⚓️ Banyak pihak menilai perjanjian itu bisa memicu perlombaan senjata di kawasan Indonesia turut mengomentari pernyataan PM Australia, PM Inggris, dan Presiden AS soal rencana pembelian kapal selam nuklir sebagai bagian dari perjanjian AUKUS. (REUTERS/WILLY KURNIAWAN)
Indonesia kembali mengkritik kesepakatan pertahanan trilateral antara Australia, Inggris, Amerika Serikat (AUKUS) usai Negeri Kanguru berencana membeli lima kapal selam nuklir Negeri Paman Sam.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri RI meminta Australia mematuhi kesepakatan non-proliferasi senjata nuklir dan Pengamanan Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA).
"Indonesia meminta Australia tetap konsisten memenuhi kewajibannya sesuai rezim non-proliferasi senjata nuklir dan IAEA Safeguards dan menyepakati mekanisme verifikasi oleh IAEA yang efektif, transparan dan tidak diskriminatif," demikian pernyataan Kemlu RI di Twitter, Selasa (14/3).
Indonesia, lanjutnya, telah mencermati secara seksama kerja sama kemitraan keamanan AUKUS. Khususnya, pengumuman mengenai jalan yang akan ditempuh AUKUS untuk mencapai tingkat kemampuan AUKUS kritikal.
Menurut Indonesia, upaya menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan menjadi tanggung jawab semua negara.
"Penting bagi semua negara untuk menjadi bagian dari upaya tersebut," lanjut pernyataan itu.
Pernyataan Indonesia ini muncul usai Australia berencana membeli lima kapal selam nuklir dari AS. Pembelian itu merupakan investasi pertahanan terbesar dalam sejarah Australia.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengumumkan langsung pembelian tersebut saat bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dan Presiden AS Joe Biden.
"Ini merupakan investasi tunggal terbesar dalam kapabilitas pertahanan Australia dalam sejarah kami," kata Albanese, seperti dikutip AFP.
Albanese juga menyampaikan ketiga negara sepakat membangun kapal bertenaga nuklir model baru dengan teknologi dari AS dan Inggris.
Dengan kesepakatan itu, Australia menjadi negara kedua, setelah Inggris, yang mendapat akses langsung terhadap teknologi nuklir rahasia Angkatan Laut AS.
Terpisah, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan Australia akan membeli tiga kapal selam bertenaga nuklir dalam periode hingga 2030.
"[Ada] kemungkinan naik menjadi lima jika dibutuhkan," kata dia.
Sejak awal terbentuk, AUKUS menjadi perbincangan karena membawa unsur kapal selam nuklir. Banyak pihak menilai perjanjian itu bisa memicu perlombaan senjata di kawasan.
Para pengamat juga menganggap AS membentuk AUKUS untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. (isa/rds)
Egois dan Berbahaya
Kapal selam nuklir, kapal perusak, kapal serbu amfibi China (CCTV)
China mewanti-wanti Australia, Inggris, dan Amerika Serikat soal kesepakatan terbaru mereka di mana Canberra bakal membeli lima kapal selam nuklir Negeri Paman Sam.
Pembelian ini merupakan investasi pertahanan terbesar dalam sejarah Australia dan merupakan kelanjutan dari kerja sama pertahanan ketiga negara yang terbentuk pada 2021 dan dikenal dengan AUKUS.
Menurut China, ketiga negara itu tengah menapaki jalan yang "salah dan berbahaya" dengan menyepakati perjanjian semacam itu.
"Pernyataan bersama dan terbaru dari Amerika Serikat, Inggris, dan Australia menunjukkan bahwa ketiga negara, demi kepentingan geopolitik mereka sendiri, sepenuhnya mengabaikan keprihatinan komunitas internasional dan berjalan semakin jauh di jalur yang salah dan berbahaya," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (14/3).
China menuduh AS, Inggris, dan Australia sengaja memicu eskalasi geopolitik di kawasan Indo-Pasifik dengan rencana tersebut.
Beijing juga menuduh tiga negara bersekutu itu sengaja ingin menghasut perlombaan senjata (arms race) antara negara-negara di kawasan.
"Penjualan kapal selam memicu risiko proliferasi nuklir yang parah, dan melanggar maksud dan tujuan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir," ujar Wang seperti dikutip AFP.
Perjanjian terbaru AUKUS itu diumumkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese saat bertemu dengan Presiden AS Joe Biden dan PM Inggris Rishi Sunak di California pada Senin (13/3).
"[Ini] merupakan investasi tunggal terbesar dalam kapabilitas pertahanan Australia dalam sejarah kami," ujar Albanese.
Albanese mengatakan pembelian ini merupakan investasi pertahanan terbesar dalam sejarah Australia.
Ketiga pemimpin negara AUKUS itu menggelar konferensi pers di Pangkalan Angkatan Laut Loma di San Diego. Di belakang mereka, terlihat kapal selam kelas Virginia milik AS yang bertenaga nuklir.
Albanese menjabarkan bahwa ketiga negara juga sepakat membangun kapal bertenaga nuklir model baru dengan teknologi dari AS dan Inggris.
Dengan kesepakatan ini, Australia menjadi negara kedua setelah Inggris yang mendapatkan akses langsung ke rahasia nuklir Angkatan Laut AS.
"Kami ingin bersatu demi dunia, di mana perdamaian, stabilitas, dan keamanan dapat menjamin kesejahteraan bersama," ucap Albanese.
Kerja sama AUKUS pertama kali disepakati pada September 2021 lalu dan langsung menggemparkan banyak negara. Negara-negara seperti Rusia, China, hingga Iran mengecam kerja sama ketiga negara ini lantaran dianggap ingin meningkatkan eskalasi senjata di kawasan Indo-Pasifik.
China bahkan sempat menuding AS ingin membuat aliansi pertahanan layaknya NATO di Indo-Pasifik.
Para pengamat menganggap AS membentuk AUKUS untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. (rds)
Biaya Proyek Kapal Selam Nuklir AUKUS Capai Rp 3.700 T
Selain Borong Virginia Class, Disepakati Pembagunan AUKUS Class (Navalnews)
Aliansi Australia, Inggris, dan Amerika Serikat alias AUKUS mengumumkan proyek pengadaan kapal selam bertenaga nuklir untuk Negeri Kanguru dengan biaya hingga A$ 368 miliar atau setara Rp 3.758 triliun.
Seorang pejabat pertahanan Australia mengungkap kepada Reuters bahwa negaranya bakal menggelontorkan dana sebesar itu hingga 2055 mendatang, atau sekitar 0,15 persen dari GDP mereka per tahun.
Dana itu bukan hanya untuk membeli dan membuat kapal selam bertenaga nuklir, tapi juga membangun berbagai infrastruktur dan membiayai pelatihan yang diperlukan.
Menurut sumber itu, program ini secara keseluruhan bakal menciptakan lapangan pekerjaan bagi 200 ribu orang di Australia dalam tiga dekade ke depan.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menjabarkan bahwa program kapal selam itu akan dimulai dengan investasi US$ 4 miliar atau setara Rp 61,5 triliun dalam empat tahun ke depan.
Investasi itu berupa perluasan pangkalan kapal selam dan galangan kapal selam. Sebagian dana itu juga akan dipakai untuk melatih pekerja.
Berdasarkan rencana awal, Australia akan membangun total delapan kapal selam bertenaga nuklir.
Kapal pertama diproyeksikan rampung pada 2042. Setelah itu, Australia akan membangun satu kapal selam lainnya tiap tiga tahun.
Proyek pembangunan kapal selam itu akan dilakukan di South Australia. Di sana, Australia bakal mengucurkan dana hingga A$ 2 miliar untuk infrastruktur.
Kapal selam itu nantinya akan diparkir di pangkalan Angkatan Laut Australia di Perth. Australia pun mulai bersiap untuk ekspansi pangkalan itu dengan biaya hingga 8 miliar dollar.
Selain membuat, Australia juga akan membeli tiga hingga kemungkinan lima kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia dari AS melalui kesepakatan AUKUS ini.
Sekitar A$ 3 miliar dari Negeri Kanguru pun bakal dialirkan untuk mengembangkan kapasitas pembuatan kapal di AS dan Inggris. Dengan demikian, produksi kapal selam pesanan Australia dapat lebih cepat.
Albanese mengakui Australia memang mengembangkan kapal selam ini dengan transfer teknologi dari AS dan Inggris. Namun, ia menegaskan bahwa proyek ini akan dikendalikan langsung oleh Negeri Kanguru.
"Ini akan menjadi kapabilitas daulat Australia-dibuat oleh Australia, dipimpin Angkatan Laut Australia, dan dikerjakan oleh pekerja Australia di galangan-galangan kapal Australia," ucap Albanese.
Ia kemudian berkata, "Skala, kerumitan, dan signifikansi ekonomi dari investasi ini mirip dengan penciptaan industri otomotif Australia di periode pasca-perang." (has)
Dampak ke RI
infografis
Pengamat Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam Ristian Atriandi Supriyanto mengungkapkan sejumlah dampak yang terjadi ke RI jika kapal selam bertenaga nuklir Australia dari AUKUS dibuat.
Menurut Ristian, RI mungkin dapat terseret konflik geopolitik yang melibatkan negara-negara adidaya imbas pembuatan kapal tersebut.
"Ada kekhawatiran Indonesia bakal terseret arus konflik secara langsung maupun tidak. [Melihat posisinya] sebagai wilayah perlintasan militer strategis bagi negara-negara adidaya," tutur Ristian dalam webinar berjudul 'Indonesian Paper and The Nuclear Proliferation in Indo-Pacific Region,' Selasa (30/8).
Menurut Ristian, peluang itu muncul karena ia tak melihat negara adidaya bakal memberikan jaminan dukungan terhadap netralitas Indonesia.
"Indonesia sudah jelas posisinya tidak ingin terlibat dalam konflik antar negara adidaya tersebut, tapi yang namanya netralitas itu harus dua arah," kata Ristian.
Ristian menyoroti bahwa penting bagi Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara yang berkonflik atas status netral tersebut.
"Yang jadi masalah, terlihat dalam sejarah, bahwa ada negara-negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara netral, akan tetapi pihak-pihak yang bertikai tidak menghargai netralitasnya, sehingga negara-negara ini menjadi korban konflik tersebut," tutur Ristian.
Masalah yang muncul dari netralitas tersebut adalah ketegangan diplomatik antara RI dengan negara yang berkonflik.
"Misalnya ada kapal selam Amerika Serikat dan China yang mengalami insiden atau kecelakaan atau tubrukan di perairan Indonesia, maka Indonesia memiliki kemungkinan akan mendapat tuduhan dari dua negara sebagai negara yang tidak dapat menjamin keselamatan navigasi mereka," ucap Ristian.
"Kok bisa? Kenapa dua kapal ini saling membayangi satu sama lain padahal wilayah Indonesia itu wilayah netral? Kan muncul tuduhan semacam itu," lanjutnya.
Keberadaan kapal selam asing di perairan RI sendiri muncul akibat peningkatan kepadatan lalu lintas militer asing melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan lalu lintas tersebut merupakan dampak lain dari ketegangan geopolitik antara kekuatan negara adidaya.
Peningkatan kepadatan lalu lintas militer di ALKI bakal memunculkan peluang misi pembayangan (shadowing) ataupun spionase antar kapal selam asing.
Tak hanya dari segi perselisihan geopolitik, dampak lain yang dapat diterima RI ialah pencemaran laut dan zat radioaktif jika kapal selam bertenaga nuklir mengalami kecelakaan atau tubrukan.
AUKUS sendiri merupakan kesepakatan trilateral yang melibatkan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Dalam kesepakatan ini, Australia bakal mendapatkan teknologi nuklir yang bakal digunakan sebagai tenaga kapal selam mereka. (bac/bac)
Indonesia kembali mengkritik kesepakatan pertahanan trilateral antara Australia, Inggris, Amerika Serikat (AUKUS) usai Negeri Kanguru berencana membeli lima kapal selam nuklir Negeri Paman Sam.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri RI meminta Australia mematuhi kesepakatan non-proliferasi senjata nuklir dan Pengamanan Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA).
"Indonesia meminta Australia tetap konsisten memenuhi kewajibannya sesuai rezim non-proliferasi senjata nuklir dan IAEA Safeguards dan menyepakati mekanisme verifikasi oleh IAEA yang efektif, transparan dan tidak diskriminatif," demikian pernyataan Kemlu RI di Twitter, Selasa (14/3).
Indonesia, lanjutnya, telah mencermati secara seksama kerja sama kemitraan keamanan AUKUS. Khususnya, pengumuman mengenai jalan yang akan ditempuh AUKUS untuk mencapai tingkat kemampuan AUKUS kritikal.
Menurut Indonesia, upaya menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan menjadi tanggung jawab semua negara.
"Penting bagi semua negara untuk menjadi bagian dari upaya tersebut," lanjut pernyataan itu.
Pernyataan Indonesia ini muncul usai Australia berencana membeli lima kapal selam nuklir dari AS. Pembelian itu merupakan investasi pertahanan terbesar dalam sejarah Australia.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengumumkan langsung pembelian tersebut saat bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dan Presiden AS Joe Biden.
"Ini merupakan investasi tunggal terbesar dalam kapabilitas pertahanan Australia dalam sejarah kami," kata Albanese, seperti dikutip AFP.
Albanese juga menyampaikan ketiga negara sepakat membangun kapal bertenaga nuklir model baru dengan teknologi dari AS dan Inggris.
Dengan kesepakatan itu, Australia menjadi negara kedua, setelah Inggris, yang mendapat akses langsung terhadap teknologi nuklir rahasia Angkatan Laut AS.
Terpisah, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, mengatakan Australia akan membeli tiga kapal selam bertenaga nuklir dalam periode hingga 2030.
"[Ada] kemungkinan naik menjadi lima jika dibutuhkan," kata dia.
Sejak awal terbentuk, AUKUS menjadi perbincangan karena membawa unsur kapal selam nuklir. Banyak pihak menilai perjanjian itu bisa memicu perlombaan senjata di kawasan.
Para pengamat juga menganggap AS membentuk AUKUS untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. (isa/rds)
Egois dan Berbahaya
Kapal selam nuklir, kapal perusak, kapal serbu amfibi China (CCTV)
China mewanti-wanti Australia, Inggris, dan Amerika Serikat soal kesepakatan terbaru mereka di mana Canberra bakal membeli lima kapal selam nuklir Negeri Paman Sam.
Pembelian ini merupakan investasi pertahanan terbesar dalam sejarah Australia dan merupakan kelanjutan dari kerja sama pertahanan ketiga negara yang terbentuk pada 2021 dan dikenal dengan AUKUS.
Menurut China, ketiga negara itu tengah menapaki jalan yang "salah dan berbahaya" dengan menyepakati perjanjian semacam itu.
"Pernyataan bersama dan terbaru dari Amerika Serikat, Inggris, dan Australia menunjukkan bahwa ketiga negara, demi kepentingan geopolitik mereka sendiri, sepenuhnya mengabaikan keprihatinan komunitas internasional dan berjalan semakin jauh di jalur yang salah dan berbahaya," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (14/3).
China menuduh AS, Inggris, dan Australia sengaja memicu eskalasi geopolitik di kawasan Indo-Pasifik dengan rencana tersebut.
Beijing juga menuduh tiga negara bersekutu itu sengaja ingin menghasut perlombaan senjata (arms race) antara negara-negara di kawasan.
"Penjualan kapal selam memicu risiko proliferasi nuklir yang parah, dan melanggar maksud dan tujuan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir," ujar Wang seperti dikutip AFP.
Perjanjian terbaru AUKUS itu diumumkan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese saat bertemu dengan Presiden AS Joe Biden dan PM Inggris Rishi Sunak di California pada Senin (13/3).
"[Ini] merupakan investasi tunggal terbesar dalam kapabilitas pertahanan Australia dalam sejarah kami," ujar Albanese.
Albanese mengatakan pembelian ini merupakan investasi pertahanan terbesar dalam sejarah Australia.
Ketiga pemimpin negara AUKUS itu menggelar konferensi pers di Pangkalan Angkatan Laut Loma di San Diego. Di belakang mereka, terlihat kapal selam kelas Virginia milik AS yang bertenaga nuklir.
Albanese menjabarkan bahwa ketiga negara juga sepakat membangun kapal bertenaga nuklir model baru dengan teknologi dari AS dan Inggris.
Dengan kesepakatan ini, Australia menjadi negara kedua setelah Inggris yang mendapatkan akses langsung ke rahasia nuklir Angkatan Laut AS.
"Kami ingin bersatu demi dunia, di mana perdamaian, stabilitas, dan keamanan dapat menjamin kesejahteraan bersama," ucap Albanese.
Kerja sama AUKUS pertama kali disepakati pada September 2021 lalu dan langsung menggemparkan banyak negara. Negara-negara seperti Rusia, China, hingga Iran mengecam kerja sama ketiga negara ini lantaran dianggap ingin meningkatkan eskalasi senjata di kawasan Indo-Pasifik.
China bahkan sempat menuding AS ingin membuat aliansi pertahanan layaknya NATO di Indo-Pasifik.
Para pengamat menganggap AS membentuk AUKUS untuk mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. (rds)
Biaya Proyek Kapal Selam Nuklir AUKUS Capai Rp 3.700 T
Selain Borong Virginia Class, Disepakati Pembagunan AUKUS Class (Navalnews)
Aliansi Australia, Inggris, dan Amerika Serikat alias AUKUS mengumumkan proyek pengadaan kapal selam bertenaga nuklir untuk Negeri Kanguru dengan biaya hingga A$ 368 miliar atau setara Rp 3.758 triliun.
Seorang pejabat pertahanan Australia mengungkap kepada Reuters bahwa negaranya bakal menggelontorkan dana sebesar itu hingga 2055 mendatang, atau sekitar 0,15 persen dari GDP mereka per tahun.
Dana itu bukan hanya untuk membeli dan membuat kapal selam bertenaga nuklir, tapi juga membangun berbagai infrastruktur dan membiayai pelatihan yang diperlukan.
Menurut sumber itu, program ini secara keseluruhan bakal menciptakan lapangan pekerjaan bagi 200 ribu orang di Australia dalam tiga dekade ke depan.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menjabarkan bahwa program kapal selam itu akan dimulai dengan investasi US$ 4 miliar atau setara Rp 61,5 triliun dalam empat tahun ke depan.
Investasi itu berupa perluasan pangkalan kapal selam dan galangan kapal selam. Sebagian dana itu juga akan dipakai untuk melatih pekerja.
Berdasarkan rencana awal, Australia akan membangun total delapan kapal selam bertenaga nuklir.
Kapal pertama diproyeksikan rampung pada 2042. Setelah itu, Australia akan membangun satu kapal selam lainnya tiap tiga tahun.
Proyek pembangunan kapal selam itu akan dilakukan di South Australia. Di sana, Australia bakal mengucurkan dana hingga A$ 2 miliar untuk infrastruktur.
Kapal selam itu nantinya akan diparkir di pangkalan Angkatan Laut Australia di Perth. Australia pun mulai bersiap untuk ekspansi pangkalan itu dengan biaya hingga 8 miliar dollar.
Selain membuat, Australia juga akan membeli tiga hingga kemungkinan lima kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia dari AS melalui kesepakatan AUKUS ini.
Sekitar A$ 3 miliar dari Negeri Kanguru pun bakal dialirkan untuk mengembangkan kapasitas pembuatan kapal di AS dan Inggris. Dengan demikian, produksi kapal selam pesanan Australia dapat lebih cepat.
Albanese mengakui Australia memang mengembangkan kapal selam ini dengan transfer teknologi dari AS dan Inggris. Namun, ia menegaskan bahwa proyek ini akan dikendalikan langsung oleh Negeri Kanguru.
"Ini akan menjadi kapabilitas daulat Australia-dibuat oleh Australia, dipimpin Angkatan Laut Australia, dan dikerjakan oleh pekerja Australia di galangan-galangan kapal Australia," ucap Albanese.
Ia kemudian berkata, "Skala, kerumitan, dan signifikansi ekonomi dari investasi ini mirip dengan penciptaan industri otomotif Australia di periode pasca-perang." (has)
Dampak ke RI
infografis
Pengamat Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam Ristian Atriandi Supriyanto mengungkapkan sejumlah dampak yang terjadi ke RI jika kapal selam bertenaga nuklir Australia dari AUKUS dibuat.
Menurut Ristian, RI mungkin dapat terseret konflik geopolitik yang melibatkan negara-negara adidaya imbas pembuatan kapal tersebut.
"Ada kekhawatiran Indonesia bakal terseret arus konflik secara langsung maupun tidak. [Melihat posisinya] sebagai wilayah perlintasan militer strategis bagi negara-negara adidaya," tutur Ristian dalam webinar berjudul 'Indonesian Paper and The Nuclear Proliferation in Indo-Pacific Region,' Selasa (30/8).
Menurut Ristian, peluang itu muncul karena ia tak melihat negara adidaya bakal memberikan jaminan dukungan terhadap netralitas Indonesia.
"Indonesia sudah jelas posisinya tidak ingin terlibat dalam konflik antar negara adidaya tersebut, tapi yang namanya netralitas itu harus dua arah," kata Ristian.
Ristian menyoroti bahwa penting bagi Indonesia untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara yang berkonflik atas status netral tersebut.
"Yang jadi masalah, terlihat dalam sejarah, bahwa ada negara-negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara netral, akan tetapi pihak-pihak yang bertikai tidak menghargai netralitasnya, sehingga negara-negara ini menjadi korban konflik tersebut," tutur Ristian.
Masalah yang muncul dari netralitas tersebut adalah ketegangan diplomatik antara RI dengan negara yang berkonflik.
"Misalnya ada kapal selam Amerika Serikat dan China yang mengalami insiden atau kecelakaan atau tubrukan di perairan Indonesia, maka Indonesia memiliki kemungkinan akan mendapat tuduhan dari dua negara sebagai negara yang tidak dapat menjamin keselamatan navigasi mereka," ucap Ristian.
"Kok bisa? Kenapa dua kapal ini saling membayangi satu sama lain padahal wilayah Indonesia itu wilayah netral? Kan muncul tuduhan semacam itu," lanjutnya.
Keberadaan kapal selam asing di perairan RI sendiri muncul akibat peningkatan kepadatan lalu lintas militer asing melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Peningkatan lalu lintas tersebut merupakan dampak lain dari ketegangan geopolitik antara kekuatan negara adidaya.
Peningkatan kepadatan lalu lintas militer di ALKI bakal memunculkan peluang misi pembayangan (shadowing) ataupun spionase antar kapal selam asing.
Tak hanya dari segi perselisihan geopolitik, dampak lain yang dapat diterima RI ialah pencemaran laut dan zat radioaktif jika kapal selam bertenaga nuklir mengalami kecelakaan atau tubrukan.
AUKUS sendiri merupakan kesepakatan trilateral yang melibatkan Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Dalam kesepakatan ini, Australia bakal mendapatkan teknologi nuklir yang bakal digunakan sebagai tenaga kapal selam mereka. (bac/bac)
⚓️ CNN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.