Menkopolhukam Tedjo Edhi Purdijatno memberikan keterangan kepada wartawan usai meninjau Pangkalan TNI AL di Watusampu Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (23/7). (FOTO: ANTARA FOTO/Basri Marzuki)★
Dua nama jenderal muncul seiring santernya penggantian posisi menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan yang saat ini dijabat Laksamana (Purn.) Tedjo Edhy Purdijatno. Mereka adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Moeldoko dan mantan Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin.
Sejumlah pengamat menilai sosok militer paling ideal untuk menduduki posisi menkopolhukam. "Karena secara kultural sipil akan kewalahan. TNI salah satu organisasi modern, rasional dan cepat. Cocok untuk ditempatkan sebagai menkopolhukam," kata Pemerhati masalah pertahanan Al-Chaidir, Jumat (24/7/2015).
Sosok militer yang dicari pun, kata Chaidir, juga harus memiliki bekal kedekatan dengan rakyat. “Karena kekuatan rakyat yang besar jelas memengaruhi politik, hukum, dan keamanan. Sipil adalah kekuatan kedua setelah tentara. Mereka tidak bersenjata, tapi bayangkan berapa tenaga kerja yang besar dan sangat berpengaruh untuk sektor keamanan," jelas dia.
Saat ditanya siapa sosok yang ideal, Chaidir menyebut dua nama, Moeldoko dan Sjafrie. “Saya lihat keduanya perlu dipertimbangkan," jelas dia.
Pemerhati pertahanan dari Universitas Muhammadiyah Malang Muhadjir Effendy berpendapat, pergantian menkopolhukam merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Meski begitu, Muhadjir menilai belum tentu juga Presiden mengganti Tedjo.
“Bidang polhukam itu memang sebagian urusannya tak terprediksi. Semakin tidak stabil keadaan, akan semakin banyak kasus yang tak terprediksikan," imbuh Muhadjir.
Kalaupun harus ada pergantian, pria yang sempat menimba ilmu di National Defense University, Amerika Serikat, ini juga menyarankan Jokowi untuk memilih kandidat dari kalangan militer. Menurut dia, Moeldoko dan Sjafrie merupakan sosok yang ideal untuk menduduki jabatan menkopolhukam.
Dilihat dari matra,lanjut dia, keduanya cocok karena Tedjo yang menjadi menkopolhukam saat ini merupakan sosok bintang empat dari matra laut. Sebelum Tedjo, menkopolhukam juga dijabat dari kalangan militer, yakni dari matra udara, Marsekal (Purn.) Djoko Suyanto. Jika pengganti Tedjo dari matra darat, dia menilai hal itu ideal.
"Kalau Moeldoko yang berasal dari TNI AD mendapat posisi maka pergiliran posisi sangat ideal terjadi," tambah dia.
Penulis buku "Profesionalisme Militer: Profesionalisasi TNI" itu menilai Moeldoko merupakan salah satu sosok yang layak. "Dengan bekal sebagai jenderal purnawirawan berpengalaman serta kualifikasi akademik tingkat doktor yang dimilikinya, saya kira itu sudah jaminan," kata dia.
Berdasarkan hasil survei Syaiful Mujani Research and Consulting terhadap Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK awal Juli ini, kinerja Menkopolhukam mendapat nilai paling buruk. Menkopolhukam Tedjo hanya mendapat nilai 9,9 persen kepuasan responden. Sementara, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin Susi Pudjiastuti mendapat rapor terbaik. (OGI)
Dua nama jenderal muncul seiring santernya penggantian posisi menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan yang saat ini dijabat Laksamana (Purn.) Tedjo Edhy Purdijatno. Mereka adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purn.) Moeldoko dan mantan Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin.
Sejumlah pengamat menilai sosok militer paling ideal untuk menduduki posisi menkopolhukam. "Karena secara kultural sipil akan kewalahan. TNI salah satu organisasi modern, rasional dan cepat. Cocok untuk ditempatkan sebagai menkopolhukam," kata Pemerhati masalah pertahanan Al-Chaidir, Jumat (24/7/2015).
Sosok militer yang dicari pun, kata Chaidir, juga harus memiliki bekal kedekatan dengan rakyat. “Karena kekuatan rakyat yang besar jelas memengaruhi politik, hukum, dan keamanan. Sipil adalah kekuatan kedua setelah tentara. Mereka tidak bersenjata, tapi bayangkan berapa tenaga kerja yang besar dan sangat berpengaruh untuk sektor keamanan," jelas dia.
Saat ditanya siapa sosok yang ideal, Chaidir menyebut dua nama, Moeldoko dan Sjafrie. “Saya lihat keduanya perlu dipertimbangkan," jelas dia.
Pemerhati pertahanan dari Universitas Muhammadiyah Malang Muhadjir Effendy berpendapat, pergantian menkopolhukam merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Meski begitu, Muhadjir menilai belum tentu juga Presiden mengganti Tedjo.
“Bidang polhukam itu memang sebagian urusannya tak terprediksi. Semakin tidak stabil keadaan, akan semakin banyak kasus yang tak terprediksikan," imbuh Muhadjir.
Kalaupun harus ada pergantian, pria yang sempat menimba ilmu di National Defense University, Amerika Serikat, ini juga menyarankan Jokowi untuk memilih kandidat dari kalangan militer. Menurut dia, Moeldoko dan Sjafrie merupakan sosok yang ideal untuk menduduki jabatan menkopolhukam.
Dilihat dari matra,lanjut dia, keduanya cocok karena Tedjo yang menjadi menkopolhukam saat ini merupakan sosok bintang empat dari matra laut. Sebelum Tedjo, menkopolhukam juga dijabat dari kalangan militer, yakni dari matra udara, Marsekal (Purn.) Djoko Suyanto. Jika pengganti Tedjo dari matra darat, dia menilai hal itu ideal.
"Kalau Moeldoko yang berasal dari TNI AD mendapat posisi maka pergiliran posisi sangat ideal terjadi," tambah dia.
Penulis buku "Profesionalisme Militer: Profesionalisasi TNI" itu menilai Moeldoko merupakan salah satu sosok yang layak. "Dengan bekal sebagai jenderal purnawirawan berpengalaman serta kualifikasi akademik tingkat doktor yang dimilikinya, saya kira itu sudah jaminan," kata dia.
Berdasarkan hasil survei Syaiful Mujani Research and Consulting terhadap Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK awal Juli ini, kinerja Menkopolhukam mendapat nilai paling buruk. Menkopolhukam Tedjo hanya mendapat nilai 9,9 persen kepuasan responden. Sementara, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin Susi Pudjiastuti mendapat rapor terbaik. (OGI)
♞ metrotv