Bukan Hanya Soal Jet
KAAN dipilih karena klausul ToT dan produksi bersama. (TAI)
Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan kontrak pengadaan 48 pesawat tempur generasi kelima (FGFA) TAI KAAN dengan pemerintah Turki dan Turkish Aerospace Industries (TAI) untuk Angkatan Udara Indonesia (TNI-AU).
Hal ini menandai keberhasilan ekspor perdana platform generasi terbaru ini dan kelanjutan misi Jakarta untuk memodernisasi angkatan udaranya.
Penuntasan kesepakatan senilai lebih dari USD 10 miliar pada 28 Juli 2025 telah dikonfirmasi oleh pejabat tinggi kedua negara dan merupakan pendalaman signifikan hubungan pertahanan dan industri antara Jakarta dan Ankara.
Kontrak tersebut, yang juga mencakup klausul transfer teknologi dan produksi bersama yang penting, menawarkan Indonesia untuk bergabung dengan beberapa negara Asia Tenggara (terutama Singapura dan Australia) dalam menginduksi FGFA di tahun-tahun mendatang.
Spesifikasi KAAN Turkish Aerospace
KAAN adalah program unggulan TAI, yang mencerminkan ambisi Ankara untuk bergabung dengan klub elit negara-negara yang mampu memproduksi pesawat tempur siluman.
✈ Panjang: 20,3 m (66 kaki)
✈ Tinggi: 5 m (16 kaki)
✈ Bentang Sayap: 13,4 m (44 kaki)
✈ Luas Sayap: 71,6 m² (771 kaki²)
✈ Berat Lepas Landas Maksimum (MTOW): 34.750 kg (76.500 lb)
✈ Daya Dorong: 2 x 13.150 kgf (2 x 29.000 lbf)
✈ Kecepatan Maksimum: Mach 1,8
✈ Langit Tertinggi Layanan: 16.764 m (55.000 kaki)
✈ Batas G: +9 / -3,5 G
✈ Kemampuan Utama: Desainnya memiliki kemampuan supercruise, kemampuan manuver yang tinggi, dan radius tempur yang luas
KAAN adalah pesawat tempur siluman kelas berat bermesin ganda, yang, dengan panjang 20,3 meter dan lebar sayap 13,4 meter, ukurannya lebih mendekati F-15 Eagle daripada kebanyakan pesawat tempur siluman non-nuklir lainnya, seperti KF-21 Korea Selatan atau J-35AE Tiongkok. Rangka pesawat yang lebih besar dan bobot lepas landas maksimum yang tinggi menunjukkan bahwa KAAN memiliki kapasitas dasar untuk peran serangan mendalam, yang analog dengan F-35, sebuah karakteristik unik di antara banyak platform generasi kelima yang sedang berkembang.
TAI membangun kemampuan KAAN berdasarkan profil multiperan untuk misi udara-ke-udara dan udara-ke-darat. Desainnya dilengkapi ruang senjata internal untuk mempertahankan profil silumannya dan memungkinkan penggunaan rudal dalam jangkauan visual maupun di luar jangkauan visual. Hal ini memungkinkan fleksibilitas muatan yang berfokus pada superioritas udara atau serangan presisi. Untuk misi yang tidak memerlukan siluman, KAAN menyediakan titik keras eksternal, yang secara signifikan memperluas muatannya.
Bagaimana KAAN Membentuk Kekuatan Udara Indonesia
Ukuran KAAN yang besar menjadikannya platform yang sangat sesuai untuk lingkungan geo-keamanan Indonesia, yang mencakup pengamanan kepentingan maritim Indonesia sekaligus integritas teritorialnya. Bahkan, TNI-AU dapat memanfaatkan KAAN untuk berbagai peran, mulai dari operasi jangka panjang di laut hingga, berpotensi, memproyeksikan kekuatan melalui peran serangan jarak jauh. Untuk peran serangan jarak jauh, TNI-AU dapat menggunakan KAAN untuk menjaga target bernilai tinggi tetap berisiko dari jarak jauh, sebuah keuntungan signifikan yang sebagian besar terbatas pada platform seperti F-35.
TAI juga merancang KAAN untuk mendukung konsep peperangan udara generasi mendatang, seperti kerja sama berawak dan tak berawak (MUM-T). Dengan MUM-T, satu KAAN dapat mengarahkan sekelompok sistem tak berawak untuk misi pengintaian atau serangan, yang secara dramatis memperluas kesadaran situasional dan jangkauan tempurnya di seluruh kepulauan Indonesia yang luas.
Secara keseluruhan, akuisisi 48 pesawat tempur TAI KAAN beserta 42 Rafale merupakan modernisasi TNI-AU yang paling signifikan dalam sejarahnya. Kekuatan masa depan ini akan menjadi penangkal tangguh bagi meningkatnya kemampuan aktor-aktor regional seperti Singapura dan Australia, yang keduanya merupakan operator F-35A.
Jika dibandingkan dengan armada TNI-AU saat ini, penambahan hampir 100 pesawat tempur generasi ke-4,5 dan ke-5 merupakan transformasi yang radikal.
Dalam hal KAAN, 48 unit tersebut memungkinkan TNI-AU untuk memiliki tiga hingga empat skuadron penuh yang masing-masing terdiri dari 12-16 pesawat, sehingga menyediakan armada yang memadai untuk operasi yang bermakna. Ini bukanlah pembelian simbolis, melainkan investasi armada yang serius, dengan produksi lokal melalui PT Dirgantara Indonesia yang sangat penting bagi keberlanjutan jangka panjang.
Peta jalan pengadaan ini perlu dikontekstualisasikan dengan tolok ukur pengadaan Indonesia sebelumnya. Akuisisi Indonesia seringkali lebih kecil dan lebih terfragmentasi. Sebaliknya, pesanan gabungan untuk Rafale dan KAAN menunjukkan perubahan penting dari pendekatan sepotong-sepotong ini menuju rekapitalisasi armada tempur yang lebih disengaja dan berskala besar.
Dibangun dengan Membangun Kemitraan dengan Pelanggan
Dalam sebuah tonggak penting, seorang pilot uji Angkatan Udara Indonesia berhasil menerbangkan prototipe KF-21 di Korea Selatan pada akhir Juni 2025, menunjukkan kerja sama yang berkelanjutan, meskipun dengan perubahan. Ini adalah pertama kalinya seorang pilot Indonesia duduk di kursi depan selama uji terbang.
Kemitraan ini juga berhasil melewati insiden diplomatik di mana para insinyur Indonesia dituduh mencoba mencuri data teknis KF-21.
Para insinyur tersebut akhirnya dibebaskan, yang membantu meredakan ketegangan dan memungkinkan perjanjian pendanaan yang direvisi untuk diselesaikan. (Bilal Khan)
KAAN dipilih karena klausul ToT dan produksi bersama. (TAI) Pemerintah Indonesia telah menyelesaikan kontrak pengadaan 48 pesawat tempur generasi kelima (FGFA) TAI KAAN dengan pemerintah Turki dan Turkish Aerospace Industries (TAI) untuk Angkatan Udara Indonesia (TNI-AU).
Hal ini menandai keberhasilan ekspor perdana platform generasi terbaru ini dan kelanjutan misi Jakarta untuk memodernisasi angkatan udaranya.
Penuntasan kesepakatan senilai lebih dari USD 10 miliar pada 28 Juli 2025 telah dikonfirmasi oleh pejabat tinggi kedua negara dan merupakan pendalaman signifikan hubungan pertahanan dan industri antara Jakarta dan Ankara.
Kontrak tersebut, yang juga mencakup klausul transfer teknologi dan produksi bersama yang penting, menawarkan Indonesia untuk bergabung dengan beberapa negara Asia Tenggara (terutama Singapura dan Australia) dalam menginduksi FGFA di tahun-tahun mendatang.
Spesifikasi KAAN Turkish Aerospace
KAAN adalah program unggulan TAI, yang mencerminkan ambisi Ankara untuk bergabung dengan klub elit negara-negara yang mampu memproduksi pesawat tempur siluman.
✈ Panjang: 20,3 m (66 kaki)
✈ Tinggi: 5 m (16 kaki)
✈ Bentang Sayap: 13,4 m (44 kaki)
✈ Luas Sayap: 71,6 m² (771 kaki²)
✈ Berat Lepas Landas Maksimum (MTOW): 34.750 kg (76.500 lb)
✈ Daya Dorong: 2 x 13.150 kgf (2 x 29.000 lbf)
✈ Kecepatan Maksimum: Mach 1,8
✈ Langit Tertinggi Layanan: 16.764 m (55.000 kaki)
✈ Batas G: +9 / -3,5 G
✈ Kemampuan Utama: Desainnya memiliki kemampuan supercruise, kemampuan manuver yang tinggi, dan radius tempur yang luas
KAAN adalah pesawat tempur siluman kelas berat bermesin ganda, yang, dengan panjang 20,3 meter dan lebar sayap 13,4 meter, ukurannya lebih mendekati F-15 Eagle daripada kebanyakan pesawat tempur siluman non-nuklir lainnya, seperti KF-21 Korea Selatan atau J-35AE Tiongkok. Rangka pesawat yang lebih besar dan bobot lepas landas maksimum yang tinggi menunjukkan bahwa KAAN memiliki kapasitas dasar untuk peran serangan mendalam, yang analog dengan F-35, sebuah karakteristik unik di antara banyak platform generasi kelima yang sedang berkembang.
TAI membangun kemampuan KAAN berdasarkan profil multiperan untuk misi udara-ke-udara dan udara-ke-darat. Desainnya dilengkapi ruang senjata internal untuk mempertahankan profil silumannya dan memungkinkan penggunaan rudal dalam jangkauan visual maupun di luar jangkauan visual. Hal ini memungkinkan fleksibilitas muatan yang berfokus pada superioritas udara atau serangan presisi. Untuk misi yang tidak memerlukan siluman, KAAN menyediakan titik keras eksternal, yang secara signifikan memperluas muatannya.
Bagaimana KAAN Membentuk Kekuatan Udara Indonesia
Ukuran KAAN yang besar menjadikannya platform yang sangat sesuai untuk lingkungan geo-keamanan Indonesia, yang mencakup pengamanan kepentingan maritim Indonesia sekaligus integritas teritorialnya. Bahkan, TNI-AU dapat memanfaatkan KAAN untuk berbagai peran, mulai dari operasi jangka panjang di laut hingga, berpotensi, memproyeksikan kekuatan melalui peran serangan jarak jauh. Untuk peran serangan jarak jauh, TNI-AU dapat menggunakan KAAN untuk menjaga target bernilai tinggi tetap berisiko dari jarak jauh, sebuah keuntungan signifikan yang sebagian besar terbatas pada platform seperti F-35.
TAI juga merancang KAAN untuk mendukung konsep peperangan udara generasi mendatang, seperti kerja sama berawak dan tak berawak (MUM-T). Dengan MUM-T, satu KAAN dapat mengarahkan sekelompok sistem tak berawak untuk misi pengintaian atau serangan, yang secara dramatis memperluas kesadaran situasional dan jangkauan tempurnya di seluruh kepulauan Indonesia yang luas.
Secara keseluruhan, akuisisi 48 pesawat tempur TAI KAAN beserta 42 Rafale merupakan modernisasi TNI-AU yang paling signifikan dalam sejarahnya. Kekuatan masa depan ini akan menjadi penangkal tangguh bagi meningkatnya kemampuan aktor-aktor regional seperti Singapura dan Australia, yang keduanya merupakan operator F-35A.
Jika dibandingkan dengan armada TNI-AU saat ini, penambahan hampir 100 pesawat tempur generasi ke-4,5 dan ke-5 merupakan transformasi yang radikal.
Dalam hal KAAN, 48 unit tersebut memungkinkan TNI-AU untuk memiliki tiga hingga empat skuadron penuh yang masing-masing terdiri dari 12-16 pesawat, sehingga menyediakan armada yang memadai untuk operasi yang bermakna. Ini bukanlah pembelian simbolis, melainkan investasi armada yang serius, dengan produksi lokal melalui PT Dirgantara Indonesia yang sangat penting bagi keberlanjutan jangka panjang.
Peta jalan pengadaan ini perlu dikontekstualisasikan dengan tolok ukur pengadaan Indonesia sebelumnya. Akuisisi Indonesia seringkali lebih kecil dan lebih terfragmentasi. Sebaliknya, pesanan gabungan untuk Rafale dan KAAN menunjukkan perubahan penting dari pendekatan sepotong-sepotong ini menuju rekapitalisasi armada tempur yang lebih disengaja dan berskala besar.
Dibangun dengan Membangun Kemitraan dengan Pelanggan
Dalam sebuah tonggak penting, seorang pilot uji Angkatan Udara Indonesia berhasil menerbangkan prototipe KF-21 di Korea Selatan pada akhir Juni 2025, menunjukkan kerja sama yang berkelanjutan, meskipun dengan perubahan. Ini adalah pertama kalinya seorang pilot Indonesia duduk di kursi depan selama uji terbang.
Kemitraan ini juga berhasil melewati insiden diplomatik di mana para insinyur Indonesia dituduh mencoba mencuri data teknis KF-21.
Para insinyur tersebut akhirnya dibebaskan, yang membantu meredakan ketegangan dan memungkinkan perjanjian pendanaan yang direvisi untuk diselesaikan. (Bilal Khan)
💥 Quwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.