Sabtu, 28 Desember 2013

Tank Leopard Sangat Dibutuhkan di Perbatasan Kalimantan

MBT Leopard 2A4 TNI AD (Flogger)
Banjarbaru Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VI/Mulawarman Mayjen TNI Dicky Wainal Usman mengatakan "main battle tank Leopard" sangat dibutuhkan untuk menjaga perbatasan di Kalimantan.

Pangdam Mulawarman di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sabtu, mengatakan perbatasan di Kalimantan sangat rawan, terutama terkait keamanan karena Kalimantan memiliki banyak titik perbatasan dengan wilayah Malaysia dan Singapura.

"Di perbatasan masih sering terjadi pembalakan liar, pertambangan liar dan pencurian ikan. Orang luar seperti sudah ingin caplok sekitar perbatasan kita. Dengan adanya Leopard akan membuat moril lawan jatuh," katanya saat menerima kunjungan wartawan dari Jakarta, di Markas Komando Batalyon Infanteri 623/Bhakti Wira Utama, Sungai Ulin, Kota Banjarbaru.

Menurut dia, keberadaan Leopard akan semakin memperkuat alutsista canggih yang ada di jajaran Kodam VI/Mulawarman. Saat ini, tank yang ada di Kodam merupakan tank ringan berjenis AMX dan Scorpion. "Paling tidak, satu kompi tank Leopard (delapan unit) dapat ditempatkan di Kalimantan," tuturnya.

Dalam waktu dekat ini Kodam Mulawarman akan menerima Multi Launcher Roket System (MLRS). Selain itu sudah terbentuk Skuadron Penerbad yang diperkuat 4 heli tempur dan 4 heli angkut.

Saat ini, kata Dicky, Kodam Mulawarman juga sudah menyiapkan satu batalyon kavaleri. Sebelumnya, Kodam ini hanya memiliki detasemen kavaleri.

Kodam Mulawarman juga memperbanyak pos-pos gabungan dengan Malaysia untuk menjaga perbatasan. Keberadaan pos ini untuk mempersempit upaya adanya pemindahan patok perbatasan dan untuk menghalau para pembalak yang notabene berasal dari Malaysia.

Kodam Mulawarman bertanggung jawab menjaga perbatasan di Nunukan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Dicky mengatakan daerah perbatasan itu cukup rawan. Baru-baru ini, pihaknya menangkan 11 bandar shabu-shabu."Bukti yang berhasil disita adalah 6,6 gram shabu dan uang tunai Rp2,6 miliar. Uang itu diperkirakan dari hasil transaksi shabu," katanya.

Atas temuan itu, Dicky juga melakukan operasi gabungan dengan kepolisian dan kejaksaan karena dikhawatirkan banyak narkoba masuk melalui perbatasan ini."Biasanya mereka menyamar sebagai nelayan dan memasukkan narkoba melalui jalur sungai," katanya.

  Republika 

650 Personel TNI AD di Persiapkan Untuk Perbatasan RI-PNG

http://www.tni.mil.id/mod/news/images/normal/240978fde830ffb5f007239fa8dfd420.jpgJakarta TNI Angkatan Darat sedang menyiapkan 650 personil pasukannya dari Batalyon Infanteri 623/Bhakti Wira Utama/Korem Antasari 101/Kodam VI Mulawarman dan Raider 600 Balikpapan untuk melakukan pengamanan perbatasan antara Indonesia - Papua Nugini (PNG) selama sembilan bulan.

"Sebelum melakukan tugas pengamanan perbatasan RI-PNG, seluruh personil melakukan pratugas teori dan lapangan (tempur)," kata Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Mayjen TNI Dicky Wainal Usman, di sela-sela Pembukaan Pratugas Tahap II dan Tahap III Pamtas RI-PNG, di Mako Yonif 623, Sungai Ulin, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Jumat.

Menurut dia, pasukan pengamanan perbatasan yang sedang disiapkan itu telah melakukan pratugas di hombase selama sepekan, dan dalam dua pekan ke depan seluruh pasukan yang bertugas pamtas RI-PNG akan melakukan latihan lapangan.

"Kami berharap seluruh prajurit untuk melaksanakan latihan ini dengan sungguh-sungguh, sehingga saat melaksanakan tugas dapat dilakukan dengan baik. Lebih baik mandi keringat dalam latihan dibandingkan mandi darah dalam penugasan," kata Pangdam.

Kepada seluruh prajurit yang akan diberangkatkan ke perbatasan Papua-PNG, Pangdam mengatakan, penugasan yang diberikan itu merupakan penugasan yang terhormat dari bangsa dan negara.

"Saya yakin dan percaya penugasan akan berhasil. Kalian benar-benar harus menyiapkan latihan pratugas dengan baik, agar tidak ada keraguan dalam bertindak dan yakin kita siap melaksanaan tugas tersebut," kata Dicky.

Dalam latihan itu, para perwira juga dibekali bagaimana memimpin, proses pengambilan keputusan dan latih teknis prosedur. Di pos penjagaan, bagaimana mereka mengawasi kelar masuknya masyarakat kita ke PNG, ujarnya.

Kerawanan yang ada di Papua, kata Dicky, tidak terlalu signifikan dibandingkan perbatasan Kalimantan dan Malaysia, seperti pembalakan liar, pencurian ikan, penyelundupan narkoba dan lainnya.

"Namun, kita harus siap siaga. Di Papua ada gerakan pengacau keamanan (GPK) yang dapat mengganggu stabilitas keamanan di Papua dan PNG," kata Pangdam seraya mengatakan lintas batas di Papua dirundung persoalan sederhana, yakni soal isi perut untuk mencari rezeki.

Selain persoalan GPK, tambah Pangdam Mulawarman, persoalan penyakit malaria juga harus diwaspadai oleh seluruh prajurit. Petugas medis harus disiapkan dengan baik agar bisa mengatasi prajurit yang terjangkit malaria.

Danyonif 623/Bhakti Wira Utama, Mayor Inf Singgih Pambudi Arinto, mengatakan, jumlah personil Yonif 623 yang akan diberangkatkan ke perbatasan Papua-PNG sebanyak 450 personil. Sementara jumlah personil dari Raider 600 sebanyak 200 personil.

Selain untuk menjaga wilayah perbatasan itu, kata dia, pihaknya juga akan menyiapkan tenaga pendidik dan tenaga kesehatan guna membantu masyarakat sekitar perbatasan Papua.

"Disana ada sekolah, namun tenaga pengajar tidak ada. Kami akan membantu mendidik anak-anak di perbatasan. Kita juga akan membantu mengatasi persoalan kesehatan di masyarakat, meski fasilitas yang ada sangat minim," kata Singgih.

  Republika  

Alutsista Antara Ruang Dan Waktu

Negara kepulauan RI adalah kepulauan/archipelago terbesar di dunia bercokol di khatulistiwa (lihat Gambar 1), dengan 17000 pulau besar kecil. Wilayah Indonesia terbentang dari Barat ke Timur sepanjang 6400 km di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, dan dari Utara ke Selatan sepanjang 2600 km di antara Laut China Selatan dan Samudra Hindia.


Kedaulatan Negara
Deklarasi Juanda

Pemerintah Indonesia telah mendeklarasikan Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang isinya “…berdasarkan pertimbangan, maka pemerintah Indonesia menyatakan segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia ..‘’.

Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pada tanggal 21 Maret 1980 Indonesia mengumumkan ZEE. Batas Zona Ekonomi Eksklusif adalah wilayah laut Indonesia selebar 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
Pemerintah Indonesia pada tahun 1982 ikut aktif dalam konvensi Hukum Laut Internasional, UNCLOS (United Nations Covention on the Law of the Sea) dan dipertegas lagi dengan meratifikasinya melalui UU No 17, tahun 1985. Dengan telah di berlakukannya UNCLOS, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan yang dipandang sebagai sesuatu kesatuan wilayah negara yang utuh. Sebagai konsekuensinya, maka Indonesia diwajibkan memberikan akses hak lintas damai menyediakan jalur ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia). Implementasinya ditetapkanlah Peraturan pemerintah no 37 tahun 2002, yang isinya memberikan kepastian hukum penetapan ALKI menjadi 3 jalur (lihat gambar 2), yaitu ;

ALKI I : Selat Sunda, Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan.
ALKI II : Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi.
ALKI III-A & B : Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda (Barat Pulau Buru)-Laut Seram (Timur Pulau Mongole) – Laut Maluku, Samudera Pasifik.
ALKI III-C : Laut Arafuru, Laut Banda terus ke utara ke utara ke ALKI III-A.

Gambar 2 adalah Peta ALKI berikut wilayah kedaulatan Indonesia mencakup Deklarasi Juanda, Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen termasuk laut, udara dan daratan di dalamnya


Sistem Pertahanan Nasional
Sistem pertahanan nasional Indonesia adalah Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Total Defense), dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia (Andi Widjajanto, GELAR PERTAHANAN INDONESIA). Strategi pertahanan Indonesia adalah Strategi Pertahanan Berlapis (Layered Defense) :

1. Zona Pertahanan I : zona Penyangga. Berada di luar batas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia hingga wilayah musuh.
2. Zona Pertahanan II: zona Pertahanan Utama. Zona ini meliputi wilayah antara garis pantai kepulauan Indonesia dan batas ZEE, termasuk ALKI.
3. Zona Pertahanan III: zona Perlawanan mencakup seluruh wilayah darat Indonesia namun diprioritaskan kepada pulau-pulau besar di Indonesia.

Zona Pertahanan I meliputi operasi militer bersifat seluruhnya ofensif preventive dan preemptive. Zona Pertahanan II meliputi operasi militer ofensif defensif, sedangkan Zona Pertahanan III adalah langkah terakhir pertahanan daratan.

Perbatasan Kritis/Critical Border
Bila ditinjau dari perjalanan sejarah dunia, maka ternyata penyebab perang terbanyak adalah perang yang dimulai dari sengketa perbatasan (border dispute).

Hakikat dari sistem pertahanan negara terkadang dapat diartikan sebagai membangun pagar disepanjang perbatasan. Realita menjelaskan bahwa tidaklah mungkin satu negara mampu memagari seluruh kawasan perbatasannya dengan pagar, disamping memang tidak akan efisien. Itu sebabnya, maka dipilih hanya daerah perbatasan yang kritits saja diusahakan untuk dipagari.

Demikianlah, maka dikenal beberapa pagar dikawasan perbatasan kritis seperti “the great wall” tembok China, dan pada zaman sekarang first island dan second island chain serta ADIZ, yaitu berupa “pagar imajiner” di daerah perbatasan kritis yang membentengi negara. Semua itu adalah contoh dari bagaimana konsep pagar disepanjang daerah perbatasan yang kritis telah menjadi prioritas atau bagian utama dari satu sistem pertahanan.

Bagaimana dengan Indonesia ? Secara garis besar, dapat dilihat dengan jelas bahwa Indonesia memiliki tiga kawasan perbatasan kritis yaitu di Selat Malaka, Laut China Selatan dan di daerah perbatasan selatan timur yang menghadap ke Benua Australia. Selat Malaka merupakan kawasan perairan yang berbatasan dengan banyak negara tetangga disamping merupakan jalur lintas laut yang paling sibuk di dunia. Sedangkan Laut China Selatan adalah merupakan kepanjangan dari lalu lintas laut Selat Malaka, disamping diprediksi mempunyai kandungan migas yang besar, sehingga sekarang menjadi zona sengketa perbatasan China dengan negara-negara Asean yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Batas Zona Ekonomi Eksklusif juga dapat dianggap sebagai “pagar imajiner” perbatasan kritis. Indonesia juga mempunyai perbatasan darat dengan Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini, namun sepertinya sekarang ini tidak lagi dipandang sebagai perbatasan kritis. Dengan demikian jelas bahwa disamping Indonesia sendiri adalah merupakan negara yang berbentuk kepulauan terbesar di permukaan bumi ini, ternyata dan sangat jelas memiliki perbatasan kritis yang didominasi kawasan yang berujud perairan dan udara di atasnya.

Ruang dan Waktu
Salah satu ucapan para pakar strategi perang yang sering disitir adalah bertindaklah dengan kekuatan dan kecepatan penuh. Kekuatan dan kecepatan disini berhubungan dengan ruang dan waktu. Ruang adalah jarak. Waktu adalah waktu tempuh, atau waktu berada pada posisi yang tepat (pra posisi). Alutsista utama harus memenuhi kenyataan ruang dan waktu ini, dengan bentangan luas NKRI yang sangat besar sehingga membutuhkan tiga zona waktu. Sedapat mungkin kenyataan ruang dan waktu harus dipenuhi untuk memperkecil waktu reaksi pergelaran pertahanan baik ofensif maupun defensif.

Peran AL
Gambar 3 menunjukan AL dapat menjembatani ruang dan waktu dengan cara mem-praposisikan rudal anti kapal semacam Yakhont versi darat di choke points ALKI di Selat Sunda, Selat Karimata, Selat Lombok dan Selat Makasar. Patut diapresiasi inisiatif AL membangun pangkalan kapal selam di Palu, membolehkan pra posisi kapal selam semacam kelas Kilo di wilayah Timur Indonesia dengan perairan dalamnya. Gabungan sistem alutsista Yakhont versi darat di wilayah perairan Barat dan kapal selam Kilo di wilayah Timur akan berada di jalur yang benar. Formasi PKR, fregat, KCR dan lainnya adalah formasi pendukung. Selain itu, pembentukan armada Coast Guard AL yang terpisah untuk Zona Ekonomi Eksklusif perlu segera dipercepat sehingga tidak membebani kesiapan armada tempur AL.


Peran AU
Gambar 4 menunjukan bagaimana dengan Flanker, AU dapat memproteksi seluruh wilayah udara dan laut Indonesia. Heavy fighter ini memenuhi kenyataan ruang dan waktu dengan bagus sekali, mempunyai aksi radius besar tanpa atau dengan AAR (air to air refuelling), kecepatan jelajah tinggi, dan dua mesin untuk faktor keselamatan. Apresiasi bagi AU yang dengan pandangan jauh ke depan sejak tahun 1997 telah memutuskan untuk mempunyainya yang diwujudkan pada Agustus 2003 dan diteruskan sampai sekarang.


Gambar 5 menunjukan contoh pergelaran SAM sekelas S300/400 di p. Jawa. Apabila Flanker dipasangkan dengan SAM ini, maka dengan mem-praposisikan SAM di lokasi-lokasi yang strategis, gabungan Flanker, SAM sekelas S300/400, dan Satuan Radar Kohanudnas yang telah ada, pasti akan memperkuat sistem pertahanan kita.


Peran AD
Gambar 6 menunjukan bahwa AD masih belum menghayati kenyataan ruang dan waktu ini. Apache dan MBT Leo + Marder baru mempunyai dampak strategis besar apabila dipraposisikan di luar p. Jawa di lokasi strategis atau di perbatasan kritis daratan. Tetapi ini memerlukan infrastruktur yang memadai seperti di p. Jawa untuk lokasi-lokasi tersebut. Infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas pos dan pemeliharaan) yang sekarang ada belum memadai. Perlu pula diingat bahwa pergelaran pra posisi ini memerlukan pengangkutan dan perlindungan oleh AL dan AU sampai tujuan.


Selain itu, TOE kesatuan mekanis sebaiknya pada tingkat batalyon mekanis independen bukan pada tingkat brigade/resimen apalagi divisi, untuk memudahkan pra posisi. Demikian juga bagi batalyon armed, arhanud dan zipur yang independen.

Namun patut diapresiasi kebijakan AD yang sudah dimulai yaitu meningkatkan batalyon-batalyon infanteri di daerah komando militer luar P. Jawa menjadi setingkat raider.

Potensi Ancaman
Kemungkinan konflik perbatasan darat dengan tetangga sebelah rasanya makin kecil. Justru kemungkinan makin besar bahwa wilayah Indonesia, secara ruang dan waktu, mau tidak mau, suka tidak suka, akan terlibat dalam konflik antara Amerika plus sekutunya (Australia), dan China, seperti ditunjukan dalam Gambar 7, 8 dan 9. Sebagai buffer zone , Indonesia akan menjadi perlintasan armada laut dan udara mereka yang bertikai. Kemungkinan salah satu pihak yang bertikai akan mengklaim wilayah udara, laut ataupun pulau kita (contohnya Natuna dan Morotai) dalam usaha memenangkan perang. Kedengaran absurd tetapi setiap kemungkinan tidak bisa diabaikan. Kenetralan Indonesia mengharuskan kita mempunyai AU dan AL yang kuat untuk menghalau mereka yang bertikai keluar wilayah kita.

Situasi, kondisi politik pemilu 2014 dan ekonomi, bahkan pembelian alutsista MEF jilid II menjadi barometer arah kenetralan dan politik luar negeri kita yang bebas aktif.




Penutup
Dengan demikian, bila berbicara tentang sistem pertahanan yang berkait dengan membangun satu postur Angkatan Perang, maka yang sangat masuk akal adalah membangun Angkatan Perang yang berorientasi kepada kekuatan laut atau kekuatan maritim yang handal, yang dapat memberikan jaminan keamanan dan kekuatan menjaga kedaulatan negara pada tingkat siap tempur (combat ready) pada ruang dan waktu yang memadai. Tetapi kekuatan laut, tidak akan banyak manfaatnya, bila tidak didukung oleh satu kekuatan yang mampu memberikan perlindungan dari udara, “air-superiority” dan atau “air supremacy”.

Uraian di atas telah mengantar kita pada pemikiran yang logis dan masuk akal bahwa dalam konteks penyelenggaraan pertahanan keamanan NKRI, dan dalam konteks ruang dan waktu, seyogyanya kita harus memiliki satu Angkatan Perang dengan kekuatan AU, AL dan AD yang prima, satu Angkatan Perang dari satu Negara yang berujud perairan, Angkatan Perang Negara Kepulauan. Angkatan Perang yang berinduk, tidak hanya kepada bentuk dan letak strategis negara tetapi juga kepada pertimbangan kemajuan teknologi dan berorientasi senantiasa kepada “total defense” atau semesta. (written by Antonov).


Referensi
1. Teguh Fayakun Alif,ST dan Dr.-Ing. Khafid, Perlukah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) IV ? BAKOSURTANAL
2. Andi Widjajanto, Gelar Pertahanan Indonesia
3. Mars. (Pur) Chappy Hakim, Sekali Lagi Tentang Angkatan Perang Negara Kepulauan
4. Ristian Atriandi Supriyanto, Why Does Indonesia Need Apache Gunships?
5. Kredit Gambar 7,8 dan 9, Air Power Australia

  JKGR 

Jumat, 27 Desember 2013

Pembelian Satelit Militer Akan Gunakan Dana PNBP Kemenkominfo

Rencana pembelian satelit khusus militer guna menangkal penyadapan bakal segera diwujudkan. Prosesnya dipermudah dengan menggunakan duit PNBP Kemenkominfo, tidak memakai dana APBN 2014.

Senayan Rencana pemerintah untuk segera punya satelit khusus militer bakal segera terwujud tahun depan. Soalnya pengadaan satelit guna menangkal penyadapan dan sebagainya itu akan lebih mudah karena tidak menggunakan dana APBN 2014.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengungkapkan, satelit itu akan dibeli dengan duit Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kemenkominfo. "Ini akan lebih cepat prosesnya. Kalau pakai APBN 2014, mesti melalui pengajuan dan menunggu masukan-masukan," katanya kepada JurnalParlemen, Kamis (26/12).

Menurut Hasanuddin, biaya pembelian satelit itu sekitar Rp 5-7 triliun. Dana segitu agaknya cukup dipenuhi dari PNBP Kemenkominfo 2013. Asal tahu saja, PNBP Kemenkominfo pada 2012 saja mencapai Rp 11,58 triliun. Tahun ini jumlahnya diperkirakan naik.

Tapi, supaya tidak jadi masalah, pembelian satelit itu harus dilakukan oleh lintas kementerian/lembaga. Sedangkan pengawasannya oleh DPR. Selanjutnya, BPK tinggal mengauditnya.

"Pengadaannya tidak dilakukan satu kementerian saja, harus melibatkan Kemenhan, Sekneg, dan Kemenkominfo. Kemenhan sebagai institusi yang mengamankan perangkat persandian, Sekneg sebagai wakil pemerintah dan presiden, sedangkan Kemenkominfo penyedia jalur komunikasi," katanya.

Sebelumnya, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan segera menindaklanjuti pengembangan sistem pertahanan siber dan punya satelit sendiri untuk keperluan itu. Dikendalikan oleh Kemenhan, pertahanan siber yang ia maksud akan jadi tugas BIN, BAIS, Lemsaneg, dan Polri. Nantinya, pertahanan siber dioperasikan TNI, sedangkan kriminal siber ditangani Polri.

  Jurnal Parlemen  

Acara Tradisi Penerimaan Alutsista Leopard Di Yonkav 8/2 Kostrad

Malang Pada hari Senin tanggal 23 Desember 2013 bertempat di pintu gerbang utama Yonkav 8/2 Kostrad, Komandan Batalyon Kavaleri 8/2 Kostrad Letkol Kav Otto Sollu, SE beserta Persit dan prajurit Narasinga menerima kedatangan Alutsista terbaru Kavaleri TNI AD jenis Tank Leopard 2A4 dan Tank Marder dalam suatu acara tradisi yang sederhana namun khidmat.

Alutsista baru Tank Leopard 2A4 dan Tank Marder baru tiba di Asrama Yonkav 8/2 Kostrad, setelah sebelumnya dipamerkan dalam pameran Alutsista dalam rangka Hari Juang Kartika TA. 2013 di Makodam V/ BRW. Perjalanan dari Makodam V menuju Asrama Yonkav menggunakan Trailer khusus dan dikawal oleh petugas dari Pomdam V serta perwakilan dari Pussenkav.


Rangkaian acara tradisi meliputi penyerahan simbolis kunci Tank, penyiraman air bunga serta penyambutan oleh seluruh warga Yonkav 8 baik prajurit, Persit maupun anak-anak. Seluruh warga terlihat antusias menerima kedatangan Alutsista baru tersebut di Yonkav 8.

Acara ini merupakan momen bersejarah bagi satuan Yonkav 8 karena diberikan kepercayaan oleh TNI AD dan Negara untuk mengawaki Alutsista terbaru Kavaleri TNI AD berupa Tank jenis MBT (Main Battle Tank) yang merupakan salah satu tank “TERBAIK” di dunia saat ini.

Dengan kedatangan Tank canggih tersebut, diharapkan semakin memperkuat kekuatan militer bangsa kita, dan meningkatkan “Bargaining Position” Negara kita di dunia Internasional.(sa)

  Yonkav 8  

Kedatangan T50ii Golden Eagle di Iswahjudi

Magetan Dua pesawat T-50i Golden Eagle dengan tail number TT 5009 dan TT 5010 mendarat dengan mulus di landasan pacu Lanud Iswahjudi. Kedatangan pesawat T-50i Golden Eagle diterbangkan secara ferry oleh penerbang dari Korea Aerospace Industries Ltk(R) Khangcheol, Kim Yung Hyung, Ltk(R) Dong Kyulee, Mayor Sang Sooyoon menuju Indonesia dengan rute Sacheon Korea Selatan, Kaohsiung Taiwan, Cebu Philipina, Sepinggan Balikpapan , Lanud Iswahjudi, Kamis (26/12).

Kedatangan dua pesawat T-50i Golden Eagle dengan warna yang berbeda dari pesawat T-50i Golden Eagle yang telah datang sebelumnya ini merupakan tahap kelima. Sementara saat ini telah ada 10 pesawat T-50i Golden Eagle yang berada di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, dari 16 pesawat T-50i Golden Eagle yang dipesan pemerintah Indonesia. 

Adapun datangnya dua pesawat T-50i Golden Eagle disambut langsung oleh Komandan Lanud Iswahjudi, Marsma TNI Yuyu Sutisna, S.E., didampingi Danskadron 15 Letkol Pnb Wastum, Kadislog Lanud Iwj, Kolonel Tek Iwan Agung Djumaeri, Kadipers Lanud Iwj, Letkol Pnb Ian Fuady serta para pejabat Lanud Iswahjudi.

Keterangan Gambar : Komandan Lanud Iswahjudi memberikan ucapan selamat datang kepada para penerbang dari Korea Aerospace Industries saat kedatangan dua pesawat T-50i Golden Eagle, di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, Kamis (26/12).

  TNI AU  

Menuju Kemandirian Industri Pertahanan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaypIB53U9dw3XH16Fuwr6fGWqGvUiNU1EDVL296eYSUiFBo_O-jyWqBoAxOrlXYTiJrYAoODheuo-KAWs7x5e9BB2xJ6Dy-M44HfBPKpTA7paYFokEHNRue2DBT02O5EYdorFa5dmd2g/s200/Komodo+ri.2jpg.jpgJakarta ☆ Kepala Staf TNI AD (Kasad), Jenderal Budiman, dalam berbagai kesempatan, berujar bahwa 90 persen persenjataan yang dipakai pasukan infanteri adalah buatan industri dalam negeri.

Senjata-senjata yang dipeluk dan dipanggul para prajurit TNI ADA saat bertugas maupun defile mayoritas buatan PT Pindad. Senjata-senjata itu pula yang membawa nama harum Indonesia dalam berbagai kompetisi ketepatan menembak.

Kasad berharap kebanggaan itu menular pada alat utama sistem senjata (alutsista) di sektor lain, terutama untuk alutsista berat yang ditunggangi prajurit kavaleri dan artileri.

"Kita memang belum sanggup membangun alutsista kompleks seperti tank Leopard, tapi kita sedang dalam tahap menuju ke sana," kata Budiman optimistis.

Optimisme itu beralasan karena PT Pindad sudah mampu membangun panser Anoa yang sebagian besar produksi dalam negeri. Pindad sedikit-sedikit juga membangun kendaraan tempur berbagai tipe. Tentu saja itu merupakan cikal bakal membangun kendaraan lapis baja sekelas tank.

Apakah itu pernyataan gagah-gagahan dari seorang kepala staf? Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyatakan bahwa pertahanan mutlak diperkuat. "Bangsa yang kuat adalah bangsa yang kuat pertahanannya," kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro.

Sejak 2010, pemerintah sudah mulai merapatkan barisan untuk membangun kekuatan pertahanan yang tangguh. Apalagi negara-negara di Asia Tenggara sudah diperkuat dengan peralatan perang yang canggih.

Kemhan sudah membuat daftar utama ancaman yang mungkin terjadi terhadap negeri ini. Tentunya bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Badan Intelijen Negara. Salah satu ancaman nyata yang sempat menyembul adalah penyadapan yang dilakukan Australia dan Amerika Serikat terhadap sejumlah petinggi negara.

Purnomo berharap pembangunan kekuatan pertahanan diikuti dengan penguatan peraturan perundangan dan keputusan politik dari anggota parlemen. Pemerintahan mendatang juga harus kuat komitmennya membangun pertahanan. "Kalau presidennya tidak mengerti militer, bisa saja tidak berlanjut. Jadi, komitmennya harus kuat," kata dia.

Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, yakin sepuluh tahun ke depan, tepatnya 2024, kekuatan pertahanan Indonesia sudah mandiri. Dia optimistis industri pertahanan dalam negeri, swasta, dan badan usaha milik negara (BUMN) sanggup memproduksi alutsista sendiri.

Kapal Selam

Cikal bakal itu sudah terlihat ketika perusahaan Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), mau bekerja sama dengan PT PAL membuat tiga kapal selam. Indonesia diperkirakan bisa membuat kapal selam sendiri pada produksi ketiga kapal selam itu. "Sepuluh tahun mendatang kita berharap PT PAL sudah bisa membuat kapal selam sendiri," kata Sjafrie.

Masih dengan Korea Selatan, PT Dirgantara Indonesia juga dilibatkan membuat pesawat tempur generasi 4,5 yang rencananya diberi nama KFX.

Proyek ini, walaupun sempat tersendat, masih terus berjalan bekerja sama dengan Republic of Korea Air Force (Rokaf).

Sebagai perbandingan kecanggihan, pesawat ini memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen dari pesawat F-16 yang menjadi andalan Amerika Serikat. Bahkan, KFX dilengkapi kemampuan antiradar atau stealth.

Melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Indonesia berkomitmen membangun kemandirian industri dalam negeri. Sjafrie, yang merupakan sekretaris KKIP, menyatakan sekuat tenaga Indonesia harus bisa secepatnya membangun kekuatan pertahanan sendiri.

Jika belum bisa, diusahakan untuk melakukan alih teknologi. Dengan catatan kerja sama alih teknologi harus setara dan jangan sampai industri kita dirugikan. Saat ini, sejumlah alutsista yang dibeli dari luar negeri sudah berderet.

Salah satu yang membetot perhatian adalah kedatangan dua tank bobot berat Leopard 2A4 dan tank sedang Marder dari ratusan yang dipesan. Keduanya merupakan produksi dari Jerman. Dari pembelian yang tak lebih dari 280 juta dollar AS itu, Indonesia akan dibimbing untuk bisa memperbaiki kerusakan kecil maupun besar. "Diharapkan ke depan kita bisa membuat sendiri," kata Sjafrie.

Dari tahun ke tahun, anggaran untuk pengembangan alutsista semakin besar. Pada 2010 saja, anggaran untuk membangun kekuatan pokok pertahanan mencapai 42,3 triliun rupiah. Pada 2014 naik hampir dua kali lipat menjadi 83,4 triliun rupiah. Tentu saja menjadi amat strategis. Jika diikuti dengan pengawasan yang ketat, dijamin kekuatan pokok pertahanan kita akan segera terbentuk lima tahun mendatang.

Anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, mengatakan kabar yang baik jika pertahanan Indonesia terus diperkuat. Apalagi perkuatan itu dilakukan di semua matra, baik darat, laut, maupun udara. Namun, dia mengingatkan agar sumber daya manusia pengawaknya juga harus diperhatikan. "Pelatihan-pelatihan terhadap pengawak melalui pendidikan formal dan nonformal harus mulai diperbanyak," kata Susaningtyas.

Kualitas Dijaga

Khusus alutsista produksi dalam negeri, dia berharap kualitasnya dijaga sesuai ketentuan internasional. "Jangan sampai begitu akan dipakai kondisinya ringkih," kata dia. Keberadaan KKIP, tambahnya, sangat membantu menuju ke arah kemandirian.

Untuk itu, dia menekankan perlu ada budaya korporasi (corporate culture) yang baik dari BUMN industri pertahanan Indonesia. "BUMN kita harus berimbang dengan industri pertahanan dari negara yang biasa membuat alutsista agar kualitasnya baik," katanya.

  Koran Jakarta  

Cerita Kopassus dengan Senjata AK 47

Jakarta Mikhail Kalashnikov, desainer senjata untuk Uni Soviet yang namanya diabadikan sebagai nama senjata api paling populer di dunia AK-47 kemarin meninggal di usia 94 tahun.

Senapan AK-47 (Avtomat Kalashnikov 1947) telah disukai oleh para gerilyawan, teroris, dan tentara di banyak negara. Diperkirakan seratus juta senjata ciptaannya telah tersebar di seluruh dunia.

Senjata ini sempat jadi senapan serbu tentara Indonesia. Hubungan mesra antara Indonesia dan Uni Soviet membuat ribuan pucuk senjata AK-47 mengalir ke Indonesia tahun 1960an.

Saat itu hanya pasukan elite yang dapat jatah AK-47. Komando Pasukan Khusus yang dulu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), salah satunya.

Namanya senjata dari Blok Timur sana, tentu semua petunjuk di badan senjata tertulis dalam bahasa Rusia. AK-47 punya dua mode tembakan, otomatis untuk memberondong peluru. Satu lagi mode tembakan semi otomatis.

Pada senapan AK-47 jika posisi kunci diturunkan satu 'click' ke bawah, terdapat tulisan OB untuk tembakan otomatis. Jika diturunkan satu 'click' lagi ke bawah ada tulisan OA untuk tembakan semi otomatis.

Nah, biar gampang mengingatnya, anggota Korps Baret Merah yang berasal dari Jawa menggunakan istilah sendiri. Singkatan dalam bahasa Rusia diterjemahkan dalam Bahasa Jawa.

Maka singkatan 'OB' diterjemahkan menjadi 'okeh banget' atau banyak sekali untuk mode tembakan otomatis. Sementara 'OA' diterjemahkan menjadi 'ora akeh', atau tidak banyak untuk tembakan semi otomatis.

Para prajurit pun tak pusing lagi menghapal mode tembakan senjata berpopor kayu itu. Hal ini jadi humor di antara mereka.

Demikian dikisahkan dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando yang ditulis wartawan perang Hendro Subroto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas tahun 2009.

Seorang pensiunan bintara RPKAD, Maman, mengenang senjata ini memang bisa diandalkan. AK-47 dikenal bandel dan jarang macet.

"Dari Trikora, lalu Dwikora, penumpasan G30S, itu RPKAD pakai AK-47. Mudah dipakai, mudah dibersihkan dan dirawat. Dipakai berenang di laut atau masuk lumpur juga tidak masalah," katanya.

Hal ini sesuai dengan harapan sang pencipta AK-47 Mikhail Kalashnikov.

"Para tentara bukanlah lulusan universitas. Mereka perlu senjata yang sederhana dan bisa diandalkan. Mereka tidak punya waktu untuk mencari tahu bagaimana mengoperasikan senjata yang rumit dan memencet banyak tombol saat musuh mendekat," kata dia saat diwawancarai CNN beberapa tahun lalu.

  Merdeka 

Kamis, 26 Desember 2013

Innovation and evolution characterize PT T&E Simulation

United World meets with Muhammad Mulia Tirtosudiro, President Director of PT T&E Simulation, a hugely important backstage player in the energy, water desalination and electronics industries

Please give us a brief introduction to your professional background, and how you came to be the President Director of T&E Simulation.

I have a background in engineering and for 22 years I worked at PT DI (formerly PT IPTN). During the government of President Habibie, we gained a lot of experience in technology know-how, because the President forced us to look abroad.

He even sent people to the Technical University in Delft, the Netherlands, to study technology.

Following the financial crisis in 1997-1998, the International Monetary Fund (IMF) demanded suspension of aid, as well as programs for Indonesia’s aeronautic and maritime technological development. PT IPTN had no more funds to sustain their activities and the management had to let thousands of workers go.

They started a diversification program for the 3,500 engineers working for the company at that time. Back in those days, I was one of the people in charge of finding jobs for the engineers outside of the corporate projects. That is where I learned how to conduct business and got the expertise, especially in the field of aircraft projects.

Over time, PT IPTN had to reconsider what business they should focus on. During the start of the first diversification program, the top management gave us the freedom to process our legal contracts for procurement, marketing and finance.

In 2003, the management changed and the company centralized all the activities again. This made it difficult for me to be committed to clients as I had limited capability. That is why at the end of 2003, I decided to leave PT IPTN after 22 years of service.

In 2004, I set up a private company focusing only on non-aircraft projects, and leaving the aircraft projects to be done by PT IPTN.

What was the basis behind your new company?

We set up PT Technology & Engineering System and our main line of business was in the maintenance of radars. We were doing upgrades, repairs and modifications of the early warning system on the radar for the Air Force.

We also checked the CGI-configuration for ground control and interception, meaning that the radar will inform the pilot when they intercept an intruder entering our air space. Business went very well.

Today our company focuses on the area of Technology Engineering (T&E) Systems and in the field of T&E-Simulations. PT DI does not support the non-aircraft business anymore. In fact, most of the people who worked at PT DI came to work with us, bringing us the expertise.

During the crisis the government did not have enough funds to operate the entire radar system. At that time we upgraded the radar and its early warning systems from the old analogue version to a new digital version. In the beginning, we had to be very innovative. Most of the radar systems in Indonesia, especially in central and west Indonesia, have already been repaired and upgraded by us.

If you look at our radar systems today, you will see that from the outside they look as if they came from the European radar producers, but inside you will see they are fully digital, with new ergonomics and interface. It is worth mentioning that we did everything without the availability of any documentation or support by the radar principal.

Competition in the radar business in Indonesia over the last two to three years has been very strong, so eventually we decided to leave the radar business and focus on other areas.

What business did you turn to once you decided to leave the radar business?

In 2006/07 we turned to the developments in the energy sector. We started working with PLN – the electricity generation company owned by the government. In the energy sector, we mainly do repairs, modifications, upgrades and modernization.

We started the business from scratch and initially we focused on repair and maintenance services.

Everybody needs to have their operations working well; therefore the easiest way to get into a market is through repair and maintenance. Our goal was to give alternatives in the maintenance of the systems and have them working properly without having to spend too much effort in doing so.

We started with water desalination plants and now we are getting involved in turbine controls. But of course, in order to work on these kinds of projects, we needed partners.

Two years ago, we started a successful turbine control project with an American company – Emerson – and at the moment we are in the commissioning phase. We are also in the process of preparing a tender for another project and hope to be awarded the contract before the end of the year.

What are the main projects that you are currently working on?

We are working on four projects at the moment. First of all, we produce tank simulators for the Indonesian Armed Forces (TNI).

This is a very unique project as we will be able to change the configuration from one type of tank to another. So we can exchange information between different types of tanks.

This is not only a cost effective training device, but it may as well be the only simulator in the world that has a multi-configuration concept. It is important to note that there are not many companies capable of producing this kind of simulators.

The second project is the Hawk Simulator for the Indonesian Air Forces. The third project is for upgrading the CN-235 flight simulator for Malaysia. And the latest project is the Bell 412 – a full flight simulator for the Armed Forces of Indonesia.

Besides the energy business that I mentioned concerning the tender with Emerson, we also do electronic assessments. Our specialty in this field is electronics and electronics software applications.

We have two types of activity in regards to assessment. First, there is the assessment where we check the health conditions of the electronic control systems. Secondly, the assessment for the remaining life span of the equipment using data analysis and statistics, in order to know how much longer the equipment will last. These assessments are not very common in the world.

When did you start developing simulators for the Indonesian Army?

I started in the early 1990s with engineering flight simulations at PT IPTN, which is a process that helps engineers design the aircraft.

In 2000 we were awarded the first contract from Malaysia for a full flight simulator for the Malaysian Air Force, the CN-235. This was a joint production of Malaysia (10%) and Indonesia (90%).

The simulator has been in operation since 2005 and continues till today. In 2005, we were awarded the contract for the Super Puma Helicopter (Air Force). This was in cooperation with PT DI, but our company did most of the activities.

As a private company we got contracts from the Armed Forces of Malaysia for tank simulators, and from the Air Force of Malaysia for a hawk simulator. We kept ourselves low-key for these projects.

The contracts were actually held by Sapura Bhd, a Malaysian company, we were only a subcontractor, but most of the activities of the project were done by us. These projects were completed four years ago and the utilization of the simulators is reaching almost 95% every year.

Currently, T&E Simulations has plans to develop and build several simulators such as the FFS Bell412, the Anti Submarine Helicopter, and the BMP3F Battle Management Simulator for the Indonesian Navy.

For the Indonesian Army, we are developing the Bolko FTD and the MBT Simulator. And for the Indonesian Air Force we have planned to develop the Sukhoi Full Mission Simulator.

What are the main strengths of PT TES’ human resources? How do you ensure they keep abreast with the latest developments in technology?

We have about 100 people working for our company, out of which 80% are engineers. Our line of business entails long-term operation and development; therefore our employees should have a long-term commitment to PT T&E Simulation. That is why it is very important to engage in regeneration and enhancement of the skills and knowledge of our young personnel who has all the eagerness to learn and keep up to date with the state-of-the-art technology. We motivate them to always try to be creative and innovative.

In the past, former President Habibie empowered us to be innovative and teach the young generation that they can live out of technology. If we want to improve our living standards, we have to learn about technology and be able to master it. Indonesia is growing rapidly. In the past, we have been very dependent on foreign countries. But if we want to reverse this trend and become more self-reliant, it is very important that we empower and strengthen our own human resources. Without technology, we will not be able to progress at the necessary pace.

In October 2012, the House of Representatives endorsed the new groundbreaking Defense Industry Law, with the aim to revitalize and empower Indonesia’s defense industry. What impact did the law have on your operations? Have you noticed increased support from the government?

Yes, especially over the last two years we have felt increased support from the government. To be honest, it has always been my dream to have a company working in technology and to have the opportunity to get involved in government projects. For me, the most important thing is the development of industrial human resources, as well as the research and development (R&D). That is why the first thing I wanted to do was to find a good location to accommodate our activities. And here we are today, as you can see we are currently building and developing our new facilities.

In other countries, governments allocate funds for R&D to explore a specific area. But in Indonesia, we have to create a real product and then we have to be ready to deliver it. Given the current situation, the government is looking for companies that are really committed to bringing good products to the market and supporting the infrastructure.

What message would you like to convey to our readers about Indonesia today?

I would be happy if the world would know more about Indonesia. People always talk about Indonesia as a tourism destination, but we want people to know that Indonesia can also deliver state-of-the-art technology. Indonesia can improve lives through the implementation of the right technology and the right products in line with what the country needs. There are many skilled young people in Indonesia who did not have yet the opportunity to get involved in this promising job market.

Technology will help the world become more efficient and self-sufficient. The government is really supporting us now, and I am very happy about it. I am going to stay in the simulator business, and I hope that the government will keep supporting our activities.

Bandung, November 17, 2013
Project Director - Barbara Jankovic
Editorial Manager - Fernando Mora

  Worldfolio  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...