Sabtu, 22 Februari 2014

US Arms TNI as China Sea Simmers

h_50215739_previewJakarta The United States plans to help modernize Indonesia’s military, including provisions for training and equipment, amid heightened tensions in the South China Sea, where China is laying claims to disputed waters.

US Ambassador to Indonesia Robert O. Blake Jr., at a press conference hosted by the Jakarta Foreign Correspondents Club on Thursday, said that the US government would continue to assist the Indonesian Military (TNI) with bilateral exercises and supply it with modern equipment.

“We’ve had a growing scope of bilateral exercise with the Indonesian military, and we’re very pleased with that,” Blake said, in response to a question about what the US is doing to help Indonesia’s security. “We have excellent security cooperation now between our two countries. We’re working to help Indonesia modernize its military, helping Indonesia with all kinds of training and other equipment needs, and we’re excited about the prospects.”

Indonesia has been making plans to increase its purchases of military hardware from abroad, including submarines from Russia and South Korea. It will also buy equipment from France and Britain, and eight Apache attack helicopters valued at $600 million from the United States. Those will arrive in separate shipments through 2017, according to Antara.

China has been exerting its influence beyond its shores, with warships patrolling the South China Sea, in areas that it believes are part of its territory and not those of neighboring nations such as Vietnam and the Philippines. The South China Sea potentially has vast crude oil and natural gas deposits.

Some leaders across the region have been alarmed by the increase in China’s activity in disputed waters.

Philippine President Benigno Aquino recently compared China’s naval forays to Nazi Germany’s military expansionist activities that led to World War II.

Blake, though, says that China is within its rights in conducting their latest activities, on the basis that certain areas of the South China Sea are open for use by any nation.

“I would say first of all those are international routes that any navy can use, including ourselves that can do that, so we don’t consider that a particular provocation,” Blake said.

Aleksius Jemadu, dean of the School of Social and Political Sciences at Pelita Harapan University, said that the US saw Indonesia’s growing economy and increased military budget as a target market for selling it military technology.

“The US doesn’t want to get left behind, the market is growing very fast and looking at the coming years, it wants to use its [Indonesia’s] market for selling weapons,” Aleksius said.

He said that while the US would profit from such sales, it wanted to see stability in this part of the world and envisioned Indonesia playing a big role in achieving that.

Still, growing nationalistic attitudes from East Asian countries such as China and Japan could undermine stability in the region, he said.

“Indonesia plays a role in keeping military security in Southeast Asia, and nationalism is on the rise. In Japan and China, with their disputes over the East China Sea, it is a threat to stability to the region as a whole,” Aleksius said.

He said that Indonesia still needed to modernize its military, as it had fallen behind the military spending of neighboring countries with much smaller borders to protect.

“Indonesia needs to modernize its system because over the last few years, the budget is not high compared to other Southeast Asian nations. It’s lower than Singapore and Malaysia,” he said.

Hikmahanto Juwana, professor of international law at the University of Indonesia, echoed Aleksius’s opinion.

“This is the right thing to do because of what is happening in the South China Sea and the region,” Hikmahanto said.

Despite China’s recent naval explorations in the region, Hikmahanto said Indonesia’s real concerns were with Australian border patrol boats encroaching into Indonesian waters. The Australian government’s much-criticized hard-line stance against asylum seekers has seen its navy repeatedly breach Indonesian waters.

“It’s difficult to say if China broke laws, but the Australians have breached Indonesian territorial waters. The Indonesian government would want to hold multilateral talks to resolve this issue. I think that any issue that has to do with the asylum issue is a bilateral issue between Australia and Indonesia,” Hikmahanto said.


  ♞ The Jakarta Post  

Wujudkan Roket Anak Negeri RX-550, Lapan Gandeng Ukraina

http://jakartagreater.com/wp-content/uploads/2012/05/RX-550.jpgJakarta Indonesia punya ambisi besar dalam bidang antariksa: bisa membawa satelit buatan sendiri ke luar angkasa dengan menggunakan roket karya anak negeri. Tak lagi harus 'digendong' wahana peluncur satelit milik asing yang menuntut bayaran mahal.

Untuk itulah, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) terus mengembangkan teknologi roket. Jika ini berhasil dikuasai, ke depan, bukan tak mungkin Indonesia mampu membuat peluru kendali jarak jauh atau rudal balistik sebagai bagian dari sistem pertahanan udara nasional.

Lebih dari itu, Indonesia akan bisa menyejajarkan diri dengan negara lain yang sudah lebih dulu menembus belantara angkasa: Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Jepang, China, Korea Selatan, bahkan India -- negara berkembang yang baru-baru ini meluncurkan satelit Mars Orbiter Mission (MOM) ke Planet Merah.

Lapan terus mengembangkan roket RX-550, yang memiliki diameter 550 mm -- setelah keberhasilan uji coba sejumlah roket dengan ukuran lebih kecil, termasuk RX-420 dan RX-320.

Namun, membangun sendiri teknologi roket peluncur satelit dari nol, bukan perkara gampang. RX-550 masih bergulat dengan serangkaian uji statis karena berbagai kendala yang muncul belum terselesaikan.

Apapun, Lapan tetap optimistis mampu menerbangkan roket RX-550 -- setelah sebelumnya mengalami kendala pada tabung motor dan nosel.

Tahun ini LAPAN menjadwalkan kembali uji statis roket RX-550. "Tabung sudah diubah, produksi tabung motor tahun ini. Kita jadwalkan kembali tahun ini untuk uji statisnya," kata Rika Andiarti, Kapusroket Lapan kepada Liputan6.com.

Kali ini Lapan menggandeng Ukraina dalam pengembangan nosel roket termasuk di dalamnya kesepakatan untuk proses alih teknologi.

"Kita telah kerjasama dengan ukraina sejak tahun 2012. Untuk desain RX-550 terbaru murni dari kita, Ukraina membantu dalam pengembangan lainnya. Untuk uji statis direncanakan pada semester 2. Sementara kita gunakan roket lebih kecil seperti RX-250, 320 atau 420," tutur wanita berjilbab itu.

Ambisi Besar Berdana Minim

Selain masalah teknis, kendala lain yang dihadapi Lapan adalah anggaran yang minim. Mimpi dan ambisi besar -- membuat roket yang diharapkan bisa membantu program peluncuran roket pengorbit satelit (RPS) atau menjadi roket pertahanan -- dilakukan dengan dana seadanya.

Program riset, Research and Development (R&D) pun menggunakan fasilitas dan alat seadanya. "Dari anggaran belum maksimal untuk R&D-nya mas. Banyak alat-alat yan harus diganti, tapi tetap digunakan. Ada beberapa peralatan yang harganya cukup mahal. Syukurlah kita banyak belajar dengan alat-alat yang lengkap di Ukraina," imbuh Rika.

RX-550 adalah roket berdiameter 550 m dengan panjang 6 meter dan merupakan penyempurnaan dari beberapa roket Lapan sebelumnya yaitu RX-420. Roket ini dapat berfungsi sebagai roket pendorong (boster) utama roket pengorbit satelit.

Roket RX-550 berbahan bakar hydroxyl toluen poly butadiene (HPTB) ini berdaya jangkau diatas 200 km dan ketinggian terbang bisa mencapai 150 km.

Dana yang dikeluarkan untuk proyek pembangunan roket RX-550 ini adalah sebesar Rp 5 miliar.

"Apakah akan digunakan untuk pertahanan negara atau pengorbit satelit, kita belum tahu. Karena fokus kita untuk keberhasilan roket karya anak bangsa ini," tutup Rika.

Sebelumnya pada 29 September 2012 silam Lapan melakukan uji statis roket RX-550 di yang dilakukan di stasiun pengamatan Dirgantara Lapan, Pameungpeuk, Garut mengalami masalah. Masalah terjadi pada desain struktur nosel yang tidak kuat menahan tingginya suhu pembakaran yang berakibat lepasnya material nosel roket sebelum pembakaran propelan.

Lapan pun langsung melakukan evaluasi dengan mengubah desain struktur nosel roket. (Ein)


  ♞ Liputan 6  

TNI chief to visit China, may meet Xi Jinping

http://statik.tempo.co/data/2013/05/23/id_186806/186806_620.jpgJakarta Amid heightening tensions between Indonesia and its immediate neighbors, Indonesian Military (TNI) chief Gen. Moeldoko is slated to visit China next week in a journey that might include a meeting with Chinese President Xi Jinping.

Moeldoko told The Jakarta Post that he was scheduled to meet Chinese National Defense Minister Gen. Chang Wanquan and People’s Liberation Army (PLA) chief of general staff Gen. Fang Fenghui.

He added that a meeting with Xi, who is also chairman of the Communist Party of China’s Central Military Commission, was in the process of being arranged but had not yet been confirmed.

“Our grand topic will be how to develop military cooperation between our countries,” he said.

Moeldoko, who will depart on Sunday evening and return Friday, said Indonesia was eyeing China’s robust military industry as a potential future partner.

He added that the TNI, for example, could discuss and use Chinese weapons to complete its arsenal.

Also on the list were efforts to create stability in the South China Sea. Moeldoko stressed the need to reach a favorable situation for everyone in the region.

China is claiming most of the South China Sea pitting itself against other claimants: Brunei, China, Malaysia, the Philippines, Vietnam and Taiwan. China also claims parts of Indonesia’s Natuna Islands.

Commenting on the planned visit, international affairs scholar Yeremia Lalisang said Indonesia should consider each step carefully since Indonesia was respected in the region and had played role as an honest broker in the South China Sea row.

He said that other countries could interpret the visit as Jakarta forging an alliance with Beijing.

“With its current position, such a visit will not be seen [by other countries] as ‘business as usual’,” he said.

“Since Indonesia allowed Chinese warships to pass through its waters after a military exercise near Australia, the visit will be interpreted as further evidence of Jakarta and Beijing’s closeness.”

Closer China-Indoneia military ties is seen as a possible threat to the interests of the US and its allies, such as Australia and the Philippines.

Therefore, Jakarta should carefully consider the implications of the visit, Yeremia told the Post.

Meanwhile, University of Indonesia international affairs expert Edy Prasetyono said the visit should not be seen as a threat by other ASEAN countries.

“Instead, Indonesia is in a position to assure China that it cannot always be in conflict with other ASEAN countries over the South China Sea issue: It will not be beneficial for China,” he said.

“If China wants to be a superpower, it should realize that its interests are supposed to be global and the South China Sea issue is only part of it. There is no use being confrontational.”

Edy also said that it was about time Indonesia formulated its relationship with China, saying both countries could be the region’s pillars, together with India and Australia.”

He also called on the TNI to delve deeper in the potential defense industry cooperation with China.


DPR Setujui Perjanjian Internasional Penanggulangan Terorisme Nuklir

Komisi I DPR menyetujui perjanjian International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism. DPR meluluskan permintaan pemerintah untuk meratifikasi perjanjian tersebut.

Jakarta
Komisi I DPR setuju meratifikasi perjanjian International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism atau Konvensi internasional tentang Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir.

Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, fraksi-fraksi di DPR umumnya sepakat mengusung RUU tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.

"Rencananya, Selasa depan ( 25/2) kita usulkan dibawa dalam sidang paripurna untuk persetujuan tingkat II atau disahkan menjadi UU. Dengan demikian, Indonesia resmi bergabung dengan negara lain yang lebih dahulu meratifikasi perjanjian ini," ujar Agus Gumiwang di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/2).

Menurut Agus, ratifikasi ini merupakan komitmen negara untuk melindungi rakyat terhadap bahaya nuklir, radioaktif, dan uranium dari serangan kelompok teroris bersenjatakan nuklir. Ini juga komitmen Indonesia mewujudkan perdamaian dunia.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri meminta dukungan Komisi I DPR untuk mencegah kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif dengan segera meratifikasi perjanjian International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism.

Permintaan Izin Kepemilikan Bahan Nuklir Terus Meningkat

Pemerintah mencatat, permintaan izin kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif terus meningkat. Sebab itulah, pemerintah mendorong DPR meratifikasi konvensi soal penanggulangan terorisme nuklir guna menghindari penyalahgunaan zat itu.

Pemerintah bernapas lega setelah DPR menyetujui ratifikasi Konvensi Internasional Penanggulangan Tindakan Terorisme Nuklir (International Convention for the Suppression of Act of Nuclear Terrorism), Rabu (19/2).

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, ratifikasi itu sejalan merupakan wujud komitmen Indonesia untuk melaksanakan ketertiban dunia sesuai amanat Pembukaan UUD 1945. Persetujuan DPR itu melengkapi upaya Indonesia menjadi pelopor perumusan traktat kawasan bebas senjata nuklir di Asia Tenggara. Selanjutnya, pemerintah akan membuat aturan pelaksanaannya.

"Sebagai anggota PBB dan bagian masyarakat internasional, Indonesia mesti turut menanggulangi terorisme nuklir, termasuk mencegah kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif secara tidak sah," kata Marty Natalegawa di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/2).

Menurut Marty, ratifikasi itu perlu untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan bahan dan teknologi nuklir, termasuk zat radioaktfif, oleh pihak tak bertanggung jawab. Indonesia sebagai negara kepulauan terbilang rentan menjadi lalu lintas pergerakan bahan nuklir dan radioaktif.

"Karena itu, dibutuhkan pengaturan dan pengawasan ketat agar Indonesia tak mudah dijadikan target dari terorisme nuklir," katanya.

Indonesia juga perlu meratifikasi perjanjian itu karena potensi ekonomi dalam bahan nuklir dan radioaktif dapat dimanfaatkan untuk sektor industri, penelitian, kesehatan, dan tujuan lainnya yang bersifat damai.

Marty mengungkapkan, belakangan terjadi peningkatan permohonan izin untuk penggunaan zat radioaktif. Dari semula terdapat 3.964 izin bagi 822 instansi pada 2002, kini meningkat jadi 11.174 untuk 2.063 instansi pada 2013. Angka ini bakal terus bertambah seiring tumbuhnya perekonomian.

"Peningkatan izin kepemilikan bahan nuklir dan zat radioaktif bagi industri membuat pemerintah merasa perlu untuk mengatur soal nuklir secara komprehensif," katanya.


  ♞ Jurnamen  

Kisah Penawaran Alat Tempur AS

http://www.shephardmedia.com/static/images/article/ah6406.jpgBalikpapan Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Purn. Pramono Edhie Wibowo kembali membantah kabar pencekalan dirinya ke Amerika Serikat. Sebaliknya, saat berkunjung ke Hawaii, AS beberapa waktu lalu, Pramono justru ditawari berbagai alat sistem persenjataan utama (alutsista) yang dimiliki militer Negeri Paman Sam itu. Kisah ini dia sampaikan saat berbincang di Hotel Gran Senyiur, Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (21/2/2014) malam.

Ia menuturkan pada tahun 2012, dirinya diundang ke Pangkalan Komando Militer Amerika Serikat, US Asia Pacific Command (USPACOM), Hawaii, AS. Saat itu, katanya, dia disambut oleh para perwira tinggi AS, baik berbintang tiga maupun empat.

Mantan Komandan Jenderal Kopassus itu mengatakan para perwira tinggi AS menyebut kunjungan itu sebagai hal yang luar biasa. "Itu karena untuk pertama kalinya seorang jenderal bintang empat dari Indonesia datang ke Amerika," kata dia.

Saat pertemuan, Pramono mengaku dirinya didatangi salah satu perwira bintang empat. Perwira itu mengatakan kepadanya bahwa ada dua utusan dari Washington yang hendak bertemu dengannya. "Saya kaget juga. Waduh jangan-jangan ini mau ngecek saya," ucap adik ipar presiden SBY itu.

Ternyata, Pramono diundang untuk perjamuan bersama dengan Kongres AS dan Presiden Obama. Tak hanya itu, dua utusan itu juga menawarkan alutsista milik AS, yaitu heli serang Apache AH-64. Pramono mengatakan, Indonesia akhirnya menyanggupi pembelian delapan unit. Saat ini, delapan unit heli yang memakan biaya sekitar Rp 3 triliun tersebut sedang dalam proses pembuatan dan segera dikirim dan digunakan TNI-AD.

Selain itu, Pramono juga mengaku ditawari heli Chinook CH-47 untuk keperluan logistik, termasuk dikerahkan pasca bencana. Dia mengaku kagum dengan kecanggihan Chinnok yang digerakkan secara otomatis (autopilot). "Tapi karena masalah anggaran, kita tidak membelinya," ucapnya.

Pramono mengatakan, pembelian alutsista dari AS tak berarti Indonesia tergantung kepada negara itu. Apabila Indonesia kembali diembargo oleh AS, kata Pramono, Indonesia bisa membeli dari negara-negara saingan AS, seperti China dan Rusia.


  ♞ Kompas  

Mantan KSAD Menanggapi Polemik KRI Usman-Harun

http://statik.tempo.co/data/2014/01/08/id_252874/252874_275.jpgJakarta Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD), Jenderal (Purn) Pramono Edhie Wibowo jadi salah seorang yang geram menyusul protes Singapura soal nama KRI Usman-Harun. Negara Singapura, menurut Pramono, dinilai tidak menampilkan sikap terpuji sebagai negara bertetangga yang semestinya saling menghormati urusan dalam negeri masing masing. "Singapura macam-macam, kita kencingi saja mereka," ajak Pramono, saat di Balikpapan, Jumat 21 Februari 2014.

Pramono mengatakan, pemberian nama KRI Usman-Harun jadi kewenangan dalam negeri Indonesia. Pemerintah sudah menetapkan KKO Usman dan Harun menjadi pahlawan yang gugur saat melaksanakan tugas di medan perang. "Keduanya berangkat setelah mendapatkan surat perintah dari negara. Artinya mereka melaksanakan tugas negara dan bukan teroris," tegasnya.

Protes Singapura ini, menurut Edhie adalah suatu bentuk intervensi atas suatu negara lain yang berdaulat. Pemerintah Indonesia juga tidak terlalu emosional saat Singapura tidak kunjung memulangkan para koruptor BLBI yang diduga bersembunyi di negara itu. "Indonesia ubah nama KRI Usman-Harun, tapi kembalikan juga buronan BLBI," paparnya.

Edhie meminta pemerintah agar mengabaikan keberatan Singapura ini yang sudah dilayangkan ke Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dalam hubungan dua negara bertetangga, dia berpendapat Indonesia punya nilai tawar yang lebih besar dibandingkan Singapura.

"Mereka larang kapal Usman-Harun, Indonesia juga bisa melarang kapal mereka lewat di perairan Indonesia. Mereka tidak jual BBM lagi, kita juga tidak usah beli lagi dari mereka."

Namun, Edhie mengatakan, konflik Singapura-Indonesia harus diselesaikan secara beradab. Menurutnya masing masing negara harus belajar untuk saling menghormati urusan dalam negeri negara lain. "Diselesaikan secara diplomasi, meskipun saya mantan tentara, perang adalah pilihan terakhir," ujarnya.

Pramono Edhie Wibowo merupakan salah satu peserta konvensi capres Partai Demokrat. Dia merupakan capres yang akan mengklaim akan bertindak tegas saat menyikapi permasalahan dalam maupun luar negeri Indonesia.


  ♞ Tempo  

Mengenal Pesawat Pengintai Milik TNI AU dan TNI AL

Kita lebih banyak mengenal arsenal militer dalam bentuk mesin penghancur yang sangar dan mematikan.

Padahal dalam sebuah proses pertempuran, banyak faktor lain yang juga diperlukan.

Sebut saja unsur angkut untuk mobilitas pasukan dan unsur patroli pengintai untuk kepentingan intelijen. Untuk keperluan intelijen strategis, TNI pun memilikinya. Pesawat patroli pengintai juga dioperasikan oleh garda negara ini.

Kehadiran pesawat pengintai dibutuhkan untuk memperpanjang jangkauan pengawasan. Negara seperti Amerika Serikat punya banyak tipe pesawat patroli pengintai seperti ini. Sebut saja E-3 Sentry, E-2 Hawkeye, dan yang terbaru P-8 Poseidon.

Negara-negara sekitar Indonesia pun mengoperasikan pesawat patroli pengintai yang modern. Sebut saja Australia mengoperasikan Boeing 737 Wedgetail dan P-3 Orion, Singapura mengoperasikan E-2 Hawkeye, Thailand mengoperasikan Saab 2000 Erieye dan Malaysia yang mengoperasikan Beechcraft B200T.

Bagaimana dengan Indonesia? TNI AU maupun TNI AL pun mengoperasikan pesawat-pesawat pengintai. Kecanggihannya pun cukup baik untuk mendeteksi adanya ancaman yang masuk teritorial Republik ini. Apa saja pesawat itu? Mari kita simak seperti dikutip dari berbagai sumber :

I. TNI AU


1. Boeing 737 Surveiller SIP (Surveillence Improvement Program)


Ini adalah tipe pesawat jet yang dioperasikan TNI AU sejak tahun 1982. Pesawat ini menggendong berbagai sensor dan peralatan pengendus yang cukup mumpuni, pesawat ini sudah mengalami upgrading sistem.

Pesawat ini dilengkapi Mission Consoles yang terdiri atas konsol SLAMMR (Side Looking Airborne Modular Multimission Radar) yang mampu mendeteksi sasaran di samping pesawat sejauh 100 nautical miles (NM) atau sekitar 180 kilometer, konsol Search Radar, konsol Mission Commander dan konsol Navigation Communication.

Pesawat ini dilengkapi 2 radar yaitu Radar FB (M) buatan Bendix, AS yang berfungsi mendeteksi target permukaan sejauh 300 NM atau sekitar 550 kilometer serta APS-504 (V) Airborne Radar System buatan Litton System, Kanada yang berfungsi mendeteksi sasaran permukaan sejauh 200 NM atau sekitar 370 kilometer.

Piranti lainnya adalah GPS (Global Positioning System) Litton dan IFF(Identification Friend of Foe) Interrogator. Boeing 737 Surveiller ini juga dilengkapi kamera berkemampuan optic zoom 20x dengan focus length 200 milimeter, FLIR (Forward Looking Infra Red) dengan zoom 22,5x memiliki focus length 20-450 milimeter dilengkapi autotrack video, laser pointer, image video processor, dan GPS.

Kamera ini bisa merekam target dan mencetaknya. TNI AU mengoperasikan 3 pesawat dan ditempatkan di Skadron Udara 5 Pangkalan Udara (lanud) Hasanuddin, Makassar.


2. CN235-220 MPA (Maritime Patrol Aircraft)


Pengintai ini berbasis pesawat CN235 produksi PT. Dirgantara Indonesia (PTDI). Seabrek peralatan elektronika memenuhi pesawat ini yang terdiri atas Tactical Computer System (TCS) buatan Thales, Prancis.

TCS mengintegrasikan berbagai sensor dan radar seperti Search Radar, IFF Interrogator, FLIR/TV, Electronic Support Measures (ESM), data recorder, dan printer. TCS ini terdiri atas 2 kontrol yaitu Tactical Commander Station dan Sensor Operation Station.

Radar nya sendiri adalah Ocean Master 100 yang berdaya jangkau 200 NM atau sekitar 360 kilometer dan mampu melakukan scanning 100 target sekaligus. Peralatan pendukung lainnya adalah kamera Nikon F4 yang terkoneksi dengan TCS dan Data Handling System yang terdiri atas Mission Data Loader and Recorder (MDLR) dan color printer untuk mencetak jepretan kamera.

TNI AU baru mengoperasikan 1 unit pesawat ini dan akan menerima 2 unit lagi dalam waktu dekat. CN235-220 MPA akan ditempatkan di Lanud Soewondo, Medan.


3. UAV (Unmanned Aerial Vehicle) Heron dan Wulung



UAV adalah pesawat pengintai yang tidak berawak dan dioperasikan secara remote. TNI AU rencananya akan mengoperasikan pesawat tanpa awak mulai tahun 2014 ini. Skadron UAV TNI AU ini akan diperkuat pesawat tipe Heron dan Wulung.

Heron adalah pesawat pengintai canggih tanpa awak buatan Israel sementara Wulung adalah pesawat intai yang dibuat oleh Indonesia. Heron dapat terbang sejauh 350 km dan mampu terbang terus menerus hingga 52 jam.

Dengan kecepatan maksimum 207 km/jam, Heron dengan ketinggian terbang hingga 10.000 meter memang layak menjadi spy plane. Rencananya, TNI AU akan membeli 4 unit Heron Sedangkan Wulung dibangun oleh PT. Dirgantara Indonesia (PTDI), LEN (Lembaga Elektronika Nasional), dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).


Dalam proyek Wulung, PTDI bertanggung jawab atas produksi pesawat dan Lembaga Elektronika Nasional (LEN) yang mengerjakan sistem komunikasi dan elektroniknya. Secara teknologi, LEN menyiapkan Wulung untuk misi pemantauan obyek permukaan, sehingga dilengkapi GPS (Global Positioning System) dan kamera intai.

Untuk sistem kendalinya, LEN juga menempatkan autopilot surveillance mode dan on board system untuk kendali terbang. Dengan jarak jelajah hingga 200 km, Wulung didukung oleh mobile ground station, sehingga data yang sedang diamati dapat terpantau secara real time.

Direncanakan Pemerintah akan membeli 8 unit Wulung di tahap awal. Heron dan Wulung akan ditempatkan di Lanud Supadio, Pontianak untuk memberi efktivitas dan efisensi dalam mengamati perbatasan.

II. TNI AL


1. CN235-220 NG MPA


TNI AL juga mengoperasikan CN235 sebagai basis pesawat patroli pengintai nya. Bedanya adalah, CN235 yang dioperasikan TNI AL menggunakan winglet di ujung sayapnya. Ini untuk mengurangi efek hambatan udara akibat penempatan radar Ocean Master 400 dan FLIR di perut pesawat.

Ini yang membedakan juga dengan tampilan CN235 MPA TNI AU. Milik angkatan udara, radar ditempatkan di hidung pesawat. Sedangkan angkatan laut menempatkan di perut. CN235 MPA TNI AL ini diisi sistem Thales AMASCOS 200 Mission, yang di dalamnya sudah terintagrasi berbagai sub sistem yang memang disiapkan untuk deteksi dan identifikasi sasaran di atas laut.

Sub sistem ini diantaranya search radar, FLIR, ESM (electronic support measures), sistem komputer taktis, anti jamming VHF/UHF, IFF (identifation friend or foe) Interrogator, kamera siang malam, serta video datalink. Sistem AMASCOS 200 ini juga diadopsi oleh CN-235 220 MPA TNI AU, hanya saja pesawat patroli maritim TNI AU menggunakan Ocean Master 100, sementara CN-235 MPA TNI AL sudah menggunakan Ocean Master 400.

Antara Ocean Master 100 dan Ocean Master 400 dibedakan dari besaran average power, yakni 100 watt untuk Ocean Master 100 dan 400 watt untuk Ocean Master 400 dimana ini berimpliksi pada jangkauan deteksi. TNI AL akan memiliki 3 unit pesawat ini dan difokuskan untuk mengawasai perairan Arafuru dan Ambalat.


2. NC212 Aviocar MPA


NC212 adalah pesawat angkut ringan buatan PT.Dirgantara Indonesia berdasarkan lisensi dari Cassa (sekarang bergabung dalam Airbus Military). Untuk varian patroli maritim, pesawat kecil ini dijejali Thales AMASCOS (Airborne Maritime Situation and Control System) yang dipadukan dengan radar Ocean Master Surveillance, jarak jangkau radar ini bisa menjangkau target sejauh 180 km.

Perangkat radar tadi dikombinasikan juga dengan Chlio FLIR (Forward Looking Infa Red) yang dapat mendeteksi sasaran sejauh 15 km. FLIR disematkan tepat dibawah moncong pesawat. Berkat adanya FLIR maka dalam kegelapan malam, pesawat dapat mendeteksi keberadaan kapal kecil yang sedang melaju dan bahkan periskop kapal selam dalam kegelapan malam dapat dipantau lewat FLIR di NC-212 200 MPA.

Dalam operasionalnya, NC-212 200 MPA diawaki oleh enam personel, terdiri dari pilot, co-pilot, satu engineer, satu operator radar, dan dua pengamat (observer). Khusus untuk pengamat, dibekali kamera Nikon dengan lensa zoom untuk mengabadikan momen penting di lautan.

Seperti halnya pesawat intai maritim dengan mesin propeller, NC-212 juga kerap terbang rendah guna mendekati obyek yang dipantau, tidak jarang pesawat terbang 100 feet (sekitar 30 meter) dari atas permukaan laut. Secara umum, NC-212 200 MPA dapat terbang non stop selama 6 jam dengan jangkauan maksimum sekitar 1.349 km.

Saat ini TNI AL memiliki 3 pesawat jenis ini.

(Angkasa, Garuda Militer, Indomiliter, Jakarta Greater)

  ● Satuharapan 

Kerja Keras Pasca Erupsi Kelud

Selepas bencana erupsi gunung Kelud di Jawa Timur, kini sejumlah pekerjaan menanti. Diantaranya membersihkan sisa abu vulkanik serta mengantisipasi terjadinya banjir lahar dingin. Untuk menyelesaikan pekerjaan ini, tak lain tak bukan, Tentara Nasional Indonesia lah yang berada di garis terdepan.



Salah satunya adalah para prajurit dari Batalyon Tank 8 Divisi 2 Kostrad TNI-AD. Sebanyak 1 SSK atau sekitar 100 orang prajurit Narasingha bergabung dengan prajurit Kostrad lainnya terjun langsung membersihkan sisa abu vulkanik erupsi gunung Kelud.

Sasaran para prajurit ini hari ini (18/02) adalah membersihkan jalan menuju PLTA Selorejo. Seperti yang kita ketahui, pembangkit listrik yang merupakan objek vital ini lumpuh total sejak gunung Kelud meletus. Lebih jauh lagi, PLTA ini juga bisa terancam terjangan banjir lahar dingin. Bukan pekerjaan mudah tentunya. Apalagi ketebalan abu vulkanik mencapai 20-30cm.



PLTA Bendungan Selorejo memiliki kapasitas 4,5 megawatt. Pascaletusan Gunung Kelud, PLTA Selarejo masih belum beroperasi. Tampak suasana PLTA yang sepi ditinggalkan karyawannya. Selain itu juga terjadi sejumlah kerusakan, diantaranya atap kantor yang ambruk akibat tidak mampu menahan abu vulkanik Gunung Kelud.



Selain membesihkan jalanan dan PLTA, Divisi 2 Kostrad juga mengerahkan 83 personil tenaga medis, dalam rangka membantu pemerintah daerah Kabupaten Malang dalam tanggap darurat bencana alam. Mereka juga membawa peralatan medis serta tenda rumah sakit lapangan 2 unit yang didirikan di lapangan sepak bola kecamatan pujon kabupaten malang. Terima kasih TNI... !!


  ♞ ARC  

[World News] Pentagon Questions Niche Vessels as Littoral Ship Debated

http://static.progressivemediagroup.com/uploads/imagelibrary/nri/naval/projects/lcs/lcs-430.jpgBy Tony Capaccio

The Pentagon’s No. 2 civilian said the U.S. Navy needs more ships with the protection and firepower to survive an advanced adversary, not just “niche platforms,” weeks after she ordered cuts in the $34 billion Littoral Combat Ship program.

Acting Deputy Defense Secretary Christine Fox’s remarks in a San Diego speech yesterday in part reflect Defense Secretary Chuck Hagel’s concerns about the ship designed for shallow coastal waters, said a defense official who asked not to be identified discussing private deliberations at the Pentagon.

Addressing the Armed Forces Communications and Electronics Association and the Naval Institute, Fox said “the threats to surface combatants continue to grow -- not just from advanced military powers, but from the proliferation of more advanced, precise anti-ship munitions around the globe. Clearly, this puts a premium on underseas capabilities -- submarines -- that can deploy and strike with relative freedom of movement.”

The Littoral Combat Ship, made in two versions by Lockheed Martin Corp. (LMT:US) and Austal Ltd. (ASB), is a lightly armed vessel intended for roles from submarine-hunting to mine-sweeping. Questions have been raised about its mounting costs and survivability in combat. Last month, Fox directed the Navy to truncate the program to 32 ships after 2019 rather than the 52 previously planned by 2026.

While Fox didn’t mention the ship by name in her speech, her comment about “niche platforms that can conduct a certain mission in a permissive environment” could be “read as a confirmation of her views” on it, Byron Callan, a defense analyst with Washington-based Capital Alpha Partners LLC, said in an e-mail.

Not Survivable

Michael Gilmore, the Pentagon’s director of operational testing, has written that the Littoral Combat Ship “is not expected to be survivable in high-intensity combat” because its designs don’t include features “necessary to conduct sustained combat operations in a major conflict as expected for the Navy’s other surface combatants.” The Navy has acknowledged the vessels are being built to the service’s lowest level of survivability, a Pentagon-approved decision that sought to balance cost and performance.

Mackenzie Eaglen, a defense analyst at the American Enterprise Institute, a Washington public policy organization, said what’s interesting is that Fox offered her rationale now, before the presentation next month of the Pentagon’s proposed fiscal 2015 budget and before she’s replaced by Robert Work, President Barack Obama’s nominee for deputy secretary.

LCS Supporter

Work, who was an active supporter of the Littoral Combat Ship when he was Navy undersecretary, faces a nomination hearing by the Senate Armed Services Committee on Feb. 13.

Fox is “making a point of saying, yes, presence is important, but presence with ships that aren’t survivable or capable isn’t the kind of presence we need,” said Todd Harrison, a defense analyst with the Washington-based Center for Strategic and Budgetary Assessments.

Her emphasis on “the survivability of our battle fleet” may bolster submarine builders Huntington Ingalls Industries Inc. (HII:US) and General Dynamics Corp. (GD:US), as well as Raytheon Co. (RTN:US), the maker of the sub-launched Tomahawk cruise missile and surface ship self-defense systems.

Fox also warned against the “natural tendency to hang on to combat forces at the expense of enablers,” such as electronic warfare and other countermeasures.

“In many respects the U.S. Navy has been so dominant for so long at sea that I worry we never really embraced these solutions,” she said. “The time to start investing in the next generation of electronic warfare is now.”

Northrop Grumman Corp. (NOC:US) and BAE Systems Plc (BAESY:US) are leading makers of electronic combat gear. Boeing Co. is building the Navy’s newest electronics-jamming aircraft.


  ♞ Businessweek  

Jumat, 21 Februari 2014

TNI Grebek Lokasi Pelatihan Militer Yon Serna Tri Kora

Cianjur Tim Gabungan TNI menggerebek lokasi latihan militer sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai Batalyon Serbaguna (Yon Serna) Tri Kora, di Cianjur, Jawa Barat, Jumat (21/2/2014).

Penggerebekan tersebut, diungkapkan Pasi Intel Kodim 0608 Cianjur Kapten Inf Edi Surono, melalui Bati (Bintara Tinggi) Intel Kodim 0608 Cianjur, Peltu Mamad, di Markas Kodim 0608 Cianjur, Jalan Siliwangi, Jumat (21/2) sore.

Mamad mengatakan, berdasarkan penelusuran yang dilakukan tim gabungan, Yon Serna Trikora diketahui sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bermarkas di Jakarta.

"Tapi ketika kami konfirmasi, LSM di Cianjur ini bukan bagian dari yang ada di Jakarta. Setelah kami cek, legalitas yang mereka miliki juga janggal," ujar Mamad.

Tim gabungan tersebut beranggkotakan Den Intel Kodam III Siliwangi, Tim Intel Korem 061/Suryakencana Bogor, Unit Intel Kodim 0608 Cianjur, dan Sub Denpom III/I-1 Cianjur.

Mereka menggerebek lokasi yang diduga menjadi tempat latihan militer di RT 4/2 Kampung Babakan, Desa Sukarama, Kecamatan Bojongpicung.

Dari hasil penggerebekan itu, berhasil disita sejumlah peralatan militer yang biasa digunakan TNI AD dan sejumlah data yang berkaitan dengan organisasi kemiliteran.


Latihan Militer Kelompok Yon Serna Tri Kora Resahkan Warga Cianjur

Sejumlah orang yang menamakan dirinya Batalyon Serbaguna (Yon Serna) Tri Kora dan melakukan latihan militer ilegal di Cianjur, terungkap karena laporan warga setempat.

Yon Serna Tri Kora, berlatih ala militer di Kampung Babakan, Desa Sukarama, Kecamatan Bojongpicung. Kegiatan mereka, dilaporkan warga karena dirasa meresahkan.

Pasi Intel Kodim 0608 Cianjur Kapten Inf Edi Surono, melalui Bati (Bintara Tinggi) Intel Kodim 0608 Cianjur, Peltu Mamad, mengatakan kegiatan kelompok yang beranggotakan sekitar 20 orang itu kerap menggunakan seragam TNI AD lengkap.

Mereka, menggunakan atribut TNI mulai dari kepala hingga kakinya dalam kegiatan sehari-hari.

"Mereka juga melakukan pelatihan baris berbaris (PBB). Sebetulnya, kami tidak ingin melarang kegiatan LSM. Tapi LSM juga harus jelas dan jangan menggunakan pakaian dan embel-embel TNI. Dikhawatirkan nanti justru ada kearogansian dan disalahgunakan," ujar Mamad, ketika ditemui wartawan di Markas Kodim 0608 Cianjur, Jalan Siliwangi, Jumat (21/2/2014).

Mamad menambahkan, penggerebekan yang dilakukan itu juga didasari rasa kekhawatiran warga terkait dengan aksi terorisme.

Karena itu, pihaknya terus melakukan pemantauan secara khusus dan melakukan kordinasi dengan Polres Cianjur untuk pengusutan lebih lanjut.

"Informasi yang kami dapat sementara kegiatan mereka lebih ke arah negatif. Contohnya seperti merebut tanah orang dan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri," ujar Mamad.

Sebelumnya diberitakan, Tim Gabungan TNI menggerebek lokasi latihan militer sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai Yon Serna Tri Kora, di Cianjur, Jawa Barat, Jumat (21/2/2014).


  ♞ Tribunnews  

Rawan Ancaman, Indonesia Perkuat Batas Laut

Jakarta Indonesia merupakan negara dengan batas wilayah perairan laut yang sangat luas dan strategis. Oleh sebab itu, Indonesia rawan terhadap gangguan keamanan di sejumlah batas kelautannya.

Hal tersebut diakui oleh, Laksamana (Purn) TNI Sumarjono. Menurutnya, Indonesia memiliki lima Choke Point strategis yang menjadi penentu perdagangan di seluruh dunia, melalui jalur laut dari sembilan Choke Point yang ada di seluruh dunia.

"Indonesia memiliki lima Choke Point dari sembilan Choke Point di seluruh dunia. Artinya, Indonesia sangat strategis di bidang perdagangan," ucap Sumarjono, di Jakarta, Rabu (19/2/2014).

Karena hal tersebut, wilayah batas perairan laut Indonesia harus memiliki pertahanan yang kuat, agar tidak diambil oleh negara lain. Menurut Sumarjono, untuk memperkuat pertahanan batas perairan laut Indonesia, harus dengan memperkuat alutsista.

"Untuk itu tentunya kita memerlukan suatu alutsista untuk melaksanakan pengamanan wilayah tersebut," tukas Sumarjono.


  ♞ Okezone  

Soal Penanggulangan Aksi Teror, Brazil Ingin Belajar dari RI

Kunjungan BNPTJakarta Hubungan bilateral RI-Brazil semakin diperkokoh dengan kesepakatan kedua belah pihak untuk bekerjasama di bidang pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme. Hal itu diungkapkan oleh pihak Brazil pada saat berlangsungnya pertemuan antara Direktur Penanggulangan Aksi Terorisme, Mr. Luiz Alberto Santos Sallaberry dengan Delegasi BNPT yang dipimpin oleh Brigjen Drs. Rudy Sufahriadi (18/02).

Pada pertemuan yang berlangsung di Kantor Agencia Brasileira de Intelegencia (ABIN), Pimpinan Delegasi BNPT menjelaskan mengenai berbagai aksi terorisme yang terjadi di tanah air, modus operandinya serta pencegahannya antara lain melalui kerjasama internasional.

Pimpinan Delegasi Indonesia juga menyampaikan keberhasilan kerjasama yang dijalin BNPT dengan badan-badan intelejen Rusia, China dan beberapa negara lainnya yang sangat dihargai oleh pihak mitra kerja.

“Kami telah berhasil menyelenggarakan dan mengamankan Konperensi Rio+20, Piala Konfederasi dan Kunjungan Sri Paus ke Brazil sepanjang tahun 2012 dan 2013”, kata Mr. Sallasberry.

Namun, lanjutnya, untuk dua event besar Piala Dunia dan Olimpiade, kami harus banyak belajar dari Indonesia dalam hal kemungkinan munculnya aksi terorisme.

Pihak Brazil sangat mengharapkan bantuan Indonesia dalam pengidentifikasian berbagai kelompok teroris yang bisa mengancam penyelenggaraan events olah raga besar tersebut.

"Kami sangat mengharapkan adanya kerja sama pertukaran informasi mengenai berbagai kelompok teroris termasuk yang menggunakan kedok agama di balik aksi mereka", jelas Sallasbery.


  ♞ Kemlu  

Kroasia Jajaki Kerjasama Pertahanan

Jakarta Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kamis (20/2), menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Republik Kroasia untuk Indonesia YM Mr Drazen Margeta di Kemhan, Jakarta.

Kedatangannya menemui Menhan adalah untuk membicarakan kemungkinan MoU di bidang kerjasama pertahanan antara kedua negara. Hubungan diplomasi kedua negara sebenarnya telah terjalin sejak lama namun belum spesifik pada kerjasama pertahanan.

Kerena itulah, Dubes Kroasia berharap, kedua negara dapat segera menyusun MoU kerjasama pertahanan yang dapat mempererat hubungan kerjasama kedua negara. Menhan mengatakan akan mempelajari draft MoU kerjasama pertahanan yang ditawarkan oleh Kroasia terlebih dahulu.

Menhan Purnomo Yusgiantoro juga nenekankan pentingnya dirancang MoU kerjasama pertahanan kedua negara. Mengingat sejarah panjang hubungan diplomasi kedua negara. Dubes Kroasia berharap hubungan kerjasama pertahanan ini dapat diawali dengan kunjungan Presiden Kroasia ke Indonesia, dan kunjungan Menhan RI ke Kroasia.

Kerjasama pertahanan ini diharapkan dapat digali terutama di bidang industri pertahanan. Menhan juga akan membicarakan dengan pengguna alutsista dalam hal ini TNI mengenai kemungkinan-kemungkinan kerjasama ini terlebih dahulu.


  ♞ DMC  

Pangarmatim Lepas KRI Frans Kaisiepo-368 Ke Lebanon


Surabaya Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Agung Pramono, S.H., M.Hum melepas keberangkatan KRI Frans Kaisiepo (FKO)-368 menuju perairan Lebanon yang ikut andil dalam Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/UNIFIL (United Nation Interm Force In Lebanon) 2014 di dermaga, Koarmatim, Ujung, Surabaya, Jum’at (21/2).

Sebelum menuju ke Lebanon, Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F / UNIFIL 2014 akan menuju Kolinlamil Jakarta untuk melaksanakan persiapan terakhir, gelar pasukan dan kelengkapan, Inspeksi Asops Panglima TNI, serta paparan kesiapan KRI FKO–368 dan pada tanggal 28 Februari akan dilaksanakan upacara pemberangkatan oleh Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko beserta Kepala Staf Angkatan dan pejabat teras TNI lainnya di dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok Jakarta Utara.

Pelepasan KRI FKO-368 di Koarmatim ini dihadiri Kepala Staf Koarmatim Laksamana Pertama TNI Siwi Sukma Adji, Komandan Guspurlatim Laksamana Pertama TNI Aan Kurnia, S.Sos serta pemimpin Kotama TNI AL Surabaya, para Komandan Satuan dan Kasatker Koarmatim serta ibu-ibu Pengurus Daerah Jalasenastri Armatim dan keluarga prajurit KRI FKO-368.

KRI Frans Kaisiepo-368 ini nantinya bertujuan untuk mengemban misi perdamaian dunia sesuai mandat Dewan Keamanan PBB Nomor 1701, yang akan bergabung dengan kapal perang angkatan laut negara lainnya yang tergabung dalam Gugus Tugas Maritim (Maritime Task Force/MTF) di wilayah perairan Lebanon. Misi ini adalah untuk kedua kalinya yang diemban oleh KRI FKO-368 setelah sukses menjalankan misi yang sama pada tahun 2010 lalu.

Kapal perang ini rencananya akan bertugas selama 10 bulan, dengan rincian 2 bulan pelayaran berangkat dan pulang serta 8 bulan berada di Area of Maritime Operations Lebanon. Rute yang dilewati selama pelayaran menuju Lebanon, yaitu Surabaya-Jakarta-Belawan-Colombo-Salalah-Port Said dan Beirut.

KRI Frans Kaisiepo-368 dikomandani Letkol Laut (P) Ade Nanno Suwardi sekaligus sebagai Komandan Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-F/UNIFIL dalam tugasnya nanti akan membawa 1 buah helikopter BO-105 dari Puspenerbal Juanda.

Satgas terdiri dari 100 prajurit, dengan rincian 88 prajurit awak kapal perang, pilot dan kru Heli sebanyak 7 orang, perwira kesehatan (dokter), Kopaska, Penyelam, perwira intelijen dan perwira penerangan masing-masing satu orang. (Dispenarmatim).



  ♞ Koarmatim  

Polemik Kasus KRI Usman Harun Menumbuhkan Nasionalisme

KRI Usman-Harun (Gombal Jaya)
Jakarta Pemberian nama KRI Usman Harun hingga saat ini masih menjadi polemik antara Indonesia dan Singapura.

Negeri itu menganggap pemberian nama tersebut dinilai kontroversial.

Anggota Komisi I DPR RI Kol (Purn) Guntur Sasono mengatakan perseteruan kecil sebenarnya wajar dan justru diperlukan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme di dalam diri masyarakat Indonesia.

Lebih jauh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) periode 2009-2014 mengingatkan, masyarakat Indonesia juga jangan lupa, Indonesia adalah negara terbesar di ASEAN.

“Kalau negara besar seperti Indonesia lantas langsung emosi hanya karena masalah kecil, mau jadi apa negara kita. Apakah akan jadi kancah peperangan dan perseteruan seperti yang terjadi di Timur Tengah? Kan tidak pantas,” jelas pria kelahiran Madiun, 2 Juli 1946 yang kini duduk di Komisi I yang membidangi soal Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi.

Akan tetapi, lanjut Guntur, sebenarnya bila harus terjadi perseteruan yang berujung kepada peperangan, bukan masalah karena Indonesia memiliki persenjataan yang jauh lebih besar dibanding Singapura.

“Tapi Indonesia kan negara cinta damai. Indonesia saat ini merupakan negara besar yang sistem demokrasinya sangat dihargai dunia.

Kalau masalah seperti ini bisa diselesaikan dengan cara baik-baik, tidak perlu harus ada perseteruan,” ujar Guntur yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Rahasia Negara dari Fraksi Partai Demokrat DPR. Guntur menegaskan, masyarakat Indonesia sebaiknya tidak terpancing dengan hal-hal yang akan merusak citra Indonesia di mata dunia.

“Bapak presiden sudah melakukan langkah yang benar dengan melakukan diplomasi damai, bukan dengan kekerasan. Kita perlu apresiasi. Kalau berhasil, nama Indonesia akan harum di mata dunia. Harga diri bangsa di atas segalanya, kemerdekaan adalah segalanya, nasionalisme juga di atas segalanya. Kita boleh berseteru dengan bangsa lain, tapi Indonesia adalah negara cinta damai,” ujarnya.

Guntur mengatakan, pemberian nama KRI Usman Harun sudah seharusnya, mengingat Usman Harun adalah pahlawan nasional.

“Kita adalah Indonesia dan kita adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Pemberian nama itu sudah tepat,” tutup Guntur.

Senada dengan Guntur Sasono, politisi Partai Demokrat, Ulil Abshar Abdalla mengatakan pemberian nama KRI Usman Harun oleh pemerintah sudah tepat.

“Kita mengerti tentang keberatan Singapura, tetapi Singapura juga tidak punya hak untuk mengintervensi keputusan pemerintah untuk memilih nama tersebut karena sudah melalui prosedur. Untuk menyelesaikan polemik ini, harus dengan kepala dingin.

Karena masing-masing baik Indonesia maupun Singapura memiliki berbagai kepentingan. Entah itu masalah perdagangan, pendidikan, imigrasi, dan sebagainya,” papar pria yang dianggap sebagai tokoh Islam Liberal di Indonesia ini.


Asik tekan NKRI ... niscaya Indonesia lebih mandiri dan tidak perlu biro jasa ...

  ♞ Tribunnews  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...