Rabu, 23 Juli 2025

Menyibak Kendali Tempur Rahasia TNI

Kemhan diketahui sedang berkolaborasi dengan Turki untuk mengadopsi radar seperti yang digunakan pesawat AEW&C jenis E-7A Wedgetail untuk platform pesawat yang belum ditentukan (@Macaskeel)

Diam-diam, TNI mengembangkan kendali tempur untuk memadukan persenjataan buatan beragam negara. Cara sejenis dipakai Pakistan menghadapi India.

Operasi TNI 2021 dan perang udara India-Pakistan 2025 menunjukkan, integrasi persenjataan jadi kunci keunggulan tempur. Bagi negara dengan pemasok senjata beragam seperti Indonesia, integrasi menjadi tantangan dan kebutuhan.

Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto dan Marsekal Madya (Purn) Eris Herryanto menekankan pentingnya integrasi itu. Pada masa tugas Hadi sebagai panglima, TNI beberapa kali mempratikkan Pertempuran Bertumpu Jaringan atau Network Centric Warfare (NCW). Setiap NCW mengandalkan integrasi sistem persenjataan secara terpadu dan seketika, serta pengambilan dan eksekusi keputusan cepat dan tepat.

Bagi Indonesia, menurut Hadi dan Eris, integrasi itu tidak mudah. Untuk pesawat tempur saja, Indonesia membeli dari Amerika Serikat, Rusia, Korea Selatan, dan Brasil. ”Sebentar lagi kita punya Rafale buatan Perancis,” kata Eris yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI (2010-2013) itu, Selasa (3/6/2025), di Jakarta.

Hadi mengatakan, produsen pesawat tempur seperti AS-Rusia tidak akan mau membuka tautan data (data link) produk mereka. Sebab, tautan itu rahasia dan kunci keunggulan teknologi produsen. Di sisi lain, tautan itu menjadi kunci integrasi kendali tempur.

Indonesia pernah membuktikan itu di masa tugas Hadi sebagai panglima. India dan Pakistan dalam pertempuran udara Kashmir 2025 juga membuktikan hal itu. Data yang ditautkan antara lain yang dikumpulkan dari prajurit di darat, jet tempur atau helikopter serbu, pesawat intai, hingga satelit dan radar.

Pakistan melakukan itu dengan menggabungkan pengintaian dari pesawat buatan Swedia, Saab Erieye, dan radar-satelit China. Data pengintaian itu memandu rudal PL-15E buatan China dari jet tempur J-10C yang juga dibuat China menyasar jet buatan Perancis, Rafale.

Pakistan, kata Eris, bisa unggul karena bisa mengintegrasikan data lintas produsen itu. Rudal ditembakkan lebih dari 100 kilometer dari sasaran. Dalam teknologi perang udara, dikenal istilah beyond visual range (BVR) atau jauh dari jangkauan penglihatan untuk serangan seperti itu.

 Kembangkan sendiri 
CN295 A-2910 pesawat special mission TNI AU (Fahmun)
Eris juga menekankan kecilnya peluang negara produsen membuka tautan data produk pertahanan mereka. Dalam kasus RI, salah satu alasan tidak dibuka data adalah pembelian yang kecil.

Cara yang bisa dilakukan adalah pembelian dengan sistem offset di mana sebagian atau seluruh perakitan alutsista dilakukan di negara pembeli yang disertai alih teknologi. Ada cara lain lagi, yakni dengan upgrade alutsista secara mandiri. Jika berhasil melakukan upgrade, kemampuan suatu negara akan semakin diperhitungkan,” kata Eris yang merupakan penerbang generasi pertama jet tempur F-16 TNI AU.

Keberhasilan meningkatkan kemampuan perangkat tempur akan membuat militer Indonesia semakin diperhitungkan. Sebab, TNI teruji bisa mengembangkan kemampuan secara mandiri.

Indonesia tidak diberi akses tautan data. ”Kita siasati dengan mengembangkan perangkat lunak sendiri secara diam-diam yang bisa menghubungkan komunikasi dan data real time antar berbagai alutsista kita. Ketika itu, Pusat Kendali TNI, pesawat intai TNI AU (dilengkapi kamera intai seperti yang digunakan pesawat intai P-8 Poseidon), helikopter serbu yang membawa roket, dan pasukan TNI AD di daratan beroperasi serempak dan terintegrasi,” kata Hadi.

Ia menyinggung operasi 2021 di Nduga, Papua. Pasukan TNI AD berkoordinasi dengan pesawat intai TNI AU yang dibuat Boeing, produsen AS. Koordinasi juga dilakukan dengan awak helikopter serbu dari Pusat Penerbangan TNI AD (Puspenerbad).

Pasukan TNI AD mengoperasikan pesawat nirawak sekaligus pemukul di darat. Sementara heli Puspenerbad menjadi penyerang udara. Adapun pesawat intai TNI AU menjadi sarana pemantau dan peringatan dini. Semua data itu masuk ke Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) Markas Besar TNI. Hadi memantau operasi itu dari Puskodal.

Pasukan di darat memberikan koordinat sasaran ke pesawat intai dan heli serbu. ”Ketika itu data belum ditampilkan di layar radar, tetapi dalam saluran informasi dan data kordinat bisa dimunculkan dengan membentuk data link sendiri antar berbagai persenjataan yang dibuat pabrikan berbeda itu,” kata Hadi.

Sebelum operasi 2021, Hadi menginstruksikan uji coba dalam latihan di Situbondo, Jawa Timur, pada 2021. Puskodal di Mabes TNI memantau latihan serbu oleh pesawat nirawak CH4 yang terbang dari Pangkalan Udara TNI AL (Lanudal) Juanda, Sidoarjo. Sementara di Situbondo ada kapal TNI AL, tank TNI AD, dan unit-unit lain TNI.

Dalam latihan itu TNI menggunakan tautan data sendiri. Selain lebih sesuai dengan kebutuhan internal, tautan data buatan sendiri mengurangi celah penyadapan oleh pihak lain.

Setelah masa jabatan Hadi selesai, TNI melakukan sejumlah operasi lain yang sejenis. Hadi optimistis, TNI semakin terasah menerapkan NCW dan siap dengan perkembangan zaman.

 Tantangan serius 
Link ID, LEN sukses kembangkan Link ID hubungkan dua KRI berbeda CMS (LEN)
Atase Pertahanan Kedutaan Rusia di Jakarta Kolonel Senior Maxim Lukianov, yang ditemui dalam muhibah Angkatan Laut Rusia di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (3/6/2025), mengatakan, menggabungkan operasionalisasi alutsista dari berbagai pabrikan berbeda negara menjadi tantangan serius dalam operasi militer saat ini.

Dia menceritakan, berbagai negara eks Pakta Warsawa yang kemudian bergabung dengan NATO telah menggabungkan ”Semisal jet tempur Sukhoi milik mereka kini bisa diperlengkapi rudal dan bom buatan NATO,” kata Lukianov.

Ahli senjata ledak dari pabrikan Perancis, La Croix, Sergei Gehin, mengatakan, integrasi tautan data antar senjata sangat penting dan mendasar. Sistem senjata antirudal Sylena Mark 1 dan Sylena Mark 2 yang lebih maju dari penggunaan alat chaff yang selama ini digunakan kapal perang jenis korvet, fregat, hingga kapal perusak.

Dia mengatakan, sistemnya belum terintegrasi dengan alutsista negara yang dianggap berseberangan seperti buatan Rusia dan China. Akan tetapi, negara ketiga yang menggunakan sistem buatan La Croix bisa mengembangkan sendiri koneksi data link senjata yang berasal dari Blok NATO dengan misalnya buatan China atau Rusia.

Gehin baru saja memasang salah satu sistem Sylena ke LPD milik TNI AL yang sedang dibangun di galangan kapal PT PAL, Surabaya. Kini dengan banyaknya alutsista modern di TNI AD, TNI AL, dan TNI AU dari berbagai negara berbeda, kemampuan mengintegrasikan operasionalisasi persenjataan tersebut dalam NCW menjadi kunci agar TNI diperhitungkan di Asia Tenggara yang menjadi ajang pertarungan geopolitik negara-negara besar.

  🖥 
Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...