➶ Ilustrasi ★
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat menyatakan uji coba senjata hipersonik yang dilakukan baru-baru ini gagal.
Pentagon menuturkan roket yang digunakan untuk mempercepat laju proyektil gagal meluncur sehingga uji coba peluncuran proyektil hipersonik tidak bisa dilanjutkan.
Pentagon menuturkan uji coba itu dilakukan di Kompleks Pelabuhan Antariksa Pasifik di Kodiak, Alaska, pada Kamis (21/10).
"Eksperimen dan tes, baik yang berhasil ataupun tidak, adalah upaya untuk mengembangkan teknologi yang sangat kompleks dan penting dengan kecepatan yang luar biasa, seperti yang selama ini dilakukan Kementerian (Pertahanan AS) dengan teknologi hipersonik," tutur juru bicara Pentagon, Tim Gorman seperti dikutip CNN.
AS tengah menjadikan pengembangan senjata hipersonik sebagai fokus utama, mengingat China dan Rusia juga sama-sama sedang berlomba mengembangkan program hipersonik mereka.
Pejabat Pentagon mengatakan kegagalan uji coba ini menggambarkan kemunduran AS dalam perlombaan tersebut.
Pada April lalu, AS juga turut menguji coba senjata hipersoniknya dan gagal. Saat itu, program rudal hipersonik Angkatan Udara mengalami hambatan usai gagal diluncurkan dari pesawat B-52.
AS saat ini memang berfokus mengembangkan senjata hipersonik konvensional yang diterapkan pada kapal, platform darat, dan udara.
Sementara itu, kegagalan uji coba terbaru ini berlangsung beberapa hari setelah Financial Times melaporkan bahwa China berhasil menguji kendaraan luncur hipersonik yang mampu membawa senjata nuklir.
Walaupun begitu, China membantah dan menyatakan bahwa uji tersebut merupakan bagian dari uji pesawat luar angkasa rutinnya.
"Tes ini adalah eksperimen rutin pesawat ruang angkasa (yang dilakukan) untuk memverifikasi teknologi yang dapat digunakan kembali, yang sangat penting untuk mengurangi biaya penggunaan pesawat ruang angkasa," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.
Rusia juga dikabarkan berhasil menguji coba rudal hipersonik yang diluncurkan dari kapal selam untuk pertama kalinya. Rudal ini dinamai Zircon.
Kementerian Pertahanan Rusia menyampaikan, kapal selam Severodvinsk menembakkan rudal tersebut di Laut Barents. Kabarnya, rudal itu berhasil mencapai target yang ditunjuk.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Zircon memiliki kemampuan untuk meluncur dengan kecepatan sembilan kali kecepatan suara dan memiliki jangkauan hingga seribu kilometer.
Senjata hipersonik berarti memiliki kecepatan tempuh hingga Mach 5 atau bahkan lebih cepat lagi sehingga sulit dideteksi. Senjata jenis hipersonik menimbulkan tantangan bagi sistem pertahanan rudal saat ini.
Rudal hipersonik dapat melakukan perjalanan pada lintasan yang jauh lebih rendah dari pada rudal balistik biasa yang dapat dengan mudah dideteksi. Senjata hipersonik juga dapat bermanuver dan menghindari ancaman sistem pertahanan rudal musuh.
Beberapa pakar negara Barat bahkan mengakui kombinasi kecepatan, kemampuan manuver, dan ketinggian jelajah rudal hipersonik membuat teknologi itu sulit dilacak dan dicegat.
Rudal hipersonik dapat terbang pada lintasan rendah di atmosfer dan berpotensi mencapai target dengan lebih cepat.
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat menyatakan uji coba senjata hipersonik yang dilakukan baru-baru ini gagal.
Pentagon menuturkan roket yang digunakan untuk mempercepat laju proyektil gagal meluncur sehingga uji coba peluncuran proyektil hipersonik tidak bisa dilanjutkan.
Pentagon menuturkan uji coba itu dilakukan di Kompleks Pelabuhan Antariksa Pasifik di Kodiak, Alaska, pada Kamis (21/10).
"Eksperimen dan tes, baik yang berhasil ataupun tidak, adalah upaya untuk mengembangkan teknologi yang sangat kompleks dan penting dengan kecepatan yang luar biasa, seperti yang selama ini dilakukan Kementerian (Pertahanan AS) dengan teknologi hipersonik," tutur juru bicara Pentagon, Tim Gorman seperti dikutip CNN.
AS tengah menjadikan pengembangan senjata hipersonik sebagai fokus utama, mengingat China dan Rusia juga sama-sama sedang berlomba mengembangkan program hipersonik mereka.
Pejabat Pentagon mengatakan kegagalan uji coba ini menggambarkan kemunduran AS dalam perlombaan tersebut.
Pada April lalu, AS juga turut menguji coba senjata hipersoniknya dan gagal. Saat itu, program rudal hipersonik Angkatan Udara mengalami hambatan usai gagal diluncurkan dari pesawat B-52.
AS saat ini memang berfokus mengembangkan senjata hipersonik konvensional yang diterapkan pada kapal, platform darat, dan udara.
Sementara itu, kegagalan uji coba terbaru ini berlangsung beberapa hari setelah Financial Times melaporkan bahwa China berhasil menguji kendaraan luncur hipersonik yang mampu membawa senjata nuklir.
Walaupun begitu, China membantah dan menyatakan bahwa uji tersebut merupakan bagian dari uji pesawat luar angkasa rutinnya.
"Tes ini adalah eksperimen rutin pesawat ruang angkasa (yang dilakukan) untuk memverifikasi teknologi yang dapat digunakan kembali, yang sangat penting untuk mengurangi biaya penggunaan pesawat ruang angkasa," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.
Rusia juga dikabarkan berhasil menguji coba rudal hipersonik yang diluncurkan dari kapal selam untuk pertama kalinya. Rudal ini dinamai Zircon.
Kementerian Pertahanan Rusia menyampaikan, kapal selam Severodvinsk menembakkan rudal tersebut di Laut Barents. Kabarnya, rudal itu berhasil mencapai target yang ditunjuk.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Zircon memiliki kemampuan untuk meluncur dengan kecepatan sembilan kali kecepatan suara dan memiliki jangkauan hingga seribu kilometer.
Senjata hipersonik berarti memiliki kecepatan tempuh hingga Mach 5 atau bahkan lebih cepat lagi sehingga sulit dideteksi. Senjata jenis hipersonik menimbulkan tantangan bagi sistem pertahanan rudal saat ini.
Rudal hipersonik dapat melakukan perjalanan pada lintasan yang jauh lebih rendah dari pada rudal balistik biasa yang dapat dengan mudah dideteksi. Senjata hipersonik juga dapat bermanuver dan menghindari ancaman sistem pertahanan rudal musuh.
Beberapa pakar negara Barat bahkan mengakui kombinasi kecepatan, kemampuan manuver, dan ketinggian jelajah rudal hipersonik membuat teknologi itu sulit dilacak dan dicegat.
Rudal hipersonik dapat terbang pada lintasan rendah di atmosfer dan berpotensi mencapai target dengan lebih cepat.
➶ CNN