/10).

Nama TNI seolah-olah urusan dia hanya nasional. Lingkupnya kecil. Tapi kalau ABRI, yang dibawa adalah Republik Indonesia. Sama seperti kepolisian disebut Polri sehingga mereka bisa bekerja sama dengan negara mana pun dan terima dana dari mana-mana,” ujarnya.

Pada bagian lain Connie berharap, agar anggaran untuk TNI terus ditingkatkan sehingga kemampuan TNI juga terus ditingkatkan guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama menghadapi ancaman dari luar. Kekuatan bersenjata tidak bisa dibangun dengan anggaran yang minim. Sebab dengan begitu, TNI Indonesia tidak bisa bersaing dengan ekspansi kekuatan dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Apalagi Indonesia, kata dia, memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi negara kuat seperti Amerika Serikat dan Tiongkok.

Sehubungan dengan ini, ia menyindir perbedaan anggaran untuk Polri yang langsung berada di bawah Presiden dengan TNI yang berada di bawah Kementerian Pertahanan. “Setiap kali melewati Semanggi, kita tunggu saja apa yang dibangun lebih tinggi lagi,” ucapnya.

Menurutnya, anggaran yang cukup akan menjadikan TNI itu betul-betul profesional dan ditakuti dunia luar. Sebab dengan dana yang ada, mereka bisa memodernisasi sistem persenjataannya. “Tentara disuruh tarik ke barak, tapi kalau ditarik, dikasih mainan juga dong. Kalau Angkatan Laut dikasih kapal perang, Angkatan Udara diberi pesawat tempur, dan Angkatan Darat diberikan senjata yang modern. Saya keliling ke daerah perbatasan untuk melihat kondisi tentara kita. Mereka latihan perang hanya pakai suara dar der dor, kok,” pungkasnya.

  Berita Satu  

Oerlikon Skyshield MK2 Beraksi di Natuna

http://paskhas.mil.id/file/image/1_IMG_20161007_WA0001.jpgOerlikon Skyshoeld Mk2 Korpaskhas

Konsep latihan yang digelar satgas Paskhas dalam keterlibatannya mendukung kegiatan Latihan Angkasa Yudha 2016 agak sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Untuk pertama kalinya Oerlikon digelar sebagai perkuatan senjata penangkis serangan udara (PSU) untuk menggantikan senjata generasi lama yaitu triple gun.

Komandan Korpaskhas Marrsekal Muda TNI Adrian Wattimena usai menyaksikan latihan angkasa yudha mengatakan keberadaan senjata Oerlikon Skyshield yang dilengkapi dengan rudal dan radarnya merupakan salah satu senjata mutakhir untuk generasi saat ini. Karena baru beberapa negara yang memiliki termasuk Indonesia.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrlq8-WafTcX9_0rl9EGJscsOIk9VV9u5qurdfQv-zrpL4l5IUYWfYrem02S1sbnWkfEglT0PQ3AIGNokJeC36E-clX6crMxyk77g91MzY8OtjNmx3txIFaAWH8HN_wGt2pVHm5lJhVdU/s400/Cyron-696x462.jpgRudal Chiron & QW3 [Angkasa]

Walaupun tergolong baru, dari hasil latihan yang digelar, para prajurit telah menunjukkan hasil maksimal dihadapan bapak presiden RI Ir. H. Joko Widodo, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, para Kepala Staf Angkatan, Kapolri, dan pejabat tinggi TNI lainnya. Jelas Dankorpaskhas.

Saya merasa sangat bangga baik kepada prajurit yang terlibat maupun para prajurit yang mendukung kegiatan karena telah mempertunjukkan kinerja yang baik yang dilandasi profesionalisme, dengan keseriusan berlatih dan terus berlatih prajurit mampu mengoperasionalkan senjata PSU tersebut yang dirasakan masih tergolong baru. Tambahnya.

Melalui latihan Angkasa Yudha kita telah memperlihatkan kepada dunia bahwa TNI khususnya TNI Angkatan Udara sangat serius dalam menjaga dan mempertahankan keamanan negara, karena pada saat kegiatan Angkasa Yudha mengundang beberapa pejabat militer negara sahabat untuk ikut hadir menyaksikan secara langsung kegiatan tersebut. Tutur Dankorpaskhas.

Senjata penangkis serangan udara ini oleh TNI AU dan terlebih khususnya Korpaskhas selaku pengguna telah digelar berdasarkan potensi akan terjadinya ancaman baik di wilayah barat, wilayah tengah serta wilayah timur Indonesia. Tegas Dankorpaskhas.

  Paskhas  

Suka Duka Prajurit Penjaga Perairan Natuna

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmpeAfXNL2p5NJqN-AUrmfUSwBj63J2RkW4757lAsuEtbmvFDA5suPLBUU5UyDrkYHezirdRxaj0VDn4fshZFpiW9y0FtvqYCcAY3ADSgj2Y3BY3oOyaRgFgdPlpB4tT3O67HrWRTrBJu_/s1600/cerita-suka-duka-prajurit-penjaga-di-perairan-natuna.jpgTNI di Natuna. ©2016 Merdeka.com

Hamparan lahan seluas 30 hektare di pesisir selatan Pulau Natuna, Kepulauan Riau, terpampang di pelupuk mata. Di kawasan yang belakangan menjadi konflik dengan China ini sudah diduduki 180 pasukan Marinir sejak awal September 2016.

Mereka yang diamanahkan negara untuk mempertahankan NKRI dari ancaman asing mulai membangun Komplek Komposit Marinir dan benteng pertahanan terintegrasi. Komplek Komposit Marinir itu nantinya menjadi markas prajurit infantri serta gudang persenjataan personel matra laut.

Langit Natuna, pada Kamis (6/10) tampak mendung. Awan hitam mulai menyelimuti hingga akhirnya mulai meneteskan hujan. Di sisi barat pesisir selatan Pulau Natuna, prajurit Marinir tengah membangun dermaga di atas air. Mereka tampak tak mengenal lelah.

"Total pekerja 180 personel dibagi dua tempat, di Lampa (barat) dibangun dermaga yang terdiri dermaga di atas air sekaligus bunker kapal selam," ujar Komandan Satgas Swakelola Pulau Natuna, Kolonel Mar Teguh Widodo di lokasi, Kamis (6/10).

Di kepulauan yang berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja ini, Kolonel Mar Teguh menjalani tugas penuh dengan suka duka. Begitu pula dengan para prajuritnya. Di tempat ini, prajurit mengalami kesulitan untuk mendapatkan logistik hingga sinyal telepon seluler.

"Tiga Minggu yang lalu sinyal susah. Lalu minta ke Telkomsel, dikasih tower pisat, jadi langsung satelit," ujarnya.

Meski dibuntuti suka duka, Kolonel Mar Teguh mengatakan para prajurit melaluinya dengan tenang. Sebagai garda depan negara, prajurit TNI tak mengenal kata menyerah.

"Suka-duka harus menyenangi tugas pokok. Kita reguler, karena kita keluarga, suka duka bareng, (prajurit) gabungan dari Jakarta dan Surabaya," terang dia.

Kolonel Mar Teguh menegaskan, Pulau Natuna satu dari sekian banyak kekayaan alam Indonesia. Pulau ini memiliki daya tarik bagi asing, sebab hamparan laut lebih luas ketimbang pegunungan. TNI meluncurkan sedikitnya empat kapal patroli setiap hari untuk menjaga keamanan perairan Natuna.

"Pengamanan pulau terdepan. Pengamanan pantai. Karena ini LCS, kita ada pasukan di Sekatung," jelasnya.

Kolonel Mar Teguh tak menampik gangguan asing selalu menghantui Natuna. Penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing seringkali terjadi. Bahkan, pada saat puncak latihan TNI Angkasa Yudha 2016 berlangsung, ada empat kapal asal Vietnam melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna.

"Thailand dan Vietnam (sering melanggar). Kebetulan di Lanal punya tahanan 100 orang. Kita tugas di sini saling mengingatkan dan menghibur. Kita terlatih, bukan baru jadi kemarin," kata dia.

Meski kapal-kapal asing masih kerap memasuki perairan Natuna, Kolonel Mar Teguh memastikan TNI akan memperketat pengamanan perairan itu. Hingga saat ini, pembangunan benteng pertahanan terintegrasi terus dilakukan untuk memperkuat pengamanan di perairan Natuna. [hhw]

  Merdeka  

Industri Galangan Batam Dibidik Investor Asal Jerman

http://www.jawapos.com/imgs/2016/10/55760_74680_galangan-BATAM_EUSEBIUS-SARABATAM-POS_Batam-Pos.jpgKapal patroli cepat (PC) 40 Meter buatan PT Palindo Marine Batam pesanan Dinas Pengadaan Angkatan Laut (AL) resmi diluncurkan di lokasi galangan kapal PT Palindo Marine, Sagulung, Kamis (23/9) lalu. [jawapos]

Kualitas indsutri galangan kapal di Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dibidik shipyard asal Jerman.

Rencananya perusahaan dari Jerman akan berinvestasi di kota industri itu untuk memajukan shipyard dengan teknologi tinggi.

"Sebelumnya, shipyard di Batam terkendala pembangunannya karena lesu ekonomi.Makanya Badan Pengusahaan (BP) Batam berniat untuk mengundang investor-investor ke sini," ujar Direktur Publikasi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono dilansir Batam Pos (Jawa Pos Group), Jumat (7/10).

Dengan adanya minat investasi dari Jerman ini, diharapkan industri galangan kapal di Batam makin lebih maju lagi.

"Akan ada kolaborasi dengan mereka, karena Jerman juga menawarkan teknologi tinggi yang belum pernah ada di Batam," ujarnya.

Senada dengan Andi, Ketua Batam Shipyard Offshore Association (BSOA), Sarwo Edi mengungkapkan, sejumlah perusahaan galangan di Jerman datang untuk melihat peluang-peluang pasar yang ada di Batam.

"Mereka melihat peluang dan juga perkenalkan produk-produk mereka. Apakah akan ada kerjasama dan hal lainnya, lihat saja nanti," ungkapnya. (leo/iil/JPG)

  Jawapos  

[World] Yemeni Houthis Fire at UAE Military Vessel

With Iranian-supplied missileUAE Military ship not sink but tutaly lost

Yemeni Houthi rebels on Saturday claimed they successfully fired anti-ship rockets at an United Arab Emirates military vessel in the Bab el Mandeb Strait that was approaching the Yemeni port of Mocha. The Iranian-backed Houthis posted videos of the attack which were circulated by the Lebanese Hezbollah media outlet Al Alam.

U.S. officials told Fox News on October 3 that Iran had supplied the Houthis with the “shoulder-fired rockets” that nearly destroyed the vessel, but this claim is inconsistent with footage from the video and the damage to the vessel, according to military experts who spoke with the Long War Journal. Reports indicate that it was likely a C-801 or C-802 anti-ship missile.

Bab el Mandeb is a strategic maritime chokepoint that connects the Indian Ocean to the Mediterranean through the Gulf of Aden and the Red Sea. More than 4.7 million barrels of oil flowed through this waterway daily in 2014.

The UAE is part of a Saudi-led coalition that intervened in Yemen in March 2015 to put down the Houthi insurgents who had seized control of the capital Sanaa in 2014, and to restore the exiled president Abd Rabbuh Mansur Hadi. Al Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP) also controls swaths of territory in central and southern Yemen, and the U.S. frequently targets AQAP with the approval of the exiled government. The United Nations has declared a humanitarian crisis in Yemen, with over 10,000 killed, at least 3,800 civilians, in the 18 months between March 2015 and August 2016.

houthi-oct-2On October 5, the UAE Foreign Ministry announced that the vessel struck on Saturday was a civilian catamaran carrying aid passing through the strait. No one was killed, but some members of the civilian crew were injured. The UAE denounced the incident as an act of terrorism, and warned about the attack’s implications for freedom of navigation. The United Nations Security Council has also condemned the attack, declaring the same day that it takes threats to shipping around Bab el Mandeb “extremely seriously.

The United States has furthermore reiterated its commitment to upholding freedom of navigation through Bab el Mandeb, according to a strongly-worded condemnation issued by the State Department Spokesman on October 4, one day after the Houthi attack.

The U.S. Navy has dispatched to the strait two destroyers, the USS Mason and USS Nitze, and the USS Ponce – the last of these a floating staging ship which includes a compliment of special operations forces.

Sending the warships to the area is a message that the primary goal of the Navy is to ensure that shipping continues unimpeded in the strait and the vicinity,” said a U.S. defense official.

Iran’s Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC), which is in charge of Tehran’s extraterritorial military activities, is believed to be arming the Houthis with missiles and rockets, including a variant of the Zelzal-3 artillery rocket that was unveiled in August and stationed near the Saudi border.

Since the summer of 2015, Western navies have intercepted at least four weapons shipments of Iranian origin bound for Yemen. In April, the U.S. Navy publicized the interception of an Iranian cargo ship seized in late March.

While visiting Saudi Arabia in late August, Secretary of State John Kerry said he was “deeply troubled” about Iranian-supplied projectiles positioned on the Saudi border. Kerry also called Iran’s “shipment of missiles and other sophisticated weapons into Yemen” as “not just a threat to Saudi Arabia; it is a threat to the region, [and] it is a threat to the United States.

 Video from Youtube :


  Longwarjournal  

[World] Modernisation Assets of Royal Malaysian Navy in Future

Hang Tuah, Laksamana-class, LMS and Helos will be Decommissioned https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijnyV5uvpgupk8OPJDuBV4e_NYFBGuM5RNmaNSgjyNPvyVRVkVcSCv5weiX6iw0XSLDZJRsSVRAbEZMIYjQPBW1NR7SctHqX6ZsMET28SjnMslRHdhcQ_T3X-CfpZbwKWRYmKjkTrYvQs/s400/21KD_76.jpgKD Hang Tuah training ship (jiayuan) ☆

KD Hang Tuah, the grand dame of the Royal Malaysian Navy will be paid-off when the two DSME-designed training ships are commissioned.

The first training ship, Gagah Samudera is expected to be commissioned by November while the second ship, Teguh Samudera is expected to receive its pennant, next year.

RMN chief Admiral Ahmad Kamarulzaman Badaruddin said the four Laksamana-class corvettes will be decommissioned – most likely one at a time – when the first four units of the Littoral Mission Ships (LMS) are commissioned, also one at a time.

He did not specify the timeline for the decommissioning or the commissioning, however. Hang Tuah will be preserved as a floating museum though the location has not been decided.

Asked why Hang Tuah and Laksamana-class were to be retired ahead of the much-older Sandakan-based patrol craft – KD Seri Perlis and KD Seri Johor, Kamarulzaman said the five ships were chosen based on the number of days they spend at sea and the cost to maintain them.

Laksamana class corvette (Shephard)

Based on those criterias, Hang Tuah will be the first to go and the Laksamanas the next. After that it will be the MCMVs turn,” he says in an interview after presenting the keynote address at the Maritime Warfare Asia 2016 on Wednesday.

Kamarulzaman also said that an announcement on the RMN 15-to-5 plan will be made during the presentation of the 2017 Budget, scheduled to be delivered by the Finance Minister by the end of this month.

Pressed on what will be announced, Kamarulzaman declined to comment further saying that “you will have to wait for the budget presentation.

Asked whether the announcement will be about RMN ordering China-made warships – corvettes or the LMS – Kamarulzaman declined to be specific although he said that the service had no objections in getting them as long it fit “RMN requirements and missions.

On the LMS, Kamarulzaman confirmed that the plan was to buy 18 of these vessels. RMN, according to him, is speaking with shipyards to get their proposals for the class. He said the LMS will replaced various vessels in the navy including the MCMVs.

KD Kasturi frigate (standupper)

As for future mine hunting, Kamarulzaman said that they might used containerised mission modules for the capabiliy. He did not specify the numbers of modules to be procured or the capability to be acquired.

Kamarulzaman declined to outline the exact specifications of LMS apart from that it will be “70ish (metre) long”. It will be fitted for UAVs and probably USVs.

We want to move away from laying specifications as in the past. When we do that – when my planning officers go to exhibitions and similar events – they will come back with a lot of data and we end up with a gold plated ship.

For the LMS our priority are the mission capabilities, that is why we called them (littoral) mission ships. It will not be our main surface combatants, that is the job of the LCS, the LMS will be used for border security, patrol and similar operations.

For border patrol or preventing illegal fishing, we do not need for example, jamming capabilities. However we might opt for “Fitted for but Not Equipped With” concept so we can reduce the purchase price.

Asked on whether missiles and guns will be fitted on the LMS, Kamarulzaman said it will be based the proposals by the shipyards.

He also declined to specify the cost of the LMS as envisioned by the navy apart from saying it will be 80 per cent cheaper than the LCS. Industry sources however told Malaysian Defence that the cost has been capped to RM 200 million per ship inclusive of the all the weapons.

One source says only China will be able to sell such a vessel at that price.

Meanwhile, Kamarulzaman said they want six newly built helicopters instead of just upgrading the six Super Lynxes already in service.

RMN 15 to 5 Plan

The cost of upgrading the Super Lynxes is as much as buying new ones, so might as well we buy new ones. We have learn our lessons from the Kasturi upgrade. We end up paying two-thirds of the cost of buying a new ship,” he added.

As for the LCS, he said as off, Oct 1, the progress is up to 28 percent. It was expected that the ship will be launched by March or April, next year and Kamarulzaman said they were still targeting 2019 for its commissioning.

He admitted that it was cheaper and faster to built the ships in France but the RMN accepted the government’s decision to built them locally . The decision have a great impact on the local defence industry and the community.

  Malaysiandefence  

Kisah Pembangunan Perbatasan di Pulau Natuna

Prajurit TNI ketika membuat markas di Natuna (Syamsul/Okezone)

Lahan seluas 30 hektar terhampar di pesisir selatan Pulau Natuna, Kepulauan Riau. Sejak awal September 2016, sekira 180 pasukan Marinir memulai pembangunan Komplek Komposit Marinir yang nantinya bakal dijadikan markas prajurit infanteri sekaligus gudang persenjataan personil matra laut.

Sementara di sisi barat, meski langit dirundung mendung, prajurit Marinir juga membangun dermaga di atas air yang nantinya digunakan untuk sandar kapal sekaligus bunker kapal selam.

"Total pekerja 180 personil dibagi dua tempat, di Lampa (barat) dibangun dermaga yang terdiri dermaga diatas air sekaligus bunker kapal selam," ujar Komandan Satgas Swakelola Pulau Natuna, Kolonel Mar Teguh Widodo saat ditemui Okezone di lokasi, Kamis (6/10/2016).

Selama bertugas di Pulau Natuna, Teguh mengaku mendengar suka-duka prajurit. Saat pertama kali tiba misalnya, mereka kesulitan berkomunikasi melalui ponsel lantaran tidak ada sinyal dari operator seluler.

"Tiga Minggu yang lalu sinyal susah. Lalu minta ke Telkomsel, dikasih tower, jadi langsung satelit," sambungnya.

Namun, Teguh menegaskan bahwa Marinir merupakan prajurit lapangan. Alhasil, ia memperlakukan anak buahnya layaknya keluarga.

"Suka-duka harus meyenangi tugas pokok. Kita reguler, karena kita keluarga, suka duka bareng, (prajurit) gabungan dari Jakarta dan Surabaya," jelas Teguh.

Sebagai prajurit yang bertugas di garda terdepan NKRI, Teguh mengaku pihaknya bertanggungjawab pada pengamanan pantai. Terlebih di perairan Natuna, berbatasan dengan Laut China Selatan (LCS) yang diklaim sejumlah negara.

"Pengamanan pulau terdepan. Pengamanan pantai. Karena ini LCS, kita ada pasukan di Sekatung," paparnya.

Selanjutnya, Teguh menyebut bahwa di Kepulauan Natuna terdapat 12 pulau tak berpenghuni. Guna menghindari klaim negara lain, Marinir menerjunkan satu regu di masing-masing pulau.

"Ada 12 pulau tak berpenghuni kita huni. Kita amankan," terangnya.

Sementara di perairan Natuna, seringkali terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh nelayan negara tetangga. Bahkan, saat ini, Pangkalan AL (Lanal) Ranai saat ini menahan 100 pencari ikan asal Vietnam yang melanggar perbatasan.

"Thailand dan Vietnam (sering melanggar). Kebetulan di Lanal punya tahanan 100 orang. Kita tugas disini saling mengingatkan dan menghibur. Kita terlatih, bukan baru jadi kemarin," ucapnya bangga.

Sementara Kapuspen TNI, Mayjen Tatang Sulaiman memastikan, selain Komplek Komposit Marinir, militer Indonesia juga tengah membangun Komplek Komposit TNI AD. Maret 2017, pembangunan tersebut ditargetkan rampung.

"Komplek Komposit AD sama Mabes TNI mau bangun disini juga. Targetnya 2017 juga," tandasnya.

Rencananya, Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan meninjau lokasi pembangunan tersebut. Sebelumnya, orang nomor satu di Indonesia itu telah mengesahkan operasional Bandara Ranai. (wal)

   Okezone  

Jumat, 07 Oktober 2016

Prospects of Cooperation in The Industrial, Trade, Economic, Scientific and Cultural Spheres

Rustem Khamitov has met with Ambassador of Indonesia to Russia Mohammad Wahid SupriyadiOn October 5, the Head of Bashkortostan Rustem Khamitov met with the Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of the Republic of Indonesia in the Russian Federation Mohammad Wahid Supriyadi at the House of the Republic. The sides discussed prospects of cooperation in the industrial, trade, economic, scientific and cultural spheres.

We have joined this work on establishing relations with the regions of Indonesia at the republican level. The first contacts with the province of West Java are now considered. We should be more active in establishing the relationship between our countries business”, said Rustem Khamitov.

According to the Head of the Republic, the cooperation can be developed in the field of oil production, oil refining, mechanical engineering, mining, and agriculture.

In addition, we need to establish cultural and humanitarian cooperation. We need to discuss the issues of education, training students from Indonesia in our universities, and vice versa,” Rustem Khamitov said.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjH9Q-TNPDZdntZMbUEXknrQXERbhyphenhypheniOByL6PVGEvFjRTNQwHFNDY34A2COZ4SmRBaK1yxewk-JJiFIjZPbK7P5QWb1dp3S6wVcYNQWodVpR4C-eMhjoYnu52hu2lJZhmURJkiWyg-KEs7O/s1600/1721553-Cutaway+dan+berbagai+jenis+persenjataan+yang+bisa+diangkut+oleh+Sukhoi+Su-35.780x390.jpgSpeaking about cooperation in the sphere of industry, the Indonesian Ambassador said that currently negotiations on purchasing eight aircrafts Su-35 were conducted, which engines were assembled in Ufa.

Also, we would like to purchase helicopters in Russia. In West Java there are a lot of islands, there is a high demand for them,” said Mohammad Wahid Supriyadi.

The Indonesian Ambassador also said that during his visit to Ufa State Petroleum Technological University, a possibility of cooperation with the Technical University in Bandung, West Java's capital was discussed.

http://www.aerospaceweb.org/question/helicopters/size/mi26_01.jpgWe can start cooperation with signing of an agreement between the chambers of commerce of our regions. Then we can proceed to education, to collaborate in this sphere. And in the future we can enter into an agreement between the two regions. This issue will be discussed with the Ministry of Foreign Affairs in Moscow”, said Mohammad Wahid Supriyadi. “As a result of our meeting, we will prepare an official letter addressed to the Governor of West Java. We will indicate those interesting aspects in it, on which we can establish friendly ties.

The volume of foreign trade turnover of Bashkortostan with Indonesia amounted to US $ 1.5 million in 2015, with the bulk of this amount accounted for exports.

Among the exported products from Bashkortostan there is synthetic rubber, crude sulfur, turbojet engines and monophenols. The main import positions are leather products, hardware, garments and other products.

   Bashinform  

RI Jajaki Kerja Sama Industri Senjata dan Alat Tempur dengan Ceko

MLRS RM70 Vampire milik Marinir produksi Ceko. [SINDOnews]

Indonesia berupaya memperkuat industri pertahanan. Salah satunya, menjajaki kerja sama dengan Ceko yang terkenal kuat di industri pertahanan.

"Karena mereka kuat di industri permesinan dan pertahanan," kata Airlangga, menjelaskan hasil pertemuan dengan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Ceko, Aulia Rahman, dalam keterangannya, Jumat (7/10/2016).

Menurut Airlangga, pada awal November 2016, Menteri Pertahanan RI akan melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Ceko. Pertemuan tersebut juga akan dihadiri Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan kedua negara.

"Kedatangan mereka juga dalam rangka menghadiri pameran Indo Defence Expo & Forum. Nanti di pertemuan bilateral akan dibahas lebih dalam lagi," tuturnya.

Airlangga mengatakan, Kemenperin akan mengkaji apa saja kebutuhan kerja sama industri pertahanan yang berpotensi dilakukan kedua negara. Kebutuhan tersebut misalnya alat persenjataan, alat tempur, dan amunisi.

"Alat pertahanan kan banyak, seperti alat persenjataan, alat tempur, dan amunisi. Tapi nanti kita lihat, apa yang juga bisa dikerjasamakan dengan PT Pindad," ujarnya.

Industri pertahanan dalam negeri di bidang alat utama sistem persenjataan (alutsista) memiliki prospek cukup baik. Misalnya, PT Pindad (Persero) telah mumpuni dalam merancang dan membuat kendaraan tempur, persenjataan, dan amunisi.

Untuk itu, Kementerian Perindustrian meminta kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementrian Pertahanan, dan lembaga negara lainnya agar lebih banyak membeli produk dari industri nasional.

Berkembangnya industri pertahanan diyakini bakal memacu industri terkait lainnya seperti industri komponen dan baja. Begitu pula dengan industri baja dari bagian hulu hingga hilir termasuk stainless steel yang akan terserap dalam proses produksi.

Di samping itu, penguatan alutsista pertahanan nasional semakin dipacu melalui penelitian, pengembangan dan rekayasa (litbangyasa) melalui kerja sama antara Kementerian Perindustrian dan Tentara Nasional Indonesia.

Langkah tersebut diharapkan semakin membuka peluang kerja sama antara TNI dengan lembaga litbang di lingkungan Kemenperin. Termasuk, pemanfaatan unit-unit Balai Besar dan unit-unit Balai Riset Standardisasi yang tersebar di berbagai provinsi, sehingga program litbang ini mendukung kemandirian pertahanan nasional. (wdl/wdl)

   detik  

[Angkasa Yudha] Penempur TNI AU Hancurkan Seluruh Target

Komentar KasauSeluruh Target Hancur [detik]

Walaupun sukses menghancurkan target dengan akurasi tinggi pada Latihan Puncak TNI Angkatan Udara (AU) Angkasa Yudha 2016, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna menilai masih terdapat hal yang perlu dievaluasi kembali.

Hal tersebut terkait dengan jumlah sasaran yang ada maupun timing saat melakukan pengeboman ke sasaran atau target.

Diutarakan olehnya seusai pelaksanaan latihan Angkasa Yudha 2016, target yang ada mungkin pada latihan berikutnya perlu dinambah jumlahnya.

Menurutnya dari hasil latihan yang digelar, satu target diserang oleh beberapa elemen. Sehingga ketika elemen pertama sukses hancurkan target, elemen berikutnya hanya berkesempatan membom target yang telah dihancurkan oleh elemen sebelumnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDNZAAM1gge_povqkgUgmqRBdsFHWUESvibBhGb969YC3ZLubFDs2xsDELnvOGEjniipr5_JG5-VxzkF0ShMGQ4mIhyphenhyphenlX1LMf3-AqsYfBvQaJU204OK-4Ur1AU76bVs5OGzSxdyQmDVIT7/s1600/IMG-201610061-AY16+%2540IMF.jpgIni kita lakukan evaluasi lagi untuk pengembangan latihan ke depannya. Seperti tadi yang targetnya itu, enam pesawat elemen targetnya hanya satu, mungkin nanti targetnya dua agar yang lain bisa kebagian. Karena kalau satu, yang pertama sudah menghancurkan, yang belakangnya kan cuma menghancurkan bekasnya, asapnya, nah untuk ke depan mungkin targetnya kita perbanyak,” ungkap KSAU, Kamis (6/10).

Ia melanjutkan, evaluasi lain, tetap masih ada kekurangan. "Misalnya, saya maunya setiap jatuhnya bom itu tidak boleh lebih dari 30 detik, ternyata tadi ada yang 37 detik. Karena mainan Angkatan Udara itu detik."

Ada yang 37 detik, 32 detik, bahkan ada yang terlalu awal juga 28 detik. Jadi timing itu perlu juga, kalau untuk Angkatan Udara itu sebetulnya paling bagus kalau salah itu 5 detik,” jelasnya.

Menurutnya, rentan waktu 30 detik dengan meksimum kesalahan 5 detik dimaksudkan untuk menjaga ketepatan dalam menghancurkan target itu dengan waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diselesaikan. (Fery Setiawan/Angkasa)

 Tampilkan Alat Tempur Canggih 
Alutsista TNI AU [tempo]

TNI menunjukkan kepada dunia bahwa jangan coba-coba menganggu kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). TNI tidak akan segan-segan menindak tegas siapapun yang mencoba mengganggu NKRI.

Ya, di Natuna yang kaya migas contohnya. Pemerintah kini memberi perhatian serius dengan membangun pangkalan TNI di pulau tersebut. Bahkan, beberapa hari terakhir, TNI Angkatan Udara (AU) menggelar latihan di Natuna.

Rangkaian akhir dari latihan bertajuk Angkasa Yudha 2016 itu diwarnai parade kekuatan militer di Lanud Ranai, Kamis (6/10/2016). Unjuk kekuatan tempur TNI-AU tersebut melibatkan 44 pesawat tempur, 14 pesawat angkut, dan 6 helikopter berbagai jenis.

Pesawat tempur yang ditampilkan antara lain, delapan pesawat tempur Sukhoi Skadron 11, 13 pesawat F-16 Skadron 3 dan 16, delapan T-50i Skadron 8, 11 Hawk Skadron 1 dan 12, delapan pesawat tempur EMB-314 Super Tucano Skadron 21 serta beberapa pesawat angkut seperti Hercules dan helikopter.

Latihan tempur Angkasa Yudha 2016 di Natuna dalam rangka sosialisasi dan memperkuat kemampuan masing-masing skuadron untuk meningkatkan kesiagaan dan pengawasan wilayah perbatasan khususnya di Kepulauan Riau.

20161006-1.jpgTarget drone [ARC]

Empat pesawat tanpa awak (drone) juga digunakan sebagai sasaran tembak rudal dan pemantauan sasaran.

Selain kemampuan tempur, ditampilkan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern. Di antaranya, meriam Oerlikon dan rudal QW 3. Dua ribu lebih personel dilibatkan.

Kegiatan itu disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan sejumlah menteri. Di antaranya, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

TNI menegaskan, itu adalah latihan rutin. Tidak terkait dengan situasi politik di Laut China Selatan.

Latihannya sudah berlangsung dua minggu kok,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsma Jemy Tri Sonjaya.

Menurut dia, latihan tersebut bertujuan menguji profesionalisme dan kesiapan prajurit TNI-AU dalam menghadapi ancaman.

20161006-5.jpgGatot Nurmantyo mengatakan, latihan tempur itu tidak bertujuan memprovokasi siapa pun.

TNI tidak akan menggelar latihan militer apa pun dan dengan pihak mana pun di Laut China Selatan.

Sikap Indonesia adalah menjaga situasi damai dan stabil di Laut China Selatan,” katanya.

Natuna memang menjadi wilayah sensitif. Batas luar utara Indonesia itu sering terkena kasus beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok.

Padahal, Indonesia bukanlah negara pengklaim Laut China Selatan seperti Filipina yang sedang bertikai dengan Tiongkok. (dod/bil/c10/ca/JPGrup)

 Berikut video liputan Al Jazeera dari Youtube : 


   Tribunnews | Batampos  

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...