Sabtu, 29 Maret 2014

[World News] US, UK parts in N. Korea rocket – UN report

This picture taken by North Korea's official Korean Central News Agency (KCNA) shows North Korean rocket Unha-3 (AFP Photo)

North Korea’s Unha-3 rocket was built with components from South Korea, the United Kingdom and the United States, UN experts revealed.

In a little-publicized March 10 report, the UN Panel of Experts also discovered the rocket contained off-the-shelf parts from China and Switzerland, while Soviet-era SCUD missiles have also been stripped down for components.

The bulk of the components had not been obtained in violation of sanctions targeting the North, the UN said, adding their utilization “shows the ability of the Democratic People's Republic of Korea (DPRK) to assemble complex systems with globally sourced components."

Many of the parts in question listed are widely available computer components. However, a US-manufactured video decoder, along with UK-made temperature and pressure sensors, were also recovered.

The panel noted that the South Korean parts consisting of electronic circuits and other computer parts were manufactured between 2003 and 2010. They were unable to trace the components back to the manufacturers however, due to “insufficient identifiers.”

However, placing these dual-use components on the North Korean sanctions list could prove problematic, analysts say.

"The current list of banned military and dual-use goods is already comprehensive. Adding more readily available materials to it would both risk infringing on legitimate non-military end-uses and be extremely difficult for member states to effectively implement," Lawrence Dermody, an analyst specializing in illicit trafficking at the Stockholm International Peace Research Institute, told NK News.

“If you start to ban items that are not in themselves offensive, but that just might be used for building a missile, where do you stop?” an anonymous source familiar with UN sanctions told the news site.

Of the components recovered, only two were obtained in potential violation of UN sanctions. The panel said that the radial ball bearings used in the Unha-3’s rocket met four specific criteria enumerated in the sanctions list due to their "tolerance, inner and outer diameters and width." They added that the "umbilical and inter-stage electrical connectors are now prohibited for import and export."

The panel was unable to determine when the ball bearings were produced, though the concluded they might have been made in the 1980s and sourced from the former Soviet Union.

Directly or indirectly exporting any component which can be used in North Korea’s missile program is punishable by up to 20 years in prison and a fine of $1 million.

At the time of the report was published, the United States had not replied to UN panel’s request for information regarding the American-made parts.

“I certainly hope that (the US) government, as a UN member state, is meeting its obligations under UN Security Council Resolution 2094 to investigate the sourcing of these exports,” North Korea sanctions expert Joshua Stanton told NK News.

Meanwhile, the UN analysis was released just before Pyongyang test fired two medium-range Rodong ballistic missiles –a precursor to the Unha-3 – off its eastern coast into the sea Wednesday.

The launch, the first of its kind in four years, corresponded with a rare Japan-South Korea-US summit on the sidelines of the Nuclear Security Summit in The Hague. They also coincide with Join US-South Korea military exercises.

“The North's pre-dawn missile launch is believed to be aimed at protesting against South Korea-US joint military exercises and demonstrating its infiltration capability in a show of force," South Korean Defense Ministry Spokesman Kim Min-seok said.

UN Secretary-General Ban Ki-moon warned North Korea that such launches could undermine trust in the region.

“The Secretary-General urges the DPRK to cease its ballistic missile activities and focus, together with other countries concerned, on the dialogue and diplomacy necessary to maintain regional peace and security,” a spokesperson for Ban Ki-moon said.

On Thursday, Luxembourg's UN ambassador, Sylvia Lucas, told reporters that the UN Security Council had "agreed to consult on an appropriate response" to the ballistic missile launch.

"Security Council members condemn this launch as a violation of Security Council resolutions," Lucas said after a closed-door meeting in New York. Luxembourg holds the Security Council's rotating presidency for the month of March.

A 2006 Security Council, which was passed in the wake of Pyongyang’s first nuclear test, prohibits North Korea from developing ballistic missile technology. Pyongyang has defied the ban on several occasions. The latest example was the successful launch of a space satellite in 2012, which many countries saw as a veiled test of a long-range ballistic missile with military needs in mind.

Rodong launches are rare in North Korea, which has tested the missile twice, in July 2006 and in July 2009. North Korea is believed to have between 50 and 100 such missiles in its arsenal.


  ♞ RT  

Prajurit Brigif-3 Mar Ikuti Apel kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

Lampung Segenap prajurit Brigade Infanteri-3 Marinir (Brigif-3 Mar) mengikuti apel kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Mako Brigif-3 Mar, Piabung Pesawaran, Lampung, Kamis (27/03/2014).

Apel kesiapsiagaan BNPT yang mengangkat tema “DENGAN APEL KESIAPSIAGAAN TNI – POLRI SIAP MENGAMANKAN TAHAPAN PEMILU DI WILAYAH LAMPUNG DARI ANCAMAN TINDAK PIDANA TERORISME”, melibatkan unsur TNI – Polri terdiri dari prajurit Brigif–3 Marinir, Batalyon 143 TNI AD dan SAT BRIMOBDA Lampung.

Tim BNPT yang dipimpin Brigjen Pol Dr. Petrus Reinhard Golose selaku Direktur Penindakan BNPT beserta rombongan, diterima langsung Komandan Brigade Infanteri-3 Mar Kolonel Marinir Suherlan, SE., di Kesatrian Kahpi Suriadireja.

Pada kesempatan ini, tim BNPT menjelaskan kepada seluruh peserta apel, tentang peta situasi serta jaringan dan pimpinan terorisme di daerah Lampung dan Indonesia. Dalam Kegiatan ini juga ditampilkan simulasi penanggulangan terorisme oleh para prajurit TNI– POLRI.

Usai kegiatan apel, rombongan tim BNPT melaksanakan menembak pistol bersama prajurit TNI-Polri Wilayah Lampung di lapangan tembak pistol “Jumaryo” Brigif-3 Mar.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kapolda Lampung, Para pejabat dari Sat Brimobda Lampung, pejabat BNPT serta para Perwira Staf dan Komandan Satlak Brigif–3 Mar.


  ♞ Marinir  

[MNEK 2014] Diikuti 18 Negara Asean Plus, MNEK 2014 Resmi Dibuka

Kapal-Perang-6-F-Cecep-MulyBatam Tamu-Tamu negara asing yang bergabung dalam Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2014 di Batam, Natuna dan Anambas tiba di Batam. Pagi ini, Sabtu (29/3) acara latihan militer penanggulangan bencana alam itu dibuka langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan(Menkopolhukam) Djoko Suyanto di Swiss Bell Hotel, Harborbay, Batuampar, Batam.

Ribuan peserta MNEK berkumpul dan mengikuti acara pembukaan. Hadir dalam acara Kepala staf TNI AL (Kasal) Laksama Marsetio, Menteri pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldopo, Kapolri Jendral Sutarman, Gubernur Kepri HM Sani dan segenap pejabat negara, pemerintah daerah, petinggi TNI, Polri dan perwakilan pejabat negara dari negara-negara peserta MNEK.

Acara pembukaan berlangsung singkat dan didahulu dengan laporan kegiatan dari Komandan Gugus Tempur Laut Armada RI Kawasan Barat (Danguspurlaarmabar) Laksamana Pertama TNI Amarulla Octavian. Dalam laporannya latihan militer dalam penanggulangan dan bantuan paskabencana alam itu, akan dilaksanakan ditiga tempat yang berbeda, yakni di Batam, Natuna dan Anambas. Kegiatan meliputi simulasi penanggulangan bencana alam, Maritim ekspo, hiburan, olahraga dan beberapa kegiatan sosial lainnya.

Total negara yang terlibat dalam latihan koordinasi militer ini ada 18 negara Asean Plus.

Djoko Suyanto mengatakan, acara MNEK ini merupakan ajang meningkatkan hubungan baik antar sesama negara peserata MNEK. Dia berharap dengan kegiatan MNEK ini, semua peserta mampu berkerja sama untuk latihan menanggulangi bencana alam agar agar saling membantu satu sama lain jika terjadi bencana alam dikemudian hari.

“Bencana Tsunami, banjir dan lainn sebagainya sudah kerap terjadi, selama ini masih simpang siur soal penangangan bencana alam. Dengan latihan ini diharapkan penanggulangan bencana militer bisa terorganisir dengan baik,” ujar Djoko.(eja)


  ♞ Batampos  

Kasal dan Panglima Armada 7 Amerika Serikat Lakukan Pertemuan di Batam

Batam Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Dr. Marsetio, melakukan pertemuan dengan Commander, U.S. 7th Fleet United States of America (Panglima Armada 7 Angkatan Laut Amerika Serikat) Vice Admiral (Laksamana Madya) Robert L. Thomas, J.R., di Ball Room, Swiss Bell Hotel, Batam, Kepolauan Riau, Jumat (28/3).

Turut hadir mendampingi Kasal dalam kesempatan tersebut, Asisten Pengamanan (Aspam) Kasal Laksamana Muda TNI Ir. I Putu Yuli Adnyana, M.H., Asisten Operasi (Asops) Kasal Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan, M.PA., M.B.A., Komandan Gugus Tempur Laut Komando Armada RI Kawasan Barat (Danguspurlabar) Laksamana Pertama TNI Dr. A. Oktavian, ST., M.Sc., D.E.S.D. selaku Direktur Latihan Latma Multilateral Komodo 2014, serta Pejabat terkait lainnya.

Sementara Panglima Armada 7 Angkatan Laut Amerika Serikat didampingi sejumlah Perwira Stafnya, antara lain: Comander Michael Garrick,Liuetenant Andrew O., S.A. Chris, LiuetenantZwierko, dan Ms. Kingsland.

Para Pejabat Tinggi Angkatan Laut dua Negara tersebut hadir di Batam dalam rangka menghadiri Latihan Bersama (Latma) Multilateral Komodo 2014 yang akan berlangsung 29 Maret hingga 3 April 2014 di Batam, Anambas, dan Natuna, Kepulauan Riau.

Latma Komodo 2014 merupakan Latihan Multilateral pada aspek nonwarfighting yaitu penangulangan bencana alam (Disaster Relief) dan bakti sosial (Humanitarian Civic Action), diikuti 18 Negara yang berasal dari anggota ASEAN dan ASEAN Plus, dengan menghadirkan kapal-kapal perang di Batam, Anambas dan Natuna.

Hajad akbar yang diikuti 18 Negara ini, TNI Angkatan Laut melibatkan 19 KRI, antara lain: Van Speijk, Sigma, LPD, ATF, PK dan LST, sedangkan Alutsista Pesud TNI AL menyertakan 6 pesawat udara yang terdiri dari: 2 Fixed Wing dan 4 Rotari Wing.


  ♞ TNI  

[World News] Indian Air Force admits it cannot tackle a combined attack from Pakistan and China

New Delhi The Indian Air Force (IAF) admitted that it will be difficult for it to tackle a combined threat from China and Pakistan, raising questions about the country's ability to fight a two-front war, said a report published in Hindustan Times.

The IAF has told an Indian Parliamentary panel that Pakistan would certainly fish in troubled waters if China were to launch offensive operations against India.

However, IAF stressed that China may not pose "a collusive threat" if hostilities were to break out between India and Pakistan. Setting off alarm bells, a senior IAF officer informed the Parliamentary standing committee on defense that a "collusive threat" from China and Pakistan would be difficult to tackle but the air force was prepared for it.

"We have made plans in case of contingency-III (two-front war)," he said, adding that India had upgraded its policy against China from dissuasion to deterrence.

The IAF currently operates 34 fighter squadrons, against a desirable 42. In a report tabled in Parliament on Tuesday, the panel asked the IAF to scale up its capabilities by speeding up the acquisition of 126 French Rafale fighters, a deal worth Rs. 120,000 crore.

The panel flagged concerns about poor border infrastructure on the Indian side, at a time when China has ramped road, rail and air connectivity across the line of actual control (LAC).

The panel warned that the pace of China's military modernization and infrastructure development had affected the "strategic balance" between the two countries.

"Our defense forces must develop the capability to fight a multi-front war," the panel said. India is years behind the Chinese military with the neighbor currently outnumbering the country's combat power by a 3:1 ratio. India's hopes to bridge the gap in the next 15 years hinge on availability of funds.

Finance minister P Chidambaram on Monday announced that the defense budget for 2014-15 had been hiked from Rs. 203,672 crore to Rs. 224, 000 crore, a 10% increase over last fiscal's outlay.

However, the meager increase in the capital expenditure could halt the modernization plans of the armed forces. The capital outlay has been increased from Rs. 86,740 crore to Rs. 89,587 crore in the interim budget for 2014-15, a hike of barely 3.2%. China's official, but underreported, defense budget for 2013-14 stands at Rs. 594,000 crore.



  ♞ Nation  

Menyusuri Kepingan Sejarah Perang Dunia II di Indonesia Timur (1)

Perang Dunia II (1939-1945) tak bisa dilepaskan dari pulau-pulau Indonesia yang berada di bibir Samudra Pasifik.

Morotai dan Biak menjadi saksi bisu bagaimana pertempuran hebat pernah terjadi di sana. Sayang, saksi sejarah itu kini hanya menyisakan cuilan-cuilan besi tua yang terabaikan.


GUNAWAN SUTANTO, Morotai

AWAL Maret 1942, Jenderal Douglas MacArthur bimbang saat mendapatkan perintah dari Presiden AS Franklin D. Roosevelt (FDR) agar dirinya dan pasukannya mundur dari Filipina dan menuju Australia. Presiden FDR melihat posisi Amerika sudah terdesak setelah Pearl Harbour dibom Jepang pada Desember 1941.

Jenderal lulusan terbaik West Texas Military Academy itu kemudian memanggil Mayjen Jonathan Wainwright di Pulau Corregidor, Filipina. Di depan Wainwright, MacArthur mengucap janji untuk kembali merebut Filipina. Dia berkata, “I came through and I shall return.

Hanya beberapa bulan setelah mundur dari Filipina, MacArthur menepati janji itu. Dia merancang strategi jitu dengan menguasai beberapa pulau di bibir Samudra Pasifik, salah satunya Morotai di Maluku Utara. Strategi yang dikenal dengan lompat katak itu dilakukan sebagai upaya untuk kembali menguasai Filipina.

Morotai yang awalnya sunyi mendadak hiruk pikuk dengan kedatangan ribuan tentara sekutu beserta peralatan tempur mereka. “Kata orang tua dulu, ramainya Jakarta di tahun '70-an masih kalah dibanding ketika sekutu datang ke Morotai,” ujar Ikrap Pawane, kepala kantor pos yang memiliki penginapan di Morotai, kepada Jawa Pos yang menyusuri artefak Perang Dunia II di Morotai dua pekan lalu.

Ditemani wartawan Maluku Pos (JPNN Group) Fahrudin, saya ingin merasakan denyut Perang Dunia II di Morotai 72 tahun silam. Saya pergi ke Morotai dengan menyeberang melalui Tobelo, Halmahera Utara. Perjalanan laut 2,5 jam itu akhirnya membawa saya merapat ke Dermaga Daruba, Morotai, Sabtu siang (15/3).

Ketika itu jarum jam menunjukkan pukul 13.00 WIT (Waktu Indonesia Timur). Di luar dermaga nyaris tidak ada aktivitas berarti, begitu pula sisa-sisa PD II. Tidak terlihat peninggalan sejarah perang di sepanjang jalan utama Morotai. Padahal, ribuan kendaraan dan persenjataan tempur pernah memenuhi pulau itu dan banyak yang ditinggalkan oleh tentara sekutu maupun Jepang.

Siang itu Museum PD II yang didirikan menjelang digelarnya event akbar Sail Morotai 2012 tak buka. Saya kemudian memutuskan untuk mencari penginapan di pulau tersebut. Untung, saya menemukan penginapan milik Ikrap Pawane yang putra asli Morotai. Dari dia saya mendapatkan banyak cerita tentang bagaimana dulu puing-puing PD II itu menemani masa kecilnya.

“Ketika SD saya mainnya di pesawat-pesawat Amerika yang ditinggal di landasan terbang. Bahkan, orang tua saya kalau menjemur sagu di sayap pesawat itu,” cerita Ikrap. Namun, pada 1970-an akhir, pihak AS memutuskan untuk mengambil sejumlah kendaraan tempur sisa PD II. Yang ditinggal hanya kendaraan yang rusak.

Warga Morotai menyebut Herlina, tokoh Trikora, berperan atas raibnya kendaraan dan senjata tempur PD II. Selain Herlina, rezim Orde Baru menyebut telah terjadi pengambilan barang-barang peninggalan PD II yang kabarnya dibawa ke Australia. Informasi itu dibenarkan Muhlis Eso, pemerhati sejarah yang konsisten mengumpulkan sisa-sisa peninggalan PD II.

“Oleh warga di sini, barang-barang peninggalan itu dijual sebagai besi tua. Sekilonya hanya dihargai seribu rupiah,” jelas Muhlis.

Muhlis termasuk yang mengambil jalan berbeda dari warga lain. Dia memilih tidak menjual barang-barang peninggalan yang ditemukannya. Bahkan, dia memiliki museum pribadi untuk menyimpan barang-barang temuannya itu.

Koleksi Muhlis juga dipinjam untuk mengisi Museum PD II di Morotai. Museum tersebut didirikan untuk menyambut Sail Morotai dan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Minggu pagi (16/3), bersama dengan Muhlis, saya blusukan ke wilayah di selatan Morotai. Kawasan selatan menyimpan jejak pendaratan pasukan sekutu. Perjalanan kami mulai ke daerah Tanah Tinggi yang berada di dekat pantai. Di semak-semak daerah itu masih tersisa dua tank amfibi LVT-2.

Kendaraan perang itu berada di semak-semak Tanah Tinggi karena rusak ditembaki saat berupaya masuk ke daratan Morotai. Bekas tembakan-tembakan peluru tersebut masih terlihat di tank amfibi itu. Sayang, hanya tersisa bangkai rangkanya. Mesin, rantai, dan perabot lain sudah hilang.

Meski sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, masih terkesan pemda setempat tidak melakukan perawatan yang berarti. Itu bisa dilihat dari bangkai tank amfibi yang menjadi sasaran vandalisme. Belum lagi kondisi sekitar tank amfibi yang ditumbuhi ilalang dan berlumpur.

Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate yang menjadi kepanjangan tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya memasang plang dan membangun cungkup. “Yang biasa membersihkan amfibi ini ya saya dan paman. Tapi, beberapa hari ini saya repot sehingga belum sempat ke sini,” terang Muhlis.

“Dulu banyak tank serupa yang tertinggal di sini, tapi sekarang tinggal dua saja. Yang lain jadi korban besi tua,” tambahnya.

Saat menyeberang ke Morotai, di dalam feri saya bertemu dengan seorang kuli besi tua dari Demak, Jawa Tengah. Dia mengaku bernama Andik Setiawan. Andik lalu bercerita bahwa keluarganya sejak awal 2000 mencari besi tua di Morotai dan Halmahera Utara. Dia menuturkan, tak jarang besi tua itu berupa barang peninggalan perang yang didapatkan dari warga.

“Kami belinya seribu, nanti dijual lagi ke pengepul tiga ribu,” terangnya.

Pengepul itu memotong-motong besi tua dan mengirimkannya dengan kontainer dari Halmahera Utara kepada pengusaha di Surabaya. Andik mengaku pernah mendapatkan meriam dari warga seberat 1 ton.

Selain menunjukkan bangkai tank amfibi yang masih tersisa, Muhlis mengajak saya ke beberapa tempat bersejarah lain. Di antaranya, landasan pesawat tempur yang dibangun sekutu, Pitu Strip, di Desa Wawama. Dinamai Pitu Strip karena di sana ada tujuh landasan pesawat.

Pitu Strip dibangun setelah sekutu berhasil masuk dan menguasai pesisir Pulau Morotai pada September 1944. Sayang, saat itu hanya dua landasan yang bisa dilihat dengan mudah. Satu di antaranya masih difungsikan dan menjadi bagian dari Bandara Leo Wattimena di pangkalan udara TNI-AU.

Landasan lain sudah tertutup semak belukar karena tidak pernah diurus. Tapi, saya berkesempatan berdiri dan melihat kekarnya landasan tersebut. Muhlis menceritakan, landasan itu dulu bisa digunakan untuk parkir mobil dan wira-wiri tiga ribu pesawat yang diboyong MacArthur.

Meski beberapa bagian telah ditumbuhi semak belukar, lapisan runway-nya masih utuh. Menurut Muhlis, landasan itu kuat tak lain karena bahan yang digunakan berasal dari batu putih yang diambil dari sekitar laut. “Cerita kakek saya, pembuatan landasan ini dengan batu putih yang digerus dan disirami air,” ujar Muhlis, lalu mencongkel lapisan batu di salah satu runway.

Seorang perwira di Lanud Leo Wattimena, Letda Supriyono, mengungkapkan, landasan yang digunakan saat ini cukup panjang dan sangat memungkinkan untuk pendaratan pesawat apa pun. “Boeing pun bisa mulus mendarat di sini,” ujar perwira dari Jogjakarta itu.

Saat ini baru ada satu pesawat perintis yang seminggu tiga kali rutin melayani rute Ternate-Morotai. Persoalan status pangkalan militer itulah yang mungkin tidak bisa membuat sejumlah maskapai masuk ke Morotai.

Melihat langsung yang tersisa di Landasan Pitu, saya tak bisa membayangkan bagaimana hiruk pikuk Morotai kala itu. Pesawat yang mondar-mandir di langit dan kendaraan tempur yang hilir mudik di jalanan. Saya jadi yakin akan cerita Ikrap Pawane. MacArthur mengubah kesunyian Morotai menjadi pulau yang sibuk selama PD II. Mengalahkan keramaian Jakarta kala itu.

  ♞ JPNN  

[World News] Pesanan F-35 Australia Ditunda

f35 mahalBelanja terbesar pertahanan Australia untuk menghadirkan satuan Joint Strike Fighter (JSF) sebanyak 14 buah jet tempur F-35, saat ini dikategorikan "tak terjangkau" disebabkan faktor ketersediaan.

Demikian terungkap dalam sidang komite di Kongres AS, Rabu (26/3/2014) malam waktu setempat. Komite ini mendengar keterangan bahwa pesawat F-35 "tak terjangkau" untuk saat ini.

Australia sebelumnya telah memesan sebanyak 14 buah pesawat F-35 kepada AS, dan dua di antaranya diharapkan akan dikirim ke Australia tahun ini.

Harga sebuah pesawat F-35 berkisar 130 juta dollar.

Pesawat F-35 disebut-sebut sebagai pesawat tempur paling canggih di dunia, yang didesain untuk menyerang dari udara dan dari darat tanpa terdeteksi radar musuh.

Komite Pertahanan Pemerintah Australia sebelumnya diperkirakan akan mengajukan tambahan permintaan F-35 sebanyak 58 buah bulan depan.

Kepala Program JSF dari AS Letjen Chris Bogdan, mengunjungi Australia dua pekan lalu dan menyatakan, ketersediaan dan pemeliharaan pesawat-pesawat ini "belum cukup baik".

Menurut keterangan yang terungkap dalam komite Kongres AS disebutkan, masalah software bisa menyebabkan penundaan produksi.

"Kami juga mempertimbangkan masalah kelayakan, masih sangat berisiko," kata Michael Sullivan.

Anggota Kongres AS dari Partai Democrat Loretta Sanchez menyatakan tiga versi pesawat F-35 ini berada di bawah standar kelayakan yang direncanakan.

Disebutkan, Australia berisiko membayar lebih mahal atas pesawat pesanannya karena negara seperti Italia, Turki dan Kanada menunda pembelian mereka.

Saat ini pesawat F-35 sudah diproduksi namun masih terus mengalami penyempurnaan.

Angkatan Udara Amerika sendiri saat ini mengoperasi 58 buah pesawat F-35.

Pabrikan pesawat Lockheed Martin diperkirakan memproduksi 35 buah F-35 tahun ini.

  ♞ Radio Australia  

“Vega 31″: the first and only F-117 Stealth Fighter Jet shot down in combat (15 years ago today)

By David Cenciotti

On Mar. 27, 1999, the fourth night of Operation Allied Force over Serbia, an F-117 Nighthawk stealth fighter jet was shot down while returning to Aviano airbase, in northern Italy after bombing a target near Belgrade.

U.S. Air Force Lt. Col. Darrell P. Zelko, a veteran of the 1991 Gulf War, was flying a stealth plane from the 49th Fighter Wing, deployed to Italy from Holloman Air Force Base, New Mexico, with the radio callsign “Vega 31″ when he was hit by the Serbian air defense near Novi Sad.

Zelko was flying his third Allied Force sortie and he was egressing the target area when his since-then invincible, F-117 was hit, forcing him to eject behind the enemy lines at 20.45 LT.

An MH-53M, MH-53J and MH-60 aircrew along with Special Tactics Airmen responded to the emergency and within 5 hours of being alerted, AFSOC (Air Force Special Operations Command) assets, coordinated by E-3 AWACS and supported by several specialized platforms, including an EC-130E Commando Solo and A-10 in Sandy role, rescued the F-117 pilot prior to enemy forces who were bearing down on the downed pilot’s location.

How the Serbian air defense managed to achieve the first and only stealth plane is open to debate.

According to the Serbs, Belgrade’s air defenses operators had found they could detect stealth planes using some slightly modified Soviet radars. In particular, the modifications involved using long wavelengths that enabled such radar systems to detect the stealth planes at relatively short range when the low radar cross section of the aircraft was affected when the bomb bay doors were open to drop 2,000 lb bombs.

Moreover, Serbs monitored U.S. and allied radio comms on UHF and VHF frequencies (mostly unencrypted – as happened 12 years later during the opening phases of Operation Odyssey Dawn over Libya) and were also able to intercept NATO plane’s ATO (Air Tasking Orders) that enabled them to put anti-aircraft batteries at positions close to the ground targets.

In other words: Serbian air defenses knew where and when to look at incoming bombers.

The F-117 82-0806 (whose remains are exhibited at Belgrade Air Museum) was shot down by the 3rd Battalion of the 250th Air Defence Missile Brigade of the Army of Yugoslavia, with one of several missiles fired by an S-125 “Neva” missile system (NATO reporting name, SA-3 “Goa”) at a distance of about 8 miles.


F-117 wreckage 2

According to Sergeant Dragan Matić, the soldier later identified as the operator who fired the missiles, the stealth plane was detected at a range of about 50 to 60 kilometres and the surface-to-air missile radar was switched on for no more than 17 seconds to prevent the site to be detected by the NATO’s SEAD (Suppression of Enemy Air Defense) aircraft.

Some pieces of the 82-0806 shot down near Novi Sad were reportedly sent to Russia, to be used in developing anti-stealth technology.


F-117 wreckage

On May 2, 1999, a 31FW F-16C was shot down by the 250th Air Defense Missile Brigade becoming the second and last allied plane to be shot down by Serbian air defenses during Allied Force.

Image credit: Lockheed Martin, Serbian Air Force.



http://www.ausairpower.net/PVO-S/5P73-Serbia-Jakovo-MiroslavGyurosi-1S.jpg


Foes now friends: US stealth pilot and the Serb who shot him down

Dale Zelko (left) and Zoltan DaniBy Guy de Launey

Dale Zelko and Zoltan Dani talk about how they forged their friendship Continue reading the main story

A former US Air Force pilot and the man who shot his stealth plane down during Nato's operation in Serbia have struck a remarkable friendship.

Breaking bread with the enemy is one thing. Making it together is a step that former foes do not usually take.

But in Zoltan Dani's kitchen, that is exactly what is happening. Once the commander of a krack Yugoslav anti-aircraft rocket unit, the former colonel has swapped his camouflage for an apron and now runs a successful bakery.

Even more remarkably, kneading the dough beside him is former United States Air Force pilot, Dale Zelko.

From foes to friends: Dale Zelko and Zoltan Dani say they feel like brothers now

The two men were on opposite sides in 1999, when Nato air strikes rocked Belgrade and other key targets. And they were the protagonists in one of the most remarkable incidents of Operation Allied Force.

Dale Zelko flew the F117 "stealth fighter" - a warplane so advanced that it was all but invisible to enemy radar.

But on the night of 27 March 1999 he was uncomfortable. Weather conditions meant the stealth fighters would not have their usual escort of "Prowler" electronic jamming planes or F16s firing anti-radar missiles.

"I'd never felt so strongly - if there was ever a night, a mission for an F117 to get shot down, it would be this one. I wasn't surprised when it happened," he says.

Nice shot

Zoltan Dani had problems of his own. He commanded a unit which was low on resources and vulnerable to attack by the F16s. But his men were not short on morale or skill.

Each night he would move his unit from place to place - operating the equipment in 20-second bursts to avoid the attention of anti-radar missiles.

Citing Serbian electronics genius Nikola Tesla as an inspiration, Zoltan had the equipment modified so it would operate beyond the usual wavelengths.

Perhaps it was this which allowed him to detect Dale Zelko's stealth fighter.

"When it hit, it felt very, very good. Like scoring the winning goal in a football match," says Mr Dani.

The US pilot's perspective was naturally a little different. But once he had ejected from his now uncontrollable plane, Mr Zelko had some surprisingly generous thoughts.

"I thought about the Serbian SAM (surface-to-air missile) operator, imagining having a coffee and conversation with this guy, saying to him: 'Really nice shot.' I had this huge respect for him and the Serbian people."

'Message of peace'

The initial suggestion came from Mr Dani's son, Atila, who had seen footage of Dale online. It was taken up by Serbian documentary-maker Zeljko Mirkovic, who was then completing a film about the former rocket unit commander called The 21st Second.

He contacted the now-retired pilot via the US Air Force. And for Dale Zelko it could not have been a more welcome communication.

"As soon as I read the idea of meeting the man who shot me down, my immediate reaction was: yes, absolutely - and I became obsessed with the idea. I felt I had to connect deeply and personally with this person and the Serbian people. It became a mission of passion for me."

Several years of correspondence followed. The two former military men say they shared their stories, emotions and ideas as they worked towards a face-to-face encounter.

That finally came last year - with Zeljko Mirkovic's camera also in attendance. His documentary about the relationship between Dale and Zoltan is called The Second Meeting. And he thinks its story is relevant around the world.

"Our three families - Dale's, mine, Zoltan's - shared the same values, about believing in the family, believing in peace. We all believed we had the right to send the message - hope, peace - which could be accepted universally."

But the relationship between the two old adversaries has gone far beyond the boundaries of the film. They have exchanged visits to each other's homes - and their children and wives have also struck up friendships.

Three members of the Zelko family came to Serbia for a week of premieres of The Second Meeting. They stayed at the Dani family home in Kovin, a short distance from Belgrade.

It was striking how comfortable the two families were in each other's company: the older, dark-haired Dani children acting like older siblings to the pre-teen, blonde-haired Zelkos. Meanwhile, the two fathers relaxed with home cooking and coffee.

'Human element'

Still, the friendship has thrown up some intriguing philosophical conundrums. Particularly for Dale Zelko, who first went to Serbia to make war, but returned to make friends.

"I had a question from the audience at the Belgrade premiere: 'After developing a real personal relationship between the families, could you go back in a combat machine against Serbia?' I said absolutely not, that would be impossible. You can no longer remove the human element from it."

The pair hope their story will send a message of tolerance and understanding around the world.

Emerging from another hug with the man who came to bomb his country but whom he now calls brother, Zoltan Dani is happy to be viewed as an example.

"We found a solution to this problem and we're showing other people how to do it. We're saying to people that peace is much better than war. The most important thing is that we communicate and become very good friends - share emotions and feelings."

He smiles, and glances over at the oven.

"And besides apple strudel, we make chocolate cake."


  ♞ Aviationist | BBC  

Jumat, 28 Maret 2014

[MNEK 2014] Usai cari MH370, KRI Oswald ikuti Latma Komodo

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f6/Indonesia_Frigate_KRI_Karel_Satsuit_Tubin.jpgBatam Usai ikut mencari pesawat Malaysian Airlines MH370, KRI Oswald Siahaan langsung mengikuti latihan bersama (latma) penanggulangan bencana "Multilateral Naval Exercise Komodo/MNEK 2014" di Perairan Kepulauan Riau.

Laksma TNI Amarullah Oktavian di Batam, Jumat, mengatakan awalnya KRI Oswald Siahaan memang diagendakan mengikuti Latma Komodo. Namun, di tengah waktu, kapal itu ditugaskan untuk ikut mencari pesawat MH370.

"KRI Armada Timur Oswald Siahaan dari awal ditugasi untuk komodo, tapi diminta mencari MH370, maka Siahaan mencari dulu. Dan sekarang sudah ditarik. Besok pagi, lego jangkar di Batam," katanya.

KRI Oswald Siahaan bergabung bersama 14 kapal milik angkatan laut negara lainnya yang mengikuti Latma Komodo di Perairan Kepri.

Malaysia tetap mengirimkan kapalnya untuk mengikuti Latma Komodo, meski tengah sibuk mencari pesawat yang hilang.

Menurut dia, kapal yang dikirimkan untuk Latma Komodo berbeda spesifikasi dengan kapal pencarian, sehingga Malaysia tidak membatalkan pengiriman kapalnya demi pencarian pesawat yang kabarnya jatuh di Samudra Hindia.

"Kalau untuk latma, kapalnya lebih pada kapal rumah sakit," ucap dia.

Negara-negara peserta lainnya juga tidak ada yang membatalkan pengiriman kapal, demi mencari pesawat yang mengangkut lebih dari 200 orang penumpang.

"Tapi, Filipina memang mengganti kapalnya," kata dia.

Dari 17 negara peserta latma, menurut dia, Kamboja, Myanmar, Laos dan Selandia Baru tidak mengirimkan kapal.

Latma Komodo diikuti 17 negara peserta dan satu negara pengamat, serta sekira 4.800 personel angkatan laut.

Latihan yang mengusung tema penanggulangan bencana itu mengambil tempat di Perairan Natuna, Anambas dan Batam, serta beberapa pulau di wilayah itu.

Dalam latihan itu disimulasikan bencana akibat meledaknya kilang minyak serta tsunami, sehingga dibutuhkan bantuan kemanusiaan dari berbagai negara.(*)

  ♞ Antara  

Segera Dibangun Shelter Jet Tempur di Natuna

Batam  Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Ranai, Letkol (Pnb) Andri Gandy, mengatakan pangkalan Udara TNI AU Ranai akan segera diliengkapi dengan jet tempur cangih, Sukhoi. Untuk itu di pangkalan ini akan segera dibangun shelter Sukhoi di hanggar barat Lanud Ranai.  

“Pembangunan Shelter Sukhoi ini sebagai pangkalan pendukung operasi TNI AU di Natuna,” sebut Andri Gandy di Ranai, Kamis (27/3).

Shelter ini, kata Gandy, untuk memungkinkan pergelaran pesawat tempur dan dijadikan home base di Lanud Ranai. Sehingga pesawat Sukhoi tetap berada di Lanud Ranai, jika setiap saat diperlukan.

Saat ini Lanud Ranai sendiri sudah dilengkapi beberapa fasilitas seperti lampu runway, lampu taxiway, emergency, radio TNI AU primary dan secondary hingga lampu tower. Jika sebelumnya bandara ini belum bisa beroperasi di malam hari, tetapi saat ini sudah bisa dioperasikan dan sudah dilengkapi radar yang terintegrasi.

"Setidaknya dalam kurun waktu dekat, bandara Lanud Ranai bisa sekelas Batam. Walau panjang landasan saat ini masih 2,5 kilometer, sementara Batam sudah tiga kilometer,” ujarnya.

Sebelumnya Asisten Deputi I Bidang Pertahanan Negera Kemenko Polhukam, Fajru Zaini, mengatakan pembangunan shelter pesawat tempur Sukhoi di Lanud Ranai sudah dianggap sebagai langkah memenuhi standar minimum pertahanan negara.

Fajru mengakui, Shelter Sukhoi salah satu penunjang pengembangan kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) pada rencana strategis (Renstra) ke depannya. Sehingga kelak pesawat yang melakukan operasi lebih mudah parkir di pangkalan terdepan, salah satunya seperti di Natuna.

"Memang kita harus siapkan sarana untuk alat tempur seperti pesawat tempur Sukhoi. Pembangunan shelter itu dalam menunjang minimum essential force. Dimanapun pangkalan terdepan kita harus sediakan shelter,” ungkapnya saat di Ranai, pekan lalu.

Menurutnya, kelengkapan fasilitas di pangkalan udara terdepan akan memungkinkan pesawat melakukan operasi dengan optimal. Namun pihaknya berupaya melengkapi standar di bandara Lanud Ranai untuk operasi pesawat-pesawat seperti Sukhoi. “Perlu persiapan dulu mulai dari suplai listrik, ground pendaratan yang standar sesuai lebar dan panjang landasannya,” ujarnya.

  ♞ Batampos  

Batalyon 413 Akan Menjadi Batalyon Mekanis

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh32HTKyRpwjNz_I0goKJPznLjXwM78-cbQWoMyFJu2i8DqZblT1MjqD2THQASt2K4U7M99zOBSMVU-g8bVYzeuPpxLXUCSOCD82ZKXYz-VKbUVcLdVoOHO0sqoymaMKjiXtWcG1KR9_PL-/s400/yon413.jpgSolo Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Budiman menyatakan, posisi Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kawasan regional ASEAN maupun internasional sangat strategis. Sehingga, negara-negara super power merasa butuh berkawan dan menjalin kerjasama dengan Indonesia, karena di kawasan ASEAN kekuatan TNI sangat besar.

"Kasad Inggris secara khusus datang ke Indonesia dan saya sebagai Kasad dua kali diundang Kasad AS, karena mereka ingin berkawan dan menjalin kerjasama. Sekarang ini ada delapan negara besar yang menjalin kerjasama militer dengan Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Australia, Rusia, Republik Rakyat Tiongkok, India, Korea Selatan, Jepang dan New Zealand. Inggris sendiri sejauh ini belum bekerjasama tetapi sudah berkawan," ujarnya kepada wartawan, seusai memberi pengarahan di depan 600-an prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) 413 Bremoro, di markas Mojolaban, Solo, Jumat (28/3/2014) siang.

Dalam kaitan hubungan kerjasama militer tersebut, menurut Jenderal Budiman, sekarang bukan lagi zamannya negara super power mendikte Indonesia.

Dia menegaskan, dalam urusan pertahanan dan militer hanya negara miskin yang mau didikte negara lain. Indonesia tidak bisa didikte karena di kawasan Asia Tenggara TNI yang punya kekuatan sangat besar.

"Sekarang bukan masanya mendikte. No! Tidak ada yang mendikte Indonesia. Tapi negara super power itu butuh kawan untuk bekerjasama," tandasnya.

Menyinggung Batalyon Infanteri (Yonif) 413 Bremoro yang akan ditingkatkan menjadi batalyon infanteri mekanis dengan kelengkapan kendaraan lapis baja, Kasad menjelaskan, program itu terkait dengan pembelian alat utama sistem persenjataan (Alutsista) berupa tambahan 50 unit tank tempur Leopard.

Sebagian di antara kendaraan tempur infanteri yang disebut Infanteri Fighting Vehicle (IFV) itu, akan ditempatkan di Yonif 413 Bremoro Solo.

"Jadi fungsi Yonif 413 tetap hanya dilengkapi dengan fasilitas IFV sehingga menjadi batalyon infanteri mekanis. Sedang selain batalyon itu ada juga batalyon infanteri motoris dengan kendaraan tempur Anoa. Kendaraan lapis baja itu untuk melindungi prajurit karena nyawa orang itu mahal," jelasnya.

Saat ini, sambungnya, persiapan terus dilakukan di Yonif 413 sampai tank Leopard datang memperkuat jajaran TNI-AD pada Oktober 2014 mendatang.

Kasad memproyeksikan di tiap kota besar ada batalyon mekanis. Tapi saat ini dari 100 batalyon lebih di seluruh Indonesia, yang sudah ada batalyon mekanis baru enam kota, yakni Jakarta ditempatkan satu brigade, di Surabaya dan tahun ini di Solo satu batalyon.

Di depan para prajurit Yonif 413 itu, Kasad mengungkapkan, TNI AD diberi peralatan tempur luar biasa dengan kemampuan bertempur prajurit yang tidak dimiliki negara lain harus terus dipelihara dan dibangunn dengan latihan.

Dia mengingatkan, yang lebih penting dari peralatan canggih itu adalah jangan kehilangan kecintaan rakyat.

"Selama ini, yang ditakuti musuh dari TNI hanya dua hal, yaitu kemampuan bertempur dan kesatuan TNI dengan rakyat. Ditambah alutsista modern, tingkat kepandaian dan semangat tempur prajurit, menjadikan Indonesia menjadi negara yang dihormati," tuturnya.

  ♞ Pikiran Rakyat  

[MNEK 2014] Kapal Peserta Latma Komodo Berdatangan di Batam

Sebuah kapal patroli meronda di dekat kapal pendarat amfibi Changbaishan 989 milik AL China lego jangkar di perairan Batuampar, Batam, Kamis (27/3). Sebanyak 120 personil AL China tiba di Batam dengan Changbaishan untuk mengikuti latihan gabungan Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2014 yang digelar TNI AL di Kepri.

Batam Sejumlah kapal perang TNI AL berbagai jenis dan kapal perang negara Asean dan Asean Plus mulai berdatangan dalam rangka pelaksanaan Latma Multilateral Komodo 2014 (Multilateral Naval Exercise Komodo/MNEK) di perairan Batam.

Kepala Dinas Penerangan Koarmabar Letkol laut (KH) Agus Cahyono di Batam, Jumat, mengatakan TNI AL dalam kegiatan ini melibatkan 19 kapal perang antara lain jenis Sigma dan fregat serta jenis Parcim dan landing platform dock (LPD), froch.

"Sebagian sandar di dermaga dan sebagian lagi lego jangkar sekitar 2 mil dari dermaga serta 6 pesawat udara. Sedangkan 14 kapal perang dari negara peserta seluruhnya akan lego jangkar bersama-sama dengan kapal perang TNI AL di depan dermaga Batu Ampar Batam," kata dia.

Dalam latihan bersama Multilateral Komodo 2014, TNI AL melibatkan kurang lebih 3.000 personel termasuk di dalamnya personel TNI AD, TNI AU dan Polri. Selain itu dilibatkan pula unsur dari kesatuan penjagaan pantai (KPLP) departemen perhubungan dan satu kapal dari SKK Migas.

Sedangkan dari negara peserta melibatkn kurang lebih 1.800 personel TNI Angkatan Laut dengan mengerahkan 14 kapal perang dan 4 helikopter dari 17 negara-negara Asean dan Asean plus yang terlibat dalam latihan bersama di Batam, Anambas dan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

"Kapal perang Brunai Darussalam KDB Darulehsan dan Tiongkok jenis LPD Plan Mount Changbai sudah lego jangkar kurang lebih 2 mil dari dermaga Kamis kemarin," kata Agus.

Sedangkan kapal perang lainnya mulai Jumat pagi ini sampai jam 12.00 telah berdatangan dan berlabuh di depan pelabuhan Batu Ampar Batam antara lain dari kapal perang Jepang dan India INS Sukanya, Malaysia KD Mahawangsa dan Philipina BRP Ramon Alcaraz.

Negara Singapura mengirimkan kapal perang RSS Resolution dan Rusia melibatkan 3 kapal jenis battleship, tanker dan tug boat.

"Untuk yang lainnya direncanakan hari ini semua masuk ke Batam," kata dia.

Ia mengatakan delegasi dan personel yang telah ditunjuk dari masing-masing peserta negara sahabat tersebut akan bergabung dalam rangkaian kegiatan di Swiss Belhotel Harbour Bay di Batam untuk melaksanakan kegiatan Latma Multilateral Komodo 2014.

Sementara kegiatan Satgas ENCAP (Engineering Civic Action Program) dan Satgas MEDCAP (Medical Civic Action Project) dilaksanakan di Kabupaten Anambas dan Natuna.

"Untuk mendukung kegiatan satgas Medcap, dua kapal perang TNI AL yakni kapal rumah sakit KRI Suharso-990 dan jenis LST (Landing Ship Tank) KRI Teluk Banten-516 sudah berangkat menuju lokasi. Kapal tersebut dilengkapi dua kontainer medis," kata Agus.

Latihan bersama latma Multilateral Komodo dengan tema diselenggarakan pula dengan kegiatan Maritim Hospitality yang dikemas dalam bentuk Indonesia Maritime festival 2014 di mulai 28 Maret 2014.(Antara)

  ♞ Antara  

Peresmian Landing Craft Utility (LCU) KRI BJM-592 dan KRI BAC-593

http://static6.com/201211/121122alcu.jpgJakarta Peresmian Landing Craft Utility (LCU) untuk melengkapi di dua KRI jenis Landing Platform Dock (LPD) yang berada di bawah pembinaan Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) yakni KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593, dilaksanakan di Mako Kolinlamil, Jakarta Utara, Kamis (27/3). Peresmian tersebut ditandai dengan penyerahan berupa miniatur LCU dari PT. Tesco Indomaritim Bapak Yamin kepada Panglima Komando Lintas Laut Militer (Pangkolinlamil) Laksamana Muda TNI S.M. Darojatim, dilanjutkan pertukaran cendera mata dan acara potong tumpeng.

Pangkolinlamil dalam sambutannya mengatakan, bahwa produk Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) Landing Craft Utility (LCU) ini dinantikan kehadirannya untuk memperkuat sekaligus menambah kekuatan dari unsur KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593 yang dimiliki oleh TNI Angkatan Laut. Penambahan jumlah dan modernisasi alutsista memang sangat kita butuhkan untuk mendukung pelaksanaan tugas TNI Angkatan Laut serta Kolinlamil pada khususnya.

Lebih lanjut Pangkolinlamil menekankan kepada Komandan Satuan Lintas Laut Militer (Dansatlinlamil) baik Jakarta maupun Surabaya agar menyiapkan personel serta mengadakan pelatihan untuk mengawaki LCU tersebut, Pelatihan ini penting agar personel tersebut mampu mengawaki LCU tersebut secara baik, dan diharapkan setelah diadakannya pelatihan itu para pengawak KRI dapat mengoperasikannya dengan penanganan terbaik, sehingga seluruh peralatan yang ada di LCU dapat dipelihara dengan baik dan dapat memperpanjang usia pakai menjadi lebih lama.

Kedua unit Landing Craft Utility (LCU) merupakan hasil dari pengadaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang kemudian diserahkan kepada TNI Angkatan Laut pada awal tahun 2014. LCU yang diresmikan ini adalah tipe water jet produksi dalam negeri yang merupakan jenis boat yang digunakan atau difungsikan oleh pasukan pendarat amfibi untuk mengangkut peralatan perang dan pasukan ke pantai, LCU juga mampu untuk mengangkut kendaraan dari kapal amfibi ke dermaga. Acara peresmian tersebut dihadiri seluruh pejabat di lingkungan Kolinlamil serta perwakilan dari PT. Tesco Indomaritim.

  ♞ TNI  
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...