🛩 💂 Demonstran menggelar pawai bendera besar Ukraina di sepanjang jalan di Odessa, Ukraina, Minggu, 20 Februari 2022. Indonesia masih terus berkoordinasi dan memantau secara cermat perkembangan di Ukraina. (Foto: AP)
Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv, Ukraina, telah menyusun rencana kontijensi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang. Langkah-langkah Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kyiv akan disesuaikan mengikuti situasi terkini di lapangan.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (21/2) malam sudah mengakui wilayah Donetsk dan Luhanks sebagai dua wilayah merdeka yang terlepas dari Ukraina. Rusia bahkan sudah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Donetsk dan Luhansk yang menjadi dasar bagi pasukan Rusia untuk masuk ke dua wilayah itu guna melindungi diri dari serangan militer Ukraina.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha kepada VOA, Selasa (22/2) mengatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dan memantau secara cermat perkembangan di Ukraina.
Judha menambahkan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv, Ukraina, telah menyusun rencana kontijensi untuk mengantisipasi eskalasi yang mungkin terjadi. Langkah-langkah Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kyiv akan disesuaikan mengikuti situasi terkini di lapangan.
Dalam rencana kontijensi itu, sudah ditetapkan parameter status kondisi mulai dari Siaga III, II hingga I.
Menurutnya, rencana kontijensi tersebut termasuk kemungkinan evakuasi warga negara Indonesia (WNI) jika situasi dinilai membahayakan jiwa. Namun, kata Yudha, hingga saat ini situasi masih dinilai relatif masih aman dan terkendali.
Orang-orang menaiki bus yang diatur untuk mengevakuasi penduduk setempat, di Kota Donetsk yang dikuasai pemberontak, Ukraina 18 Februari 2022. (Foto: REUTERS/Alexander Ermochenko)
"Dalam konteks rencana kontigensi Kyiv, kami (Kemlu) telah melakukan koordinasi intensif dengan KBRI Kyiv dan beberapa perwakilan yang dekat, seperti KBRI Warsawa dan KBRI Moskow,” ujar Judha.
Menurut Judha, secara keseluruhan terdapat 138 warga Indonesia yang tinggal di Ukraina termasuk satu orang di Luhansk. Dia tinggal di sana karena menikah dengan warga setempat.
Judha mengatakan KBRI Kyiv sudah menjalin komunikasi dengan warga Indonesia di Luhansk itu dan dia memilih tetap tinggal di sana. KBRI akan terus memantau dan menjalin komunikasi pasca perkembangan terakhir ini.
Secara umum, lanjutnya, 138 warga Indonesia yang bermukim di Ukraina diminta meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian serta selalu menjalin komunikasi dengan KBRI Kyiv. Dalam keadaan darurat, mereka diminta segera menghubungi hotline KBRI Kyiv di nomor +380503347917.
Judha juga meminta kepada warga Indonesia yang ingin mengunjungi Ukraina dalam waktu dekat untuk menunda sementara rencana perjalanannya.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah, menjelaskan Indonesia bisa berperan dalam meredakan konflik Rusia-Ukraina karena memiliki posisi yang tidak dimiliki negara-negara lain. Dia menyebutkan Indonesia tahun ini menjadi Ketua G-20, dan tahun depan menjabat Ketua ASEAN. Selain itu Indonesia termasuk sesepuh di Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB).
Selain itu, Indonesia dinilai banyak negara memiliki kemandirian yakni tidak pro-Barat dan pro-Timur. Meski demikian, kata Rezasyah, Indonesia harus memahami pula situasi psikologi Rusia.
Menurut Rezasyah, Indonesia harus sadar Rusia memiliki mimpi teritorial sebagai penerus Uni Soviet.
"Jadi kita nggak boleh terlalu galak sama Putin karena dia berpikir negara-negara eks Uni Soviet, seperti Uraina, Moldova, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, hendaknya memiliki kebijakan luar negeri yang tidak menentang Rusia. Jadi mereka harus selalu membuat kebijakan yang sejalan dengan kepentingan Rusia," ujar Rezasyah.
Ia mengatakan yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah menyadarkan negara-negara bekas Uni Soviet itu agar mereka saat ini dan ke depannya memperhatikan sentimen regional dari Rusia. Dia menilai Rusia marah sekali karena Ukraina dan Belarusia akan masuk NATO.
Rezasyah mengusulkan Indonesia menggelar konferensi internasional dengan menghadirkan pemimpin Rusia dan Ukraina untuk bisa menghasilkan ide bersama yang dapat disepakati. Dia mencontohkan Indonesia dapat mengusulkan perjanjian persahabatan jangka panjang antara Rusia dan Ukraina yang bisa menyenangkan Putin. [fw/ab]
Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv, Ukraina, telah menyusun rencana kontijensi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang. Langkah-langkah Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kyiv akan disesuaikan mengikuti situasi terkini di lapangan.
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Senin (21/2) malam sudah mengakui wilayah Donetsk dan Luhanks sebagai dua wilayah merdeka yang terlepas dari Ukraina. Rusia bahkan sudah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Donetsk dan Luhansk yang menjadi dasar bagi pasukan Rusia untuk masuk ke dua wilayah itu guna melindungi diri dari serangan militer Ukraina.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha kepada VOA, Selasa (22/2) mengatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dan memantau secara cermat perkembangan di Ukraina.
Judha menambahkan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Kyiv, Ukraina, telah menyusun rencana kontijensi untuk mengantisipasi eskalasi yang mungkin terjadi. Langkah-langkah Kementerian Luar Negeri dan KBRI Kyiv akan disesuaikan mengikuti situasi terkini di lapangan.
Dalam rencana kontijensi itu, sudah ditetapkan parameter status kondisi mulai dari Siaga III, II hingga I.
Menurutnya, rencana kontijensi tersebut termasuk kemungkinan evakuasi warga negara Indonesia (WNI) jika situasi dinilai membahayakan jiwa. Namun, kata Yudha, hingga saat ini situasi masih dinilai relatif masih aman dan terkendali.
Orang-orang menaiki bus yang diatur untuk mengevakuasi penduduk setempat, di Kota Donetsk yang dikuasai pemberontak, Ukraina 18 Februari 2022. (Foto: REUTERS/Alexander Ermochenko)
"Dalam konteks rencana kontigensi Kyiv, kami (Kemlu) telah melakukan koordinasi intensif dengan KBRI Kyiv dan beberapa perwakilan yang dekat, seperti KBRI Warsawa dan KBRI Moskow,” ujar Judha.
Menurut Judha, secara keseluruhan terdapat 138 warga Indonesia yang tinggal di Ukraina termasuk satu orang di Luhansk. Dia tinggal di sana karena menikah dengan warga setempat.
Judha mengatakan KBRI Kyiv sudah menjalin komunikasi dengan warga Indonesia di Luhansk itu dan dia memilih tetap tinggal di sana. KBRI akan terus memantau dan menjalin komunikasi pasca perkembangan terakhir ini.
Secara umum, lanjutnya, 138 warga Indonesia yang bermukim di Ukraina diminta meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian serta selalu menjalin komunikasi dengan KBRI Kyiv. Dalam keadaan darurat, mereka diminta segera menghubungi hotline KBRI Kyiv di nomor +380503347917.
Judha juga meminta kepada warga Indonesia yang ingin mengunjungi Ukraina dalam waktu dekat untuk menunda sementara rencana perjalanannya.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah, menjelaskan Indonesia bisa berperan dalam meredakan konflik Rusia-Ukraina karena memiliki posisi yang tidak dimiliki negara-negara lain. Dia menyebutkan Indonesia tahun ini menjadi Ketua G-20, dan tahun depan menjabat Ketua ASEAN. Selain itu Indonesia termasuk sesepuh di Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB).
Selain itu, Indonesia dinilai banyak negara memiliki kemandirian yakni tidak pro-Barat dan pro-Timur. Meski demikian, kata Rezasyah, Indonesia harus memahami pula situasi psikologi Rusia.
Menurut Rezasyah, Indonesia harus sadar Rusia memiliki mimpi teritorial sebagai penerus Uni Soviet.
"Jadi kita nggak boleh terlalu galak sama Putin karena dia berpikir negara-negara eks Uni Soviet, seperti Uraina, Moldova, Kirgistan, Tajikistan, Turkmenistan, hendaknya memiliki kebijakan luar negeri yang tidak menentang Rusia. Jadi mereka harus selalu membuat kebijakan yang sejalan dengan kepentingan Rusia," ujar Rezasyah.
Ia mengatakan yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah menyadarkan negara-negara bekas Uni Soviet itu agar mereka saat ini dan ke depannya memperhatikan sentimen regional dari Rusia. Dia menilai Rusia marah sekali karena Ukraina dan Belarusia akan masuk NATO.
Rezasyah mengusulkan Indonesia menggelar konferensi internasional dengan menghadirkan pemimpin Rusia dan Ukraina untuk bisa menghasilkan ide bersama yang dapat disepakati. Dia mencontohkan Indonesia dapat mengusulkan perjanjian persahabatan jangka panjang antara Rusia dan Ukraina yang bisa menyenangkan Putin. [fw/ab]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.