BTR-50 Marinir |
Panser Angkut Amfibi Marinir
BTR-50 adalah salah satu alutsista (alat utama sistem senjata) milik
TNI-AL yang sudah berusia lanjut alias paruh baya. Umur panser amfibi
(pansam) ini bila ditakar memang cukup sepuh, sebab sudah beroperasi di
Tanah Air sejak 1962. Pansam BTR-50 dibeli dari Uni Soviet bersamaan
dengan tank amfibi legendaris Marinir, yakni PT-76. Kedua alat tempur
ini memang di impor dalam menyongsong operasi Trikora. Di negeri
asalnya, BTR-50 mulai beroperasi sejak 1955.
Modifikasi BTR-50 yang dilakukan Pindad |
BTR-50 BTR-50 P (Browne Transporter 50 Palawa) punya kiprah panjang dalam sejarah operasi militer di Tanah Air. Beragam operasi amfibi sudah dilalui, seperti operasi Seroja di Timor Timur sampai operasi pendaratan menumpas GAM di Aceh. Karena usia yang tua, pansam ini kerap dituding sebagai penhantar maut bagi para awaknya. Setidaknya sudah 2 kali BTR-50 mengalami kecelakaan di laut, pertama saat operasi pendaratan amfibi saat operasi Seroja di tahun 70-an. Dan yang kedua saat Latihan Armada Jaya XXVII. Sebuah BTR 50 P yang mengangkut 15 prajurit marinir tenggelam di pantai Tanjung Jangkar di kedalaman 30 meter setelah bergerak menuju pantai 1300 meter dari KRI Teluk Kau-504. Bagian buritan pansam ini bergoyang dan tergulung ombak sehingga tenggelam. Sebanyak 8 prajurit Marinir selamat dan tujuh prajurit lainnya meninggal dunia.
BTR-50 Marinir dalam sebuah parade Pansam BTR-50 P merupakan andalan jajaran kavaleri Korps Marinir TNI AL, malah terlihat lebih dianndalkan ketimbang tank amfibi AMX-10 yang usianya jauh lebih muda dan modern. Panser ini berbobot 15 ton dan pada tahun 1990-an telah mengalami modernisasi pada sistem penggerak, sistem senjata, dan sistem sensor. Modernisasi sistem penggerak berupa pergantian mesin yang berbobot lebih ringan namun bertenaga lebih besar dari mesin aslinya. Sistem senjata berupa penambahan dudukan senapan mesin ringan untuk menjamin perlindungan bagi prajurit yang keluar dari panser.
Kompartemen mesin BTR-50 |
BTR-50 saat perang Mesir vs Israel BTR-50 berkapasitas solar penuh (full tank) sekitar 260 liter dan memiliki kemampuan melakukan penjelajahan 260 km. Satu liter solar, mampu mendorong sejauh 1 km dengan kecepatan 44 km per jam. Itu kalau berada di jalan raya. Sedangkan di medan off-road, kecepatannya 25 km per jam. Sedang di laut pansam ini mengandalkan dua unit water-jet. Kedua piranti ini sanggup menghela badan ranpur dengan kecepatan 10 km per jam. Uniknya, kendaraan ini bisa juga berenang mundur pada kecepatan 5 km per jam. Selain itu BTR-50 mampu menerjang ombak berketinggian maksimal 1,5 meter.
BTR-50 dalam sebuah latihan pendaratan saat ini dalam tiap operasi, BTR-50 memuat 16 orang personel, ditambah tiga orang kru. Ketiga kru tersebut adalah komandan kendaraan, pengemudi, dan penembak. Selain itu, juga dilengkapi oleh dua jenis senjata. Sayangnya, kendaraan ini tidak ada AC-nya. Untuk memperpanjang usia pakainya, BTR-50 tak lagi mengandalkan komponen orisinilnya. Sebab, pasca Peristiwa G-30S, suku cadang mendadak jadi langka. Alhasil perombakan lumayan besar diterapkan pada jeroan BTR 50. Menu utama perombakan adalah soal dapur pacu. Mesin diesel yang tadinya tipe V 6 asli Rusia, diganti dengan GM 6V-92T diesel keluaran AS.
BTR-50 tengah melaju di gurun pasir selain di Indonesia dan Rusia, BTR-50 juga banyak dipakai negara-negara eks blok Timur. Cina bahkan memproduksi versi lain dari BTR-50. Meski kodratnya sebagai kendaraan amfibi, BTR-50 juga aktif berperang di medan gurun pasir. Hal ini terbukti saat Mesir melancarkan perang Yom Kippur melawan Israel. BTR-50 aktif digunakan militer Mesir untuk melakukan operasi penyeberangan pasukan.(Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi
- Awak : 2+20
- Senjata : 1 x 7.62 mm machine gun; 1,250 x 7.62mm
- Panjang : 7.08 m
- Lebar : 3.14 m
- Tinggi : 1.97 m
- Berat : 14,200 kg
- Mesin : Model 6-cylinder in line water cooled diesel developing 240 hp at 1,800 rpm
- Kecepatan Maksimum : 44 km/jam
- Senjata : 1 x 7.62 mm machine gun; 1,250 x 7.62mm
- Panjang : 7.08 m
- Lebar : 3.14 m
- Tinggi : 1.97 m
- Berat : 14,200 kg
- Mesin : Model 6-cylinder in line water cooled diesel developing 240 hp at 1,800 rpm
- Kecepatan Maksimum : 44 km/jam
Pendaratan di pantai
Mendaratkan kendaraan tempur ke daratan, bukan persoalan mudah. Lebih-lebih jika ranpur tersebut keluar dari kapal pengangkut tank (LST-Landing Ship Tank)/LPD. Sebelum, pintu LST/LPD dibuka dan panser-panser menceburkan diri ke laut, butuh persiapan khusus. Misalnya, kondisi mesin harus benar-benar prima. Jika tidak, maka panser amfibi akan menjadi rumpon di laut. Belum lagi sistem propulsi di air, harus bekerja baik, termasuk sistem water-jet, gerakan rantai, dan baling-baling.
Belum lagi, bagian roda dan pintunya harus selalu diberi gemuk. Kalau tidak, maka air dengan mudah masuk ke dalam kabin. Untuk itu, satu unit ranpur angkut personel BTR-50 membutuhkan 20 kilogram gemuk, ketika kendaraan itu tengah mengikuti latihan tempur. Tidak hanya itu saja. Agar air tak merembes masuk ke dalam kabin, maka kendaraan lapis baja semacam ini harus dilengkapi dengan empat pompa–pompa penghisap air yang bisa dioperasikan baik secara elektrikal maupun mekanikal.
Belum lagi, bagian roda dan pintunya harus selalu diberi gemuk. Kalau tidak, maka air dengan mudah masuk ke dalam kabin. Untuk itu, satu unit ranpur angkut personel BTR-50 membutuhkan 20 kilogram gemuk, ketika kendaraan itu tengah mengikuti latihan tempur. Tidak hanya itu saja. Agar air tak merembes masuk ke dalam kabin, maka kendaraan lapis baja semacam ini harus dilengkapi dengan empat pompa–pompa penghisap air yang bisa dioperasikan baik secara elektrikal maupun mekanikal.
Namanya juga ranpur, soal interior juga jelas beda dibanding kendaraan biasa. Urusan ruang gerak misalnya, pada ranpur APC (Armour Personel Carrier) ruang gerak dalam kabin amat terbatas. Secara umum, operasi pendaratan digelar pada jarak antara 2.000 hingga 3.000 mil dari tepi pantai. Satu unit kapal pendarat (LST/LPD) bisa dijejali sekitar 15 unit ranpur. Komposisi kendaraan tempur juga bervariasi, tergantung kebutuhan.
Belum lagi waktu pendaratannya. Namanya operasi militer, maka gerakan operasi amfibi biasanya digelar di pagi buta. Setitik cahaya –lampu– jelas diharamkan karena bisa mementahkan unsur pendadakan. Hasilnya, selain radio komunikasi, agar tak terjadi tabrakan antar ranpur maka diandalkan semacam fosfor sebagai penandai antar ranpur. Masih untuk urusan yang sama, tiap ranpur yang keluar dari perut LST/LPD diberi jeda waktu sekitar satu menit. Saat menyentuh daratan, maka sistem propulsi yang dipakai berubah –gabungan antara water-jet dengan putaran roda rantai.
Belum lagi waktu pendaratannya. Namanya operasi militer, maka gerakan operasi amfibi biasanya digelar di pagi buta. Setitik cahaya –lampu– jelas diharamkan karena bisa mementahkan unsur pendadakan. Hasilnya, selain radio komunikasi, agar tak terjadi tabrakan antar ranpur maka diandalkan semacam fosfor sebagai penandai antar ranpur. Masih untuk urusan yang sama, tiap ranpur yang keluar dari perut LST/LPD diberi jeda waktu sekitar satu menit. Saat menyentuh daratan, maka sistem propulsi yang dipakai berubah –gabungan antara water-jet dengan putaran roda rantai.
Tank Amfibi PAL-AFV
Sukses memodifikasi tank amfibi BTR-50 TNI-AL, kali ini PT.PINDAD bekerjasama dengan PT PAL membangun tank amfibi angkut pasukan terbaru dengan nama Armoured Floating Vehicle (PAL-AFV).
Dibangun dengan mengacu pada BTR-50PM, PAL-AFV mempunyai bentuk dan spesifikasi teknis yang tidak jauh berbeda. Perbedaan mencolok hanya pada penggunaan mesin Diesel inline 8 silinder yang dipakai, sehingga tenaga yang dihasilkan mampu mencapai 300Hp.
Kemampuan jelajahnya pun bertambah dari 400 km menjadi 480 km. Untuk kecepatan bertambah dari 50 km/jam menjadi 60 km/jam dijalan normal. Namun bobot kendaraan juga bertambah menjadi hampir 15 ton.
Untuk kemampuan daya angkut personil tidak berbeda dengan BTR-50. Yakni 3 awak tank dan 14 pasukan, dengan kemampuan operasional (endurance) selama 8 jam.
Dibangun dengan mengacu pada BTR-50PM, PAL-AFV mempunyai bentuk dan spesifikasi teknis yang tidak jauh berbeda. Perbedaan mencolok hanya pada penggunaan mesin Diesel inline 8 silinder yang dipakai, sehingga tenaga yang dihasilkan mampu mencapai 300Hp.
Kemampuan jelajahnya pun bertambah dari 400 km menjadi 480 km. Untuk kecepatan bertambah dari 50 km/jam menjadi 60 km/jam dijalan normal. Namun bobot kendaraan juga bertambah menjadi hampir 15 ton.
Untuk kemampuan daya angkut personil tidak berbeda dengan BTR-50. Yakni 3 awak tank dan 14 pasukan, dengan kemampuan operasional (endurance) selama 8 jam.
PAL AFV |
Seperti diketahui ada beberapa titik kelemahan yang kemudian dimodifikasi dari BTR-50P. Salah satunya yang krusial adalah garis air yang posisinya sejajar dengan lubang hisap mesin. Namun hal ini telah diperbaiki dan disempurnakan di tank amfibi PAL-AFV ini.
Tidak dijelaskan kapan prototypenya akan dibuat oleh PINDAD, namun berdasarkan info yang diperoleh moderator dari PT PAL di acara Indo-Defence 2008 kemarin (19-22 November 2008) mudah-mudahan 2009 nanti sudah ada realisasinya.
Hal ini juga makin memperjelas Transfer of Technology (ToT) antara RI (diwakili PINDAD) dan Korea dalam hal penguasaan teknologi suspensi dan roda penggerak rantai. Yaitu guna menunjang pengembangan panser amfibi ini (PAL-AFV), dan rencana PINDAD merealisasikan Light-tank pengganti Scorpion.(Copyright @lutsista)
Tidak dijelaskan kapan prototypenya akan dibuat oleh PINDAD, namun berdasarkan info yang diperoleh moderator dari PT PAL di acara Indo-Defence 2008 kemarin (19-22 November 2008) mudah-mudahan 2009 nanti sudah ada realisasinya.
Hal ini juga makin memperjelas Transfer of Technology (ToT) antara RI (diwakili PINDAD) dan Korea dalam hal penguasaan teknologi suspensi dan roda penggerak rantai. Yaitu guna menunjang pengembangan panser amfibi ini (PAL-AFV), dan rencana PINDAD merealisasikan Light-tank pengganti Scorpion.(Copyright @lutsista)
Foto BTR-50 Marinir
sumber :
- indomiliter
- budikazmat
- alutsista
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.