An Indonesian shipbuilder has laid down two more tank landing ships for the country’s navy. [Terafulk] ☆
Indonesian shipbuilder PT Bandar Abadi has laid down two more Teluk Bintuni-class tank landing ships (LSTs) on order for the Indonesian Navy (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut, or TNI-AL).
The keels for both vessels were laid down on 19 December at the company’s facilities in Batam. The event was confirmed by Terafulk Ship Design, which is collaborating with PT Bandar Abadi on the project, in a statement on the following day.
Rampung 30 Persen Ilustrasi KCR 60M PT PAL. [PAL Indonesia] ☆
PT PAL Indonesia (Persero) telah merealisasikan proses keel laying pembangunan proyek kapal KCR 5 dan KCR 6 pesanan Kementerian Pertahanan atau sekitar 30% melebihi target perencanaan.
Direktur Utama PAL Indonesia, Budiman Saleh mengatakan perkembangan produksi untuk KCR 60 ke-5 dalam keel laying atau pemasangan lunas kapal sudah mencapai 28,61% dari target semula 20,6%.
"Sedangkan KCR 60 ke-6 sudah mencapai 30,07% melebihi target semula 19,4%. Jadi keel laying ini dilaksanakan lebih awal dari rencana semula," katanya dalam rilis, Jumat (20/12/2019).
Dia mengatakan pembangunan dua kapal KCR 60 ini merupakan hasil kontrak pembelian dari Kemenhan sejak 28 September 2018. Hingga kini perseroan telah menyerahkan 4 unit kapal KCR kepada Kemenhan sebagai pemesan.
Adapun tahapan keel laying ini penting karena nantinya usia kapal akan dihitung sejak pertama kali pemasangan lunasnya. Kapal KCR ke-5 dan KCR-6 TNI AL ini memiliki panjang 60 meter, dan lebar 8,10 meter.
Kapal tersebut mampu mengakomodasi kru sebanyak 55 orang. Kapal tersebut memiliki berat 500 ton dan dapat melaju dengan kecepatan maksimal 28 knot dengan endurance 5 hari, kapal itu juga memiliki jarak jelajah 2400 Nm pada kecepatan 20 knot.
"Kapal tersebut juga akan dilengkapi dengan sistem senjata dan radar," imbuhnya.
Diketahui fungsi utama kapal KCR adalah untuk pengamanan wilayah maritim dan sangat relevan dengan karakteristik geografi Indonesia.
Kapal KCR masuk dalam kategori Offshore Patrol Vessel (OPV) yang memiliki kemampuan manuver yang lincah, mampu bergerak secara cepat, serta dapat digunakan untuk melakukan pengejaran terhadap kapal asing yang melanggar wilayah teritorial.
TNI AL baru saja mendapatkan tambahan kekuatan armada perang dengan hadirnya dua kapal perang hasil karya anak bangsa, yakni KRI Gulamah 869 dan KRI Bubara 868.
Kedua kapal perang produksi PT Caputra Mitra Sejati (CMS) tersebut menggunakan nomer lambung dari kapal perang lama yang kini sudah diturunkan perannya dari KRI ke KAL.
KRI Bubara 868 tadinya nomer lambungnya disematkan pada KRI Anakonda 868, kemudian KRI Gumalah 869 tadinya nomer lambungnya adalah milik KRI Patola 869, kedua kapal patroli dari bahan lambung fiberglass tersebut kini menjadi arsenal peronda di tingkat Lantamal (Pangkalan Utama Angkatan Laut).
Dikutip dari tnial.mil.id, pemberian nama Bubara dan Gulamah, diambil dari nama sejenis ikan kakap putih yang merupakan ikan jenis demersal, ikan tersebut biasa ditemukan di perairan pesisir dan sungai. Kedua ikan itu memiliki karakteristik kecepatan dan ketahanan dalam berenang.
Kedua kapal jenis patroli cepat (PC)-40 M ini memiliki spesifikasi panjang 45,5 meter, lebar 7,9 meter dan bobot 230 ton. Disokong mesin utama 3 x 1800 Hp dengan putaran mesin 2300 rpm, kapal ini mampu melaju dengan kecepatan maksimal 24 knot, kecepatan jelajah 17 knot dan kecepatan ekonomis 15 knot. Untuk urusan daya tahan berlayar, dengan bekal bahan bakar penuh (56.000 liter), endurance kapal ini dapat berlayar selama enam hari. Dengan bahan bakar penuh, jangkauan berlayar kapal patroli ini dapat mencapai 3.022 km.
Sebagai elemen persenjataan, kapal yang diawali 35 prajurit ini mengandalkan kanon kaliber 30 mm pada haluan. Bila merujuk ke keluarga PC-40 yang telah dioperasikan TNI AL, maka besar kemungkinan jenis senjata yang akan dipasang adalah kanon Marlin WS (Modular Advanced Remotely controlled Lightweight Naval Weapon Station). Kanon yang dikendalikan dengan teknologi RCWS (Remote Control Weapon System) ini mengandalkan basis senjata Oto Melara 30 mm.
Ciri khas Marlin WS, kanon ini dapat dioperasikan stand alone dengan remote control consol yang terdapat di PIT (Pusat Informasi Tempur). Namun Oto Melara 30 mm dapat pula diintegrasikan dengan CMS, menjadikan sistem senjata ini terkonfigurasi utuh dalam FCS (Fire Control System) yang melibatkan peran radar penjejak dan video tracking. Jalur yang digunakan dari terminal senjata ke CMS/FCS memakai teknologi LAN (Local Area Netwotk).
Dari aspek performa, Oto Melara 30 mm dapat menjangkau sasaran sejauh 3.000 meter. Kecepatan tembak per menitnya adalah 160 peluru per menit. [rif]
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto didampingi Menhan Nasional China Jenderal Wei Fenghe (kiri) menginspeksi pasukan kawal kehormatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sebelum melakukan pertemuan bilateral di Beijing, Senin (16/12/2019). ANTARA/HO PLA/am ⚓️
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Nasional China Jenderal Wei Fenghe membicarakan peningkatan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan kedua negara.
Di bawah dinginnya suhu udara Beijing yang diguyur hujan salju sejak Senin pagi itu, kedua Menhan tampak bersikap hangat dan bersahabat.
"Suasananya cair antardua rekan sejawat ini dalam membahas berbagai isu terkait pertahanan negara, kerja sama kedua angkatan bersenjata Indonesia dan Tiongkok, serta masalah stabilitas dan keamanan di kawasan," kata Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun yang turut serta dalam pertemuan di kawasan Deshengmen itu.
Bahkan Menhan Prabowo merasa yakin "counterpart"-nya itu bisa diajak memperluas area kerja sama di bidang pertahanan dan kemiliteran.
Kedatangan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI ke Ibu Kota China tersebut disambut upacara militer oleh Menhan Wei dan pasukan kawal kehormatan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Prabowo sudah dua kali bertemu Jenderal Wei karena sebelumnya berjumpa dalam Pertemuan ke-6 Tingkat Menteri Pertahanan ASEAN Plus di Bangkok, Thailand, pada 18 November 2019.
Industri Pertahanan
Delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto foto bersama delegasi China dalam pertemuan bilateral dengan Menhan Nasional China Jenderal Wei Fenge di Beijing, Senin (16/12). (ANTARA/HO-PLA/mii)
Dalam kunjungannya ke Beijing, Prabowo juga sempat melakukan dialog dengan Deputi Direktur Jenderal Lembaga Negara untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri Pertahanan Nasional (SASTIND) Xu Zhanbin.
Dalam pertemuan tersebut Xu didampingi perwakilan dari sejumlah BUMN industri strategis China, di antaranya China Precision Machinery Import-Export Corporation (CPMIEC), Norinco, dan China Electronics Technology Group Corporation (CETC) yang berkesempatan memaparkan pengalaman mereka di Indonesia dan negara-negara lain.
Menurut Dubes Djauhari, dialog dengan SASTIND membahas kemungkinan kerja sama industri pertahanan dengan China.
"Industri pertahanan Tiongkok telah terbukti dapat memenuhi hampir semua kebutuhan pertahanan negara ini," ujarnya.
Selain Dubes, dalam dua pertemuan tersebut Prabowo didampingi Atase Pertahanan Kedutaan Besar RI di Beijing Brigadir Jenderal TNI Kuat Budiman, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Suryo Prabowo serta beberapa pejabat di lingkungan Kemenhan dan TNI.
The vessels will be operated as ‘motherships’ for unmanned aerial, surface, and underwater vehicles
OPV 95M design by PT PAL ⚓️
The Indonesian Navy (Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Laut: TNI-AL) has requested that a total of IDR 4.8 trillion (USD 340 million) be allocated towards a new class of offshore patrol vessels (OPVs) for the service.
According to a draft of the request that was provided to Jane’s on 16 December, the funds will be sourced from domestic lenders as part of loans to be scheduled in the period spanning 2020–24.
SU 35 Russia [reuters] ★
Kementerian Pertahanan menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa diintervensi oleh negara manapun dalam mengambil keputusan pertahanan. Pernyataan ini merespons kabar ancaman dari sejumlah negara kepada Indonesia agar tidak membeli jet tempur Sukhoi.
Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan Indonesia merupakan negara berdaulat.
“Indonesia adalah negara berdaulat, tidak ada negara yang boleh mengancam dan mengintervensi keputusan penting terkait pertahanan Indonesia,” ujar Dahnil dalam pesan singkat, Rabu (18/12).
Dahnil menuturkan kebijakan mengenai alutsista di Kementerian Pertahanan tidak dilakukan secara sepihak.
Ia berkata keputusan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto terkait alutsista didasari oleh keputusan politik pemimpin tertinggi yakni Presiden Joko Widodo.
Selain itu, menurut Dahnil, pengadaan alutsista juga berdasarkan kebijakan kekuatan pokok minimum atau Minimum Essensial Force (MEF). Serta mempertimbangkan kebutuhan dari TNI AU, AD, AL hingga Mabes TNI selaku pengguna alutsista.
“Sudah direncanakan dengan baik dan prudent,” ujarnya.
Indonesia merupakan salah satu negara pembeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia. Ancaman terhadap Indonesia terkait pembelian Sukhoi diungkapkan oleh Wakil Duta Besar Rusia di Jakarta, Oleg V Kopylov, dalam jumpa pers yang digelar di kantornya, hari ini.
Oleg mengungkapkan ada sejumlah negara tak menyukai rencana Indonesia membeli 11 jet tempur Sukhoi Su-35. Negara-negara tersebut bahkan mengancam Indonesia agar tidak membeli Sukhoi Su-35.
Indonesia tetap berkeinginan untuk melanjutkan kontrak pembelian jet tempur Sukhoi meski beberapa negara mencoba mengancam Indonesia. Tapi Indonesia tak merasa terancam, ini sangat bagus,” kata Kopylov di kantornya.
Kopylov enggan membeberkan negara-negara yang mengancam Indonesia itu. Meski begitu, ia menyatakan kontrak pembelian jet tempur senilai Rp16,75 triliun itu masih terus berlanjut.
Rencana Indonesia membeli 11 jet tempur Su-35 ini sudah berlangsung sejak sekitar dua tahun terakhir. Sejumlah pihak menuturkan jet-jet tersebut akan tiba di Indonesia pada 2019.
Namun, hingga kini belum ada kepastian dari pemerintah Indonesia apakah pembelian belasan pesawat itu dilanjutkan.
♞ CNN
Persaingan Bisnis Yang Tak AdilRusia angkat bicara mengenai ancaman sanksi yang dijatuhkan oleh AS terhadap negara-negara yang ingin membeli peralatan militer Moskow, termasuk pada Indonesia. [Foto/Reuters] ★
Rusia angkat bicara mengenai ancaman sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap negara-negara yang ingin membeli peralatan militer Moskow, termasuk kepada Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia telah menekan kontrak pembelian Su-35 dengan Rusia, namun ancaman sanksi dianggap menjadi penghambat kelanjutan dari kesepakatan itu.
Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Oleg V.Kopylov menuturkan, ancaman sanksi ini tidak lain adalah strategi bisnis. Sebagai produsen senjata dunia, AS takut produk mereka tidak laku, karena banyak negara memilih untuk membeli dari Rusia.
"Seperti kasus Turki, kasus India, dan kasus China, AS mencoba mencegah negara-negara sahabat kami untuk bekerja sama dengan Rusia di ranah militer dan teknis," ucapnya pada Rabu (18/12/2019).
"Hal ini cukup dipahami, karena AS juga memiliki industri teknis militer yang besar, dan AS merupakan eksportir senjata terbesar di dunia, dan ini tentang persaingan. Namun, persaingan bisa adil dan tidak adil," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, persaingan yang adil adalah baik Rusia dan AS membiarkan suatu negara memilih produk mereka yang lebih mereka sukai. Namun, dengan adanya ancaman sanksi, Kopylov menuturkan, Washington memilih untuk melakukan persaingan yang tidak adil.
"Indonesia bisa melihat yang mana yang terbaik, yang paling efektif dari segi harga, dan Indonesia akan membeli senjata tersebut. Itulah kompetisi yang adil," ujarnya.
Kopylov sebelumnya telah menegaskan bahwa kontrak pembelian jet tempur Su-35 masih berlangsung. Dia mengatakan bahwa kontrak pembelian 11 Su-35 sangat komplek dan rumit dan kedua pihak tengah bekerja untuk menyelesaikan prosesnya.
Rusia Tegaskan Kontrak Pembelian Su-35 Dengan RI Masih Berlanjut
Moskow mengatakan bahwa kontrak pembelian 11 Su-35 sangat komplek dan rumit dan kedua pihak tengah bekerja untuk menyelesaikan prosesnya. [Foto/Reuters]
Rusia menyatakan, kontrak pembelian jet tempur Su-35 masih berlangsung. Moskow mengatakan bahwa kontrak pembelian 11 Su-35 sangat komplek dan rumit dan kedua pihak tengah bekerja untuk menyelesaikan prosesnya.
Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Oleg V.Kopylov mengatakan, kontrak sudah diteken pada Februari 2018. Tapi, paparnya, terdapat banyak bab di dalam kontrak tersebut dan mungkin banyak turunan kontrak atau perjanjian.
"Karena ini turut membahas mengenai teknologi, pertukaran personel yang akan merawat jet tempur tersebut, jadi ini adalah dokumen yang sangat rumit," ucapnya pada Rabu (18/12/2019).
"Kami sadar pihak Indonesia ingin membeli jet tempur ini untuk menjaga keamanan nasional negara tersebut dan kami mendengar banyak konfirmasi dari pemerintah dan militer Indonesia bahwa pihak Indonesia tertarik untuk membeli jet tempur ini. Jadi, kita tidak terburu-buru, kita tidak menekan, kita tidak mendikte aturan kita kepada teman dan kolega Indonesia kita," sambungnya.
Dia lalu mengatakan bahwa pihaknya menyadari ada beberapa negara yang menentang kerja sama militer dan teknis antara Indonesia dan Rusia. Tapi, dia menuturkan, dalam hal pembelian senjata, kebijakan pemerintah Indonesia sangat bijaksana dan adil.
"Sisi Indonesia bekerjasama dengan banyak negara, termasuk dengan Rusia. Kami memahami ini, karena perdagangan senjata adalah masalah bisnis, di sana ada pedagang dan pembeli, ada penawaran dan permintaan, dan jika Indonesia memutuskan untuk memilih jet tempur kami untuk mempertahankan keamanan nasionalnya, ini adalah keputusan Indonesia," ujarnya.
Kopylov menambahkan, Moskow menikmati kerjasama militer dan teknis dengan Jakarta dan siap mendukung dan menawarkan kepada Indonesia peralatan militer canggih buatan Rusia. (esn)
♞ sindonews
As Part of Military AnniversaryPindad Harimau tank [MaxDefense] ★
As part of displays celebrating the 84th founding anniversary of the Armed Forces of the Philippines (AFP), the Philippine Army (PA) included the armored vehicles from Indonesian arms manufacturer PT Pindad as part of the equipment display in Manila on 17 December 2019.
Filipino defense page MaxDefense Philippines posted photos of the Pindad Harimau medium tank, as well as the Pindad Anoa 6x6 wheeled armored personnel carrier (APC) among those displayed together with existing assets of the PA and other branches of the AFP.
It was also seen painted in PA vehicle paint scheme, although missing other markings found on PA vehicles. This suggests that the vehicles are indeed just present for display.
Pindad Anoa APC [MaxDefense]
MaxDefense Philippines previously reported that the armored vehicles were sent to the Philippines for viewing and possibly testing in Philippine conditions, as PT Pindad is among those contending for the PA's ongoing Light Tank project as well as the upcoming Wheeled APC project.
PT Pindad is said to be contending with Elbit Systems of Israel, as well as a joint venture between South Korea's Hanwha Defense and Turkey's Otokar Otomotiv.
The PA and the Department of National Defense (DND) are expecting the Light Tank project to be finalized by 2020.
♞ APDJ
KAL 28 M Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Siwi Sukma Adji menyaksikan langsung penandatanganan Berita Acara serah terima kapal perang sebanyak dua unit Kapal Angkatan Laut (KAL) 28 M, di Pontianak, Senin (16/12/2019). [ANTARA/Slamet Ardiansyah/pri.] ☆
Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut XII Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat mendapat tambahan dua unit kapal perang buatan anak bangsa, yaitu KAL Anyer dan KAL Rajenwesi dengan panjang 28 meter.
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Siwi Sukma Adji menyaksikan langsung penandatanganan berita acara serah terima kapal perang tersebut di Markas Komando Dermaga Jeruju, Lantamal XII Pontianak, Kalbar.
"Dua kapal ini buatan anak bangsa yaitu PT Steadfast Marine Tbk yang ada di Kota Pontianak, tepatnya yang ada di Jalan Khatulistiwa, Batulayang-Pontianak Kalbar untuk keperluan alusista TNI Angkatan Laut," kata Kepala Staf, Laksamana TNI Siwi Sukma Adji di Pontianak, Senin.
Kasal mengatakan, penambahan armada dua KAL 28 M ini, juga dalam rangka untuk keperluan melaksanakan tugas, yaitu penegakan kedaulatan dan hukum serta keamanan di laut Indonesia.
"Setelah kami terima, mungkin dalam waktu dua tiga bulan kedua kapal beserta krunya akan di latih di wilayah laut Kalbar, setelah itu baru akan di serahkan kepenempatannya. Apakah nantinya akan kami tempatkan di Kalbar atau tempat lain," kata Kasal.
Memang ujarnya lagi, lazimnya ia berharap lebih bagus ada di wilayah Kalbar dalam rangka untuk maintenen atau pemeliharaanya. Termasuk untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat Kalbar khususnya.
"Sehingga hasil dari pada perusahaan galangan kapal di Pontianak ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kalbar khususnya dan pada negara pada umumnya," kata Laksamana TNI Siwi Sukma Adji.
Sementara itu, dua unit KAL 28 M produksi PT Steadfast Marine Tbk ini, memiliki spesifikasi panjang 28,98 meter, lebar 6,2 meter, dengan berat 90 ton. Kapal tersebut memiliki kecepatan maksimal 28 knots, kecepatan jelajah 18 knots, dengan jumlah ABK sebanyak 15 orang, serta mampu berlayar dengan endurance selama tiga hari.
Selama lebih kurang 10 tahun, kenaikan anggaran pertahanan di Indonesia masih belum sejalan dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista). Minimnya akuntabilitas penggunaan anggaran juga jadi perhatian. Pesawat Casa NC212-200 gabungan dari Skuadron Udara 600 Wing Udara 1 dan Skuadron Udara 800 Wing Udara 2 Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut terbang formasi (fly pass) dengan latar belakang parade kapal perang saat geladi bersih peringatan HUT TNI di Selat Sunda, Cilegon, Banten, Selasa (3/10/2017). ☆
Selama lebih kurang 10 tahun, kenaikan anggaran pertahanan di Indonesia masih belum sejalan dengan modernisasi alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Selain itu, minimnya akuntabilitas penggunaan anggaran juga harus dibenahi oleh Kementerian Pertahanan.
Alih-alih untuk memodernisasi alutsista, kenaikan anggaran justru digunakan untuk pembentukan komponen cadangan yang berarti juga membuat masyarakat sipil untuk ikut wajib militer.
Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas menjelaskan, selama hampir satu dekade ini terjadi peningkatan yang sangat signifikan untuk anggaran pertahanan. Pada 2010, jumlah anggaran untuk pertahanan sekitar Rp 40 triliun, jumlahnya terus merangkak naik hingga Rp 127 triliun untuk tahun 2020.
”Ada kecenderungan pemerintah lebih memprioritaskan anggaran untuk belanja pegawai dibandingkan dengan belanja modal untuk modernisasi alutsista. Sayangnya, peningkatan pos belanja pegawai tersebut tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan prajurit,” ucap Shiskha dalam diskusi bertajuk Evaluasi Satu Dekade Transformasi Pertahanan Indonesia, Senin (16/12/2019), di Jakarta.
Shiskha mengatakan, saat ini pemerintah malah fokus merestrukturisasi organisasi untuk mempersiapkan ruang jabatan bagi para perwira tinggi yang tidak memiliki pekerjaan. Menurut rencana, pemerintah akan mempersiapkan sekitar 800 jabatan bagi perwira berpangkat kolonel dan perwira tinggi.
Direktur Imparsial Al Araf menuturkan, regulasi yang dibuat pemerintah juga seakan tidak sejalan dengan konsep modernisasi alutsista. Hal ini terlihat dari dibentuknya UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) yang bisa membuat masyarakat sipil untuk ikut wajib militer.
”Hal ini merupakan suatu kemunduran, di mana negara lain memperkuat sistem modernisasi alutsista, sedangkan di Indonesia anggaran tersebut malah digunakan untuk membentuk komponen cadangan dengan cara bergabung wajib militer,” ujarnya.
Prajurit Korps Marinir melakukan perebutan sasaran menggunakan tank dalam Latihan Kesenjataan Terpadu (Latsendu) 2018 di Pusat Latihan Pertempuran Korps Marinir di Karangtekok, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Minggu (26/8/2018). Latsendu dimaksudkan untuk mengasah kemampuan tempur Korps Marinir dengan berbagai macam alutsista. [Antara/SENO]
Al Araf mengatakan, belum ada ancaman yang membuat Indonesia perlu membentuk komponen cadangan karena hubungan diplomasi yang cukup baik dengan negara tetangga. Ia pun mengatakan, sebaiknya anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan alutsista.
”Saat ini hanya 50 persen alutsista yang layak digunakan di Indonesia. Selain itu, selama ini publik juga sulit untuk mengakses transparansi anggaran untuk pengadaan alutsista di Indonesia,” katanya.
Belum ada ancaman yang membuat Indonesia perlu membentuk komponen cadangan karena hubungan diplomasi yang cukup baik dengan negara tetangga. Sebaiknya anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan alutsista.
Minimnya transparansi anggaran ini terlihat dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memberikan opini wajar dengan pengecualian kepada Kementerian Pertahanan pada 2014-2018. BPK mencatat sejumlah temuan dugaan pelanggaran dalam penyajian laporan keuangan, seperti ketidakakuratan pencatatan stok amunisi dan suku cadang yang berimplikasi pada selisih anggaran serta lemahnya sistem pengendalian internal dan pemanfaatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) tanpa melalui prosedur baku.
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo mengatakan, modernisasi alutsista ini sangat diperlukan karena sistem pertahanan di dunia saat ini sudah bergeser dengan konsep siber. Indonesia juga sebaiknya bisa meningkatkan produksi alutsista yang modern dengan anggaran yang sudah ada.
”Setiap perayaan HUT TNI pada 5 Oktober, sebagian alutsista yang dipamerkan merupakan produk dari luar negeri, seperti jet tempur. Seharusnya Indonesia bisa memproduksi alutsista yang modern,” katanya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, TB Hasanuddin, mengatakan, akuntabilitas memang diperlukan dalam proses anggaran untuk pertahanan. Namun, menurut dia, tidak semua kegiatan belanja alutsista perlu dipublikasi demi menjaga strategi pertahanan negara agar tidak ketahuan pihak luar.
”Kami khawatir jika hal-hal seperti ini bisa terdeteksi oleh pihak-pihak luar negeri. Oleh sebab itu, tentu ada barang-barang yang pengadaannya tidak dibuka kepada publik,” katanya.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meminta penambahan anggaran pertahanan untuk tahun 2020 dengan angka lebih dari Rp 127 triliun. Dari informasi yang diperoleh Kompas, Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengharapkan kenaikan anggaran pertahanan pada 2020 dialokasikan sekitar 2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Saat ini pemerintah telah memutuskan alokasi anggaran pertahanan mencapai Rp 127 triliun atau sekitar 0,9 persen dari PDB. ”Kita tidak berniat mengganggu bangsa lain. Tetapi, kita juga tak ingin membiarkan bangsa lain mengganggu kepentingan kita,” kata Prabowo.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melihat beragam alat pertahanan dan keamanan hasil produksi industri swasta dalam negeri di bawah Perkumpulan Industri Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Swasta Nasional (Pinhantanas) yang dipamerkan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (3/12/2019). [KOMPAS/RADITYA HELABUMI]
Prabowo mengatakan, pertahanan negara harus kuat dan proporsional. Kekuatan pertahanan harus bisa mengatasi ancaman di berbagai titik. Postur pertahanan juga perlu ditingkatkan. Sistem pertahanan bahkan harus terintegrasi dengan wilayah-wilayah pertahanan dan dukungan industri pertahanan.
Kontrak bermasalah
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, Presiden Joko Widodo meminta Kemenhan agar meninjau kembali anggaran belanja untuk alutsista. Menurut Presiden, saat ini anggaran belanja alutsista dari luar negeri dinilai terlalu mahal.
”Ada masalah terhadap kontrak lama dengan luar negeri dan Presiden menilai bahwa anggaran untuk alutsista terlalu mahal. Oleh sebab itu, kami diperintahkan untuk melakukan negosiasi kembali oleh Presiden,” ucapnya.
Modernisasi alutsista ini sangat diperlukan karena sistem pertahanan di dunia saat ini sudah bergeser dengan konsep siber. Indonesia juga sebaiknya bisa meningkatkan produksi alutsista yang modern.
Menanggapi hal tersebut, Hasanuddin menjelaskan, Komisi I DPR masih belum menerima laporan, rincian kontrak apa saja yang bermasalah dalam proses pengadaan alutsista. Nantinya hal tersebut akan ditanyakan dalam rapat dengar pendapat selanjutnya dengan menhan.
”Hal tersebut menjadi salah satu topik yang akan kami tanyakan. Namun, untuk proses pembatalan atau melanjutkan kontrak, hal tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah,” katanya.
Hasanuddin menjelaskan, ia hanya menerima info bahwa salah satu kontrak yang sempat bermasalah yaitu kontrak kerja sama dengan Korea Selatan terkait proyek pesawat tempur KFX/IFX. Ia pun menyarankan agar pemerintah tetap melanjutkan kontrak tersebut meski biaya yang dikeluarkan cukup besar.
”Permasalahan seperti ini bisa diselesaikan dengan cara dialog bersama dan negosiasi. Kami berharap agar kontrak tersebut bisa dilanjutkan,” katanya.
Oleh DHANANG DAVID ARITONANG
Jajaki Kerjasama Alutsista Ilustrasi Peluncuran rudal C705, produksi China [jawapos] ☆
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berkunjung ke Beijing, China, selama tiga hari ke depan. Kunjungan itu diketahui sebagai kunjungan pertama Prabowo ke Negeri Tirai Bambu itu.
Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan kunjungan itu untuk membahas terkait kelanjutan kerjasama pertahanan antara kedua negara.
"Melanjutkan kerjasama pertahanan dengan Republik Rakyat Tiongkok," kata Dahnil kepada wartawan, Senin (16/12).
Lebih lanjut, Dahnil mengatakan Prabowo akan diterima oleh Menteri Pertahanan Cina Wei Fenghe. Ia mengatakan kunjungan itu sekaligus upaya Prabowo untuk memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Beliau akan diterima dalam kunjungan kehormatan oleh Menteri Pertahanan. Sebagai upaya mendorong dan memperkuat industri pertahanan dalam negeri," kata dia.
Tak hanya itu, Dahnil menyatakan Prabowo akan menjajaki potensi kerjasama industri pertahanan di Cina yang berkaitan dengan alih teknologi alutsista. Nantinya, kerjasama itu harus menguntungkan Indonesia agar pertahanan militer Indonesia makin maju ke depannya.
"Menhan juga terus menjajaki potensi-potensi kerjasama industri pertahanan yang menguntungkan negara khususnya terkait dengan upaya alih teknologi alutsista," kata dia.
SU35 Rusia [Marina] ⚓️
Indonesian MoD officials have previously confirmed to Jane’s that the Su-35 transaction consists of several elements consistent with Indonesia’s Defence Industry Law – also called Law 16 – through which the government seeks to secure offset-like benefits linked to defence procurement. The total value of the Su-35 contract, which features the supply of 11 aircraft, is USD 1.14 billions being financed through countertrade, with Indonesia expected to export to Russia a long list of commodities including palm oil, rubber, machinery, coffee, cocoa, textiles, tea, footwear, processed fish, furniture, copra, paper, and spices.
The Indonesian Air Force received two dozen used F-16 fighter jets from the United States, a delivery heralded as the largest transfer of excess defence articles in the history of the relationship. But a narrative is emerging concerning the extent to which arms sales are part of a regional power play between the United States, China and Russia to swing Indonesia’s foreign policy alignment.
Military education and training assistance have been touted as key to solidifying US–Indonesia ties as China’s hegemonic behaviour intensifies. Officials are now seeking to restore education and training of the controversial Indonesian Army Special Forces.
A recent Council on Foreign Relations report suggested the United States should increase funding for the International Military and Education Training (IMET) programs for Indonesian soldiers to ‘solidify pro-US sentiment’ and promote professionalism within the Indonesian National Armed Forces (TNI). The Indonesian National Armed Forces received almost $1.2 billion dollars aid from the U.S.
CAATSA Sanctions
While not a NATO member, Egypt, India and Indonesia have over the years received billions of dollars in economic and military aid and technologies from the United States,– is considered a long-time ally in the unstable Asia pacific region and its military operates the U.S. supplied weapons.
The official added that the imposition of U.S. sanctions under Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) was still a possibility if India, Egypt and Indonesia don’t reverse course.
⚓️ Global Defence