Pengamanan Laut Indonesia Daftar alutsista Bakamla [pr1v4t33r] ★
Beredar info penambahan alutsista Bakamla. Dari data proyek strategis terlampir penambahan kapal dengan ukuran cukup besar yang mempunyai panjang 80 dan 110 meter.
Dalam tabel terlampir penambahan kapal dengan jumlah cukup banyak, seperti kapal ukuran 110 meter bertambah menjadi 2 unit, dimana kapal pertama sedang dalam pengerjaan di galangan kapal Palindo, Batam.
Selain itu juga terlampir penambahan kapal ukuran 80 meter tahap dua sebanyak 2 unit dimana pada periode pertama telah disiapkan sebanyak 3 unit.
Untuk pengamanan dari udara, Pemerintah juga menambahkan sebanyak 1 unit pesawat intai untuk pengamanan laut Indonesia. Bila melibatkan industri pertahanan lokal, bisa dipastikan pesawat CN seri produksi PT Dirgantara Indonesia akan memperkuat alutsista Bakamla tersebut.
Luasnya Laut Indonesia, bukan hal mudah untuk mengawasi dan patroli dengan kapal yang telah ada sekarang. Indonesia memerlukan kapal dengan ukuran besar untuk menjaga perairan ZEE, dimana Samudra dengan ombak besar memerlukan kapal yang mampu bertahan diatas sea stage 5 keatas.
★ Garuda Militer
Ilustrasi [Jenda Corp] ★
Menko Polhukam, Wiranto berharap suatu saat Indonesia bisa tidak mengimpor Alat Utama Sistem Pertahanan (Alutista). Menurutnya, Indonesia bisa membuat industri alutista sendiri.
"Suatu saat kita tidak perlu mengimpor lagi, jadi bisa buat industri di sini," kata Wiranto saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2017).
Wiranto menjelaskan hal itu bisa saja dilakukan, karena setiap pembelian senjata ada persyaratan seperti material atau bahan baku yang digunakan harus berasal dari Indonesia.
"Kalau kita beli senjata itu selalu ada transfer teknologi, salah satunya adalah transfer teknologi dan menggunakan contain material dari Indonesia, itu persyaratan yang harus masuk dalam satu kerjasama pembuatan alutista," jelas Wiranto.
Meski begitu dia mengakui pembuatan industri alutista tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurutnya jika pembuatan alutista khusus hanya sebatas digunakan untuk konsumsi satu negara karena terlalu mahal ongkos produksinya.
"Misalnya kamu buat pesawat terbang untuk konsumsi dalam negeri pasti rugi, pemerintah pasti tidak mampu untuk mensubsidi, makanya selalu expand ke negara lain dimana dana yang didapat itu bisa untuk menutup industri itu dan mengembalikan industri itu," tuturnya.
Dia menjelaskan Indonesia bisa saja membuat industri Alutista sendiri. Asalkan mampu menyelesaikan permasalahan utama dari industri alutista tersebut, yaitu pasar.
"Jadi tidak mudah ya untuk kemudian membuka industri persenjataan dan kelengkapan perang di Indonesia sendiri kita mesti cari pasar, pasar ini kan sangat ketat ya," tutupnya.
(imk/imk)
Sehari setelah melaksanakan pengamanan Tripartite Meeting di perairan perbatasan Lebanon Israel, KRI Bung Tomo-357 kembali diminta oleh Angkatan Laut Jerman untuk melaksanakan latihan bersama Mail Bag Transfer. Kali ini KRI Bung Tomo-357 menggelar latihan pembekalan di laut dengan FGS Magdeburg F-261 yang merupakan kapal perang jenis Fregate milik Jerman yang baru saja menggantikan FGS Braunschweig F-260 untuk bergabung dengan Combined Task Force (CTF) 448 MTF UNIFIL. Sebelumnya, FGS Braunschweig F-260 telah beberapa kali melaksanakan latihan manuver bersama dengan KRI Bung Tomo-357. Rabu, (21/6/2017).
Mail Bag Transfer sebagai salah satu bagian dari Replenishment at Sea (RAS) atau pembekalan di laut sangat berperan dalam menjaga kerahasiaan, efisiensi waktu dan akan memperpanjang kehadiran unsur kapal perang yang sedang melaksanakan operasi di laut guna mendukung kepentingan taktis kapal kapal perang. Oleh karena itu, dalam rangka mempertahankan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme serta menjaga sinergitas antar unsur MTF yang tiap saat melaksanakan operasi perdamaian di laut Mediterania, maka digelarlah latihan mail bag transfer ini.
Untuk menyukseskan jalannya latihan sebelumnya dilaksanakan pengecekan komunikasi antar pos tempur, kesiapan material dan personel. Setelah berada di zona latihan kedua kapal bermanuvra dengan kecepatan yang telah ditentukan. Station pembekalan berada pada lambung kiri KRI Bung Tomo-357, dimana Kapal perang Fregate TNI AL ini akan mendekat perlahan menuju lambung kanan kapal perang Jerman dengan kecepatan yang telah terkoordinasi dengan baik antar kedua unsur.
Latihan ini berlangsung dua run. Pada run pertama KRI Bung Tomo-357 sebagai kapal pemberi barang. Diawali dengan penembakan Gun Line dari haluan KRI Bung Tomo-357 oleh salah satu Prajurit ke arah haluan FGS Magdeburg F-261 yang berfungsi untuk mengirimkan tali jarak, yang diterima dengan baik oleh salah satu Prajurit angkatan laut Jerman. Selanjutnya proses pengiriman barang dimulai hingga berhasil diterima oleh kapal penerima. Selama proses pengiriman barang, jarak kedua kapal yang sangat dekat dan gelombang laut yang cukup tinggi menuntut ketepatan perhitungan manuvra, keterpaduan tim kapal, kehati-hatian para Prajurit.
Pada run kedua, kapal perang Jerman tetap berada pada posisi lambung kiri KRI Bung Tomo-357. Sebelum ke station pembekalan, FGS Magdeburg F-261 bergerak mendekat dari arah buritan menuju lambung kiri KRI Bung Tomo-357. Saat kedua kapal sejajar, salah satu personel kapal perang Jerman kemudian menembakkan gun line ke arah haluan KRI Bung Tomo-357 dan diterima dengan baik oleh salah seorang Prajurit. Proses pengiriman barang pun dimulai dengan selalu memperhatikan tali jarak yang terbentang di haluan kedua kapal. Barang yang dikirim akhirnya dapat diterima dengan baik oleh tim mail bag transfer KRI Bung Tomo-357.
Latihan mail bag transfer antara KRI Bung Tomo-357 dan FGS Magdeburg F-261 berjalan dengan aman dan lancar. Latihan ini diakhiri dengan penghormatan kedua pihak oleh seluruh Prajurit Satgas Maritim TNI KONGA XXVIII-I/UNIFIL dan Crew FGS Magdeburg, serta manuver Break Away kedua kapal.
Dari Jarak Hampir 3,5 Km [theglobeandmai] ★
Seorang penembak jitu militer Kanada memecahkan rekor dunia untuk urusan tembakan mematikan paling jauh dalam sejarah.
Seorang anggota pasukan elite Kanada, Joint Task Force 2 yang tak disebutkan namanya, menembak mati seorang anggota ISIS dari jarak 3.450 meter.
Tembakan tentara Kanada ini melampaui rekor dunia sebelumnya yang dibuat Craig Harrison, sniper Inggris, dengan selisih hampir 1.000 meter.
Setelah ditembakkan dari jarak hampir 3,5 kilometer itu, peluru memerlukan waktu 10 detik untuk menghantam sasarannya yang berada di tempat yang lebih rendah.
Dalam jarak sejauh itu, seorang sniper harus mempertimbangkan kekuatan angin, bentuk permukaan Bumi, dan faktor lainnya sebelum menembak sasarannya.
"Ketimbang menjatuhkan bom yang berpotensi menewaskan warga sipil, penggunaan sniper merupakan sebuah aplikasi tepat. Karena ditembak dari jarak jauh, sasaran sama sekali tak tahu apa yang terjadi," ujar seorang sumber militer.
Tembakan tepat sasaran ini diverifikasi oleh sebuah kamera video dan seorang sumber militer yakin jarak yang disebut itu bukan sekadar sebuah estimasi.
"Ada data soal hal ini dan bukan sekadar sebuah opini. Jarak itu buka sekadar kira-kira. Ada mata dengan peralatan yang tepat di lokasi kedua untuk memastikan tembakan itu," tambah sumber itu.
✈️ Gempur ISIS✈️ Peluncuran rudal jelajah Kalibr terhadap basis ISIS di Suriah. [RT]
Dua kapal perang dan sebuah kapal selam Rusia menembakkan enam rudal jelajah Kalibr dengan target basis Islamic State (ISIS) di Suriah. Serangan ini dikonfirmasi Kementerian Pertahanan Rusia pada Jumat (23/6/2017).
Para militan ISIS yang selamat dari serangan rudal Kalibr dilaporkan terbunuh oleh serangan udara militer Moskow.
Enam rudal jelajah Kalibr ditembakkan oleh kapal perang Admiral Essen dan Admiral Grigorovich, serta kapal selam Krasnodar dari Laut Mediterania timur. Kapal selam, kata kementerian itu, menembakkan rudalnya saat dalam posisi terendam.
Serangan dari militer sekutu rezim Suriah ini menargetkan pusat komando dan kendali ISIS serta depot amunisi di Provinsi Hama, Suriah.
Masih menurut Kementerian Pertahanan Rusia, yang dilansir Russia Today, serangan rudal presisi hari ini menghantam sebuah pusat gudang amunisi ISIS berukuran besar di dekat Kota Aqerbat.
Rusia juga memperingatkan Turki dan Israel tentang serangan tersebut melalui jalur komunikasi antar-militer.
Selama seminggu terakhir, militan ISIS telah melakukan banyak usaha untuk melepaskan diri dari Kota Raqqa yang terkepung. Mereka berupaya lari menuju Palmyra dengan menggunakan “koridor selatan”.
Militer Rusia menambahkan, pergerakan para militan ISIS di wilayah tersebut terus dipantau. Setiap target potensial yang terdeteksi akan terkena dampak serangan presisi oleh Angkatan Udara Moskow.
✈️ Tripartite Meeting✈️ KRI Bung Tomo [TNI AL]
Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yakni KRI Bung Tomo-357 dipercaya oleh United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) sebagai salah satu unsur Maritime Task Force (MTF) untuk mengamankan kegiatan Tripartite Meeting.
KRI Bung Tomo-357 adalah satu dari dua unsur MTF yang dipercaya untuk siaga menjaga stabilitas keamanan perairan perbatasan Lebanon-Israel selama Tripartite Meeting. Unsur lainnya adalah kapal perang milik Yunani HS ROUSSEN P-67.
Tripartite Meeting merupakan salah satu agenda penting UNIFIL yang mempertemukan tiga delegasi/perwakilan. Yaitu delegasi Lebanese Armed Forces (LAF), Israel Defence Forces (IDF) dan UNIFIL sebagai pihak mediator.
Pertemuan itu bertujuan untuk menyelesaikan sengketa antara Lebanon dan Israel yang tertuang dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1701 terkait dengan penempatan tanda-tanda batas pada Blue Line (batas Lebanon-Israel) serta isu-isu penting lainnya demi terciptanya dan terjaganya kelangsungan perdamaian di Lebanon.
Keberhasilan pelaksanaan Tripartite Meeting sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perdamaian di Lebanon. Oleh karena itu, pihak UNIFIL berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan pertemuan trilateral tersebut dengan mengerahkan unsur-unsur pengamanan di darat, laut dan udara sehingga tidak ada kejadian-kejadian dari pihak lain yang bisa menggagalkan pertemuan tersebut.
KRI Bung Tomo-357 dikomandani oleh Kolonel Laut (P) Heri Triwibowo. Armada perang TNI AL ini adalah unsur pengamanan laut yang bertugas mengamankan jalannya pertemuan tersebut.
Selama pelaksanaan Tripartite Meeting, KRI Bung Tomo-357 melaksanakan pengamanan perairan perbatasan Lebanon - Israel dengan kapal perang Yunani dan kapal patroli angkatan laut Lebanon.
KRI Bung Tomo-357 harus melaksanakan koordinasi ketat dengan LAF-NAVY untuk memonitor dan mendeteksi kontak apapun yang mendekat dengan zona pengamanan. Selain itu, KRI Bung Tomo-357 harus memonitor area laut dan udara dan selalu berkoordinasi dengan unit FCR (Force Commander's Reserve) dari Perancis, sejak dimulainya meeting sampai dengan selesainya. Dan jika diminta maka KRI Bung Tomo-357 akan mengirimkan Tim Boarding Party guna membantu kapal patroli angkatan laut Lebanon.
Penunjukan KRI Bung Tomo-357 oleh UNIFIL dalam rangka pengamanan sektor laut dan udara pada Tripartite Meeting di Lebanon kembali menegaskan kepercayaan MTF dan UNIFIL terhadap profesionalisme prajurit prajurit TNI AL dan kemampuan alutsistanya dalam menjamin dan menjaga perdamaian di Lebanon. Hal ini merupakan prestasi yang akan mengangkat citra Kontingen Garuda, TNI dan bangsa Indonesia di mata dunia. (fri/jpnn)
✈️ Pesawat intai TNI AU [TNI AU]
Patroli bersama Trilateral di wilayah perairan tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang tergabung dalam Trilateral Maritime Patrol (TMP) Indomalphi terus dilakukan di wilayah Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara.
Patroli bersama tiga negara itu telah disepakati sejak tahun lalu antara masing-masing Menhan ketiga negara, mengingat maraknya aksi pembajakan dan penculikan di sekitar perairan Sulu, sehingga ketiga negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama keamanan untuk meredam aksi kejahatan di perairan tersebut.
Lanud Sultan Hasanuddin melalui perintah Komando atas segera mengerahkan satu flight pesawat Boeing 737 Intai Strategis Skadron Udara 5 dan satu flight pesawat tempur Sukhoi SU-27/30 untuk mendukung latihan patroli bersama tersebut.
Komandan Lanud Sultan Hasanuddin Marsma TNI Bowo Budiarto menegaskan Lanud Sultan Hasanuddin siap mendukung latihan Trilateral Maritim Patrol dengan mengerahkan dua flight pesawat, masing masing satu flight pesawat Boeing 737 Intai Strategis Skadron Udara 5 dan satu flight pesawat tempur Sukhoi SU-27/30 Skadron Udara 11 wing Udara 5 Lanud Sultan Hasanuddin.
Komandan Lanud Sultan Hasanuddin juga mengatakan hingga saat ini kerjasama latihan patroli bersama tersebut berjalan dengan aman dan lancar, dengan harapan kerja sama patroli ini bisa meningkatkan hubungan kerja sama militer sekaligus menekan maraknya aksi kejahatan di sekitar perairan batas wilayah ketiga negara. (fo)
✈️ Australia Kirim Dua Pesawat Pengintai✈️ Ilustrasi pesawat Intai AP-3C Orion Australia [AFP]
Militer Australia, pada Jumat (23/6), mengatakan bahwa pihaknya akan mengirim dua pesawat pengintai militer ke Filipina. Pesawat tersebut akan digunakan untuk membantu Filipina memerangi milisi ISIS guna merebut kembali kota Marawi.
"Pemerintah Filipina telah menerima tawaran Australia untuk dua pesawat Angkatan Bersenjata AP-3C untuk memberikan dukungan pengawasan kepada angkatan bersenjata Filipina," ungkap Menteri Pertahanan Australia Marise Payne dalam sebuah pernyataan.
Menurut Payne, peperangan Filipina melawan milisi ISIS turut menjadi kepentingan Australia. "Ancaman regional dari terorisme, khususnya dari ISIS dan milisi asing, merupakan ancaman langsung bagi Australia dan kepentingan kita," ujarnya.
Kendati demikian, ia tidak mengungkapkan di mana pesawat pengintai militer itu akan dioperasikan. Yang jelas, bantuan pesawat pengintai tersebut diharapkan dapat memberi kontribusi bagi perjuangan militer Filipina melawan ISIS.
Pertempuran selama lima pekan antara simpatisan atau milisi ISIS melawan militer Filipina telah memakan cukup banyak korban. Menurut perkiraan resmi, 369 orang telah tewas dalam peperangan tersebut.
Pekan ini, militer Filipina kembali menggencarkan tekanan serta serangan ke Marawi. Tujuannya adalah membebaskan kota tersebut dari ancaman teror menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri.
✈️ Berusaha mendatangkan 10 unit✈️ Pesawat Su35 Rusia [Marina]
Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu, menyebut pembelian Sukhoi SU 35 menguntungkan Indonesia. Sebab ada kerja sama berkelanjutan antara negara produsen Rusia dengan pemerintah Indonesia.
"Karena ada imbal dagangnya 50 persen. Kita bisa ekspor," kata Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Kamis 22 Juni 2017.
Perjanjian antara Indonesia dan Rusia itu meliputi pembangunan pabrik suku cadang pesawat tempur di Tanah Air. Nantinya di Indonesia akan tersedia suku cadang hingga pusat perbaikan Sukhoi.
Namun Menhan menolak menjelaskan detail kerja sama termasuk 50 persen imbal dagang mengingat hal tersebut, kata dia, masuk ranah Kementerian Perdagangan (Kemendag). Yang jelas, Ryamizard akan berusaha mendatangkan 10 lebih pesawat tempur Sukhoi ke Tanah Air.
"Kemarin kan dananya untuk 8 pesawat, saya akan coba bisa 10. Kalau bisa 11 (pesawat Sukhoi)," kata Ryamizard.
Disinggung mengenai waktu kedatangan pesawat, Mantan KASAD itu meminta semua pihak sabar. Karena proses mendatangkan pesawat terbilang rumit, apalagi yang baru. "Ya dibuat dulu, kan kita enggak beli bekas," pungkasnya. (HUS)
Bahas Perbantuan TNI ke Marawi?Presiden Indonesia, Joko Widodo, melakukan pertemuan dengan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menjelang KTT ASEAN di Manila, Jumat (28/4/2017). (Reuters) ●
Presiden Joko Widodo menelepon Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Rabu (21/6/2017) malam.
"Betul. Ada pembicaraan antara Presiden Jokowi dan Presiden Duterte, semalam," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kompleks Istana Presiden, Kamis (22/6/2017).
Meski demikian, Pramono enggan merinci apa isi komunikasi di antara Jokowi dan Duterte tersebut.
Diwawancarai terpisah, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, komunikasi Indonesia dan Filipina memang sedang mesra.
Sejumlah daerah di Filipina Selatan masih dalam kondisi darurat. Militer Filipina masih belum memukul mundur Sayap kelompok Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Asia Tenggara masih melancarkan serangan
TNI, lanjut Ryamizard, direncanakan diterjunkan ke Filipina selatan untuk membantu militer setempat untuk menggempur sayap ISIS di sana.
"Karena itu musuh bersama. Kalau dia masuk ke Indonesia bagaimana? Repot nanti. Makanya kami bantu blok agar tidak ke mana-mana. Alasan (TNI bantu Filipina) itu semata-mata pertahanan negara kita juga," ujar Ryamizard.
Meski demikian, operasi TNI di Filipina masih menunggu keputusan Kongres Filipina. Namun Ryamizard menegaskan bahwa pada dasarnya, Jokowi dan Duterte setuju soal bantuan personel TNI di Filipina.
"Kalau Presiden Jokowi sudah boleh. Presiden Duterte juga sudah boleh. Tapi kan enggak segampang itu. Harus ada keputusan kongres dulu. Kami siap saja," ujar Ryamizard.
By: Pardiyanto *) Anggota TNI Angkatan Laut mempersiapkan Helikopter disela latihan laut Marine Naval Excercise Komodo (MNEK) 2016 di Perairan Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Kamis (14/4). ✬
Marine security requires strong and powerful action from the State through maritime security actors. The national security and sovereignty of the State is a great foundation for security actors to enforce the law of any shipping violations in the Indonesian marine territory. Sovereignty is the authority or high authority of a State to guard its territory. Marine security actors are the only appropriate pillar of the State to address any maritime violations because security actors are supported by a variety of personnel resources, weaponry and great infrastructure. Citizens and communities are unlikely to secure maritime offenses committed with modern equipment and technology.
Just look at the Marine and Fisheries Resource Patrol (PSDKP) Shark Patrol (PSDKP) Shark Tiger 01 who must face the intimidation and provocation of the Coast Guard and the Vietnamese Navy when arresting five Vietnamese Ship Fishers (KIA) with 55 crew (ABK) who stole fish In the area of the Exclusive Economic Zone (ZEE) of Indonesia in the waters of the Natuna Islands, Prov. Riau Islands (21/5/2017). Vietnamese Coast Guard vessel crashed into one of the KIA Vietnam that will be driven PSDKP Tiger Macro 01 patrol to Batam Port until almost drowned, consequently 44 Vietnamese crew escaped with Coast Guard Vietnam and five Kia Vietnam re-released, even the Second Shipwright II PSDKP Shark Macan 01, Danang Gunawan Wibisono was taken hostage by the Coast Guard of Vietnam.
The Law of the International Sea confirms the zonation of marine or marine territories which is the sovereign authority of a coastal state or an archipelagic state, so that law enforcement and mobilization of weapon forces become the authority of the State to uphold the sovereignty of the territorial waters. Some maritime zones agreed in UNCLOS 1982 include: Territorial Sea (Territorial Sea) the widest width of 12 miles measured from the base line, inland waters of the waters on the land side of the territorial sea basin, where foreign ships have no right passing. The islands are waters enclosed by an archipelagic base which is the full sovereignty of a country, the additional zone is a zone bordering the Territorial Sea and not exceeding 24 nautical miles from the base line, the Exclusive Economic Zone (EEZ) of a maritime zone located outside and adjacent to the Territorial Sea.
UNTAET Regulation 1982 (UNCLOS 1982), EEZ applies two legal regimes: first, applicable to a special legal regime (suigeneris) states that the EEZ region is not a fully-contained area and not the applicable law of the Free Sea law regime, Exclusive right which means that other countries can utilize EEZ of a country without the country's consent. EEZ is a marine area adjacent to the Territorial Sea measured 200 miles from the base line, where a country has the sovereign right to undertake the exploration, exploitation, management and conservation of biological and non-biological natural resources from the seabed and subsoil and undertake activities - other activities such as hydroelectricity, ocean and wind currents in the EEZ region.
With confirmation that recognized the Law of the Sea Islands (archipelagic state), Indonesia has a strong policy to fight hard to defend the sovereignty of the sea. To realize fully Islands National, State Indonesia has some homework to be resolved: first, hammer out an agreement with neighboring countries in order to determine the continental shelf and the EEZ. Indonesia faced with 10 neighboring countries (Malaysia, Singapore, Thailand, Philippines, Vietnam, India, Australia, Papua New Guinea, East Timor and Palau) who have maritime borders, which enables overlapping maritime boundaries and must be unanimous in determining the maritime boundary. Indonesia has not yet agreed on the Continental Shelf with Thailand, Malaysia, East Timor and Palau. While the EEZ that have not been agreed upon among the Indians (not meeting at all), Thailand (already 2 times), Malaysia (for the segment of the Malacca Strait, South China Sea and the Celebes Sea), Vietnam (already 8 times), Palau and Nauru Leste. Some of the Continental Shelf and EEZ that have obtained the agreement of which with Australia, Papua New Guinea, Philippines and Singapore (do not have a zone of the continental shelf and the EEZ).
Second, filing (submission) limit excess Continent to CLCS (Commission on the Limits of the Continental Shelf og). In Article 76, paragraph (1) UNCLOS 1982 mentioned the seabed and subsoil beyond the territorial sea which are situated along a natural continuation of its land territory to the outer edge of the continental edge or to a distance of 200 nautical miles from the Baselines when the outer edge of the continental edges do not cross that distance.
Indonesia has three potential areas where the continental shelf is more than 200 nautical miles measured from the base line, west of Sumatra, south of Nusa Tenggara and north of Papua. Indonesia has partially submitted to the western seas of Sumatera, where CLCS's recommendation of the Indonesian submission was issued on March 11, 2011, so based on the recommendation, the area of the Continental Shelf on the western bee of Sumatra becomes 4209 km², wider than the initial proposal on June 16, 3915 km².
Third, the firmness of supervision and legal action in the archipelagic sea lane of Indonesia (ALKI). Indonesia has struggled to establish international sea shipping lanes in the territory of Indonesian marine sovereignty. On August 30, 1996 attached the concept of Indonesian Archipelagic Sea Lane (ALKI) in the forum of International Maritime Organization. Further on May 19, 1998, the concept of ALKI can be approved by the International Maritime Organization. So that the Government establishes the Rights and Obligations of Ships and Foreign Aircraft that pass through the ALKI on 28 June 2002. ALKI I, the voyage between the South China Sea and the Indian Ocean or vice versa by Sea Natuna, Karimata Strait, Java Sea and Sunda Strait, ALKI II voyage between the Sulawesi Sea and Indian Ocean or vice versa via Makassar Strait, Flores Sea and Lombok Strait, and ALKI III voyage between Pacific Ocean and Indian Ocean or vice versa through Maluku Sea Seram, Banda Sea, Ombai Strait and Savu Sea, or Banda Sea, Leti Strait, or Banda Sea and Arafuru Sea.
Foreign aircraft and ships passing through the ALKI have the obligation: to pass quickly, to prevent the occurrence of threats or the use of force against the Island States, not to commit acts that violate international law, to focus on the purpose or intention of passing directly, continuously and as quickly as possible, and Comply with international rules and regulations.
The international community's confidence in the sovereignty of the archipelagic States may decrease when the supervisory and marine security apparatus are not firm in cracking down on any maritime offenses, law enforcement of sea offenses is not running clean and post-judicial handling is not good, and Alutsista (the main tool of the system Defense) is still left behind from other countries. The Government's efforts to repatriate or deport about 695 non-yustisian Vietnamese crew abducteans who were arrested for illegal fishing in the EEZ of Indonesia (9/6/2017) and good handling of ABK pro yustisia prisoners became part of post-judicial handling Improve the image of Indonesia. Therefore, the sovereignty of the archipelago State can only be realized when the Government is always based on firm diplomacy (as the character development of human resources of security actors) and the strengthening of Alutsista.
*) Social and Behavior Observer
"Semua perlu prosedur, Filipina punya prosedur, Indonesia punya prosedur, Malaysia punya prosedur. Masing-masing tentu akan menjaga prosedur itu." Ilustrasi latihan pembebasan sandera [istimewa] ✬
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengungkapkan ada wacana antarnegara berdekatan untuk saling membantu dalam mencegah atau menangani masuknya paham dan gerakan radikalisme di satu negara.
Wiranto ditemui di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa wacana itu muncul menyusul terjadinya pergeseran basis ISIS ke Marawi Filipina.
"Sudah ada satu wacana untuk saling membantu. Misalnya, saya dengan pihak Australia juga sudah bicara, kemudian Filipina dengan Indonesia sendiri sudah bicara. Banyak negara lain juga punya kepentingan terhadap munculnya basis teror di Marawi itu," kata Wiranto.
Ia menyebutkan kerja sama saling membantu itu atas dasar prinsip pada pertimbangan bahwa tidak mungkin satu negara itu sendirian melawan terorisme.
"Presiden Duterte pun memberikan lampu hijau untuk mendapatkan bantuan dari negara lain," katanya.
Wiranto mengaku ada mekanisme dalam kerja sama itu. "Bantuan-bantuan, kerja sama dalam bentuk operasi-operasi militer tentu ada mekanismenya, prosedurnya," katanya.
Ia menyebutkan kerja sama tersebut digarap. Sejumlah menhan juga sudah ketemu untuk menggarap itu.
"Nanti di Manado bulan Juli ada pertemuan enam negara New Zealand, Australia, Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Filipina juga akan berbicara masalah ini," katanya.
Menurut dia, kerja sama dalam menanggulangi masalah terorisme di kawasan Asia Tenggara merupakan sesuatu yang sangat wajar.
"Semua perlu prosedur, Filipina punya prosedur, Indonesia punya prosedur, Malaysia punya prosedur. Masing-masing tentu akan menjaga prosedur itu," kata Wiranto.
Pertukaran Intelijen Penting Berantas ISIS
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pertukaran informasi intelijen merupakan teknis kerja sama yang paling penting dalam upaya pemberantasan kegiatan ISIS di Filipina.
"Kalau kita jalan, tidak ada intelijen, percuma saja," kata Ryamizard ditemui di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta pada Kamis.
Selain itu, penguatan patroli bersama baik di wilayah laut, udara dan darat juga menjadi esensial dilakukan oleh tiga negara; Indonesia, Filipina dan Malaysia.
Menurut Ryamizard, kerja sama trilateral perlu dilakukan karena ISIS sebagai musuh bersama yang hadir di kawasan Filipina bagian selatan.
"Dengan kebersamaan itu, pasti keberhasilan lebih besar. Kita setiap hari dengan Menhan Filipina dan Malaysia itu minimal dua hari telepon-teleponan," jelas Ryamizard.
Menhan menjelaskan kendati Indonesia siap memberikan bantuan dukungan militer, namun hal itu membutuhkan keputusan kongres Filipina dengan bermacam pertimbangan.
"Kita tidak bisa masuk kalo tidak diizinkan, walaupun Presidennya (Rodrigo Roa Duterte) boleh. Tapi kita siap saja," ujar Ryamizard.
Sebelumnya pada Senin (19/6) di Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara, tiga panglima angkatan bersenjata dari tiga negara, yakni Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Panglima Angkatan Tentera Malaysia Jenderal Tan Sri Dato Sri Raja Mohamed Affandi bin Raja Mohamed Noor dan Chief of Staff, Armed Forces of the Philippines General Eduardo M Ano AFP menandatangani prasasti peresmian Maritime Command Center (MCC).
MCC itu diharapkan membantu semua pihak untuk menerapkan sejumlah langkah strategis preventif, di antaranya, melaksanakan patroli terkoordinasi ketiga negara, memberikan bantuan segera untuk menyelamatkan manusia dan kapal dalam kondisi darurat, mendirikan focal point nasional antara tiga negara guna menfasilitasi sharing informasi dan intelijen, serta membentuk jaringan kmunikasi untuk memudahkan koordinasi dalam situasi darurat.
MCC Indonesia berada di Tarakan, MCC Malaysia berada di Tawau dan MCC Filipina berada di Bongao.
Pusat Komando Maritim itu akan menjadi pos wilayah keamanan dalam memantau kapal-kapal yang beroperasi dan berpatroli di laut kawasan itu.
Ilustrasi Pasukan Khusus ✬
Filipina telah mengizinkan pemerintah Indonesia untuk terlibat dalam patroli darat mengepung ISIS. Menko Polhukam Wiranto mengatakan sebelum itu dilakukan perlu ada beberapa penyesuaian.
"Semua kan ada prosedurnya, latihan bersama saja ada prosedur operasinya sementara kita pelajari prosedur operasi bersama itu bagaimana," kata Wiranto saat ditemui wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2017).
Menurut dia setiap negara mempunyai karakteristik operasi yang berbeda. Sehingga dia menilai tidak bisa serta-merta melaksanakan operasi bersama, perlu ada latihan bersama sebagai penyesuaian terhadap kekuatan militer di kedua negara.
"Ada yang mungkin ikut mazhab Inggris ada yang ngikut ke Amerika, kita sendiri punya pengembangan dari prosedur operasi itu, itu nggak bisa tiba-tiba mesti kompak," kata Wiranto.
"Pernah waktu saya panglima dulu juga ada latihan bersama, semuanya untuk menyesuaikan prosedur bersama supaya nggak terjadi suatu miss komunikasi dan miss untuk operasi," imbuhnya.
Wiranto menjelaskan setelah diawali oleh latihan bersama, nantinya akan ada peningkatan latihan, dan bisa saja untuk melakukan operasi bersama. Menurutnya melawan terorisme harus dilakukan bersama-sama, tidak bisa dilawan sendirian.
"Bukan potensi tapi kemauan bersama, karena kalau kita melawan terorisme itu nggak bisa mandiri, mesti bersama-sama," kata Wiranto.
Wiranto menjelaskan sampai saat ini latihan bersama tersebut masih dalam proses persetujuan dari parlemen Filipina. Meski Durtete sudah mengizinkan, masih ada persetujuan konstitusional yang harus diurus oleh kedua negara.
"Nanti kita lihat prosedur di sana bagaimana di Indonesia bagaimana, Indonesia pun tidak kemudian ujug-ujug bisa Operasi di negara lain, tentu ada prosedur yang secara konstitusional diizinkan dan dibenarkan oleh negara," tutup Wiranto. (erd/erd)