Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada usia yang sudah melewati angka
67 tahun—sedikit lebih muda dari republik ini—masih menghadapi berbagai
kekurangan dalam berbagai aspek pertahanan Indonesia.
Misalkan saja, publik menilai anggaran pertahanan hingga kini masih tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama TNI, utamanya sistem persenjataan. Anggaran pertahanan memang telah meningkat konstan sejak 2011, ketika pemerintah mengalokasikan Rp 47,5 triliun (USD 4,95 miliar) saat itu. Anggaran tersebut kembali meningkat 35,58% menjadi Rp 64,4 triliun pada 2012. Anggaran pertahanan meningkat lagi 20,65% menjadi Rp 77,7 triliun dalam rancangan APBN 2013.
Anggaran sebesar ini akan membuat Kementrian Pertahanan menjadi lembaga negara dengan anggaran tertinggi tahun depan. Meski meningkat, masih banyak yang meragukan anggaran itu dapat secara maksimal memenuhi kebutuhankebutuhan utama TNI. Upaya untuk mencapai kekuatan minimum esensial saja masih jauh dari kenyataan. Pada umur yang ke-67 tahun ini angkatan perang RI harus mengevaluasi kembali apa yang telah mereka lakukan dalam membangun posturnya sesuai perkembangan yang terjadi di lingkungan strategisnya.
*** Rasanya sudah cukup lama
dan tidak berlebihan bila TNI tidak melakukan modernisasi alat utama
sistem senjata (alutsista). TNI harus sadar bahwa banyak alutsista TNI
yang perlu diganti dan dimodernisasi. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
dan kemampuan negara yang semakin meningkat dari waktu ke waktu,
anggaran di bidang pertahanan juga ditingkatkan, dengan prioritas
mengganti alutsista dengan yang lebih baru dan lebih modern.
Diskusi publik mengenai TNI dan berbagai aspeknya hingga kini sepertinya tidak pernah bergeser dari persoalan alutsista, anggaran pertahanan, postur pertahanan, kemampuan tempur, dan lain-lainnya yang lebih banyak berkaitan dengan aspek “internal” TNI. Aspek lain dari TNI yang tidak boleh dilupakan dan terlalu penting untuk diabaikan adalah peran TNI dalam membangun lingkungan regional yang lebih stabil.
Unsur-unsur TNI memang telah sejak lama membangun hubungan bersahabat dengan negara-negara lain baik negara-negara di Asia Tenggara maupun di luar kawasan Asia Tenggara. TNI selama ini, dan untuk seterusnya, akan menikmati hasil diplomasi Pemerintah Indonesia terhadap negara lain, misalnya Korea Selatan, Amerika Serikat, China dan beberapa negara Eropa lainnya. Dari diplomasi itu, TNI mendapatkan setidaknya akses ke sumber-sumber dan kebutuhan-kebutuhan pertahanan yang tidak mungkin dipenuhi di dalam negeri.
Dalam konteks ini, pemerintah telah melakukan diplomasi pertahanan antara lain dengan negara- negara yang disebutkan di atas untuk kepentingan pembangunan kekuatan TNI. Keterlibatan TNI dalam masalah-masalah internasional kerap dikaitkan dengan partisipasinya dalam pasukan penjaga perdamaian PBB. Melalui keterlibatan ini TNI tidak hanya ingin membuktikan bahwa mereka merupakan bagian penting dalam proses pemeliharaan perdamaian internasional, tetapi mereka juga menjalankan setidaknya salah satu aspek penting dari diplomasi pertahanan, yaitu membangun saling percaya dan pencegahan konflik.
Postur TNI merupakan isu yang hingga kini selalu menjadi perhatian publik, tidak selalu harus dilihat dari perspektif kapabilitas pertahanan. Dalam konteks partisipasi TNI dalam bingkai operasi pemeliharaan perdamaian, postur TNI lebih merujuk pada kemampuannya menopang proses penjagaan perdamaian. Profesionalisme prajurit TNI dalam mengemban tugas pemeliharaan perdamaian secara legal formal selalu diakui PBB.
Pada bulan September lalu, misalnya, 167 prajurit TNI anggota Kontingen Garuda XXXIIA/ Minustah (Misi PBB untuk Stabilisasi Haiti) menerima penghargaan medali PBB atau Medal Parade. Penghargaan PBB lain juga diberikan Juli lalu kepada prajurit TNI yang bertugas dalam Satgas Kontingen Garuda pada misi perdamaian di Lebanon. Diplomasi pertahanan TNI memang perlu, tetapi diplomasi pertahanan TNI itu tidak cukup hanya dipotret dari partisipasinya dalam misi-misi pemeliharaan internasional PBB.
Di Asia Tenggara, TNI juga harus melihat diplomasi pertahanan ini sebagai sesuatu yang memainkan peran kunci dalam membentuk arsitektur keamanan regional dan internasional. Peran semacam itu dapat di lihat bukan hanya pada level bilateral, tetapi juga multilateral. Di level regional, ASEAN telah merintis pada 2006 berdiri sebuah Forum Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense Ministerial Meeting/ADMM) dan pada 2010 pertemuan itu diperluas dengan mencakup negara-negara mitra dialog ASEAN. Selain pertemuan-pertemuan itu, di level Asia Tenggara juga dibentuk pertemuan para panglima angkatan bersenjata dan para kepala staf angkatan. Jajaran TNI dan Kementerian Pertahanan hampir tidak pernah absen dalam pertemuan-pertemuan semacam itu.
*** Sebagai bagian dari diplomasi pertahanan Asia Tengara, keterlibatan jajaran TNI dalam pertemuan-pertemuan regional itu adalah untuk membangun persepsi yang sama dengan angkatan bersenjata negara-negara ASEAN lain dan mitranya mengenai keamanan regional, meningkatkan saling percaya dan mengidentifikasi bidang-bidang baru untuk kerja sama. Ini sesuai dengan salah satu aspek dari teori diplomasi pertahanan, yaitu membangun saling percaya (defense diplomacy for confidence building measures).
Cottey and Forster (2004) memberikan daftar aktivitas yang masuk dalam kategori diplomasi pertahanan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada kontak antara para perwira senior militer dan perjanjian kerj sama pertahanan bilateral. TNI telah melakukan aktivitas semacam itu untuk membuktikan sikap proaktif TNI dalam membangun saling percaya. Sejak ADMM digulirkan tahun 2006, TNI dan Kementerian Pertahanan telah terlibat secara aktif dalam forum itu.
Unsur-unsur TNI bahkan telah terlibat lama sebelum ADMM dibentuk, misalnya di the ASEAN Chiefs of Army Multilateral Meeting (sejak 2000), the ASEAN Chiefs of Defence Forces Informal Meeting (sejak 2001), the ASEAN Navy Interaction (sejak2001), the ASEAN Air Force Chiefs Conference (sejak 2004), the ASEAN Military Intelligence Meeting (sejak 2005). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ADMM berfungsi sebagai kerangka menyeluruh di mana kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata ASEAN yang beragam itu sejak 2006 sampai dengan sekarang dapat dilakukan dalam satu forum.
Peran internasional Indonesia yang di dalamnya juga melibatkan unsur TNI adalah Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) yang dirintis sejak 2011. JIDD ini adalah forum dialog pertahanan terbesar di Asia Tenggara dan forum ini merupakan bukti lain kiprah TNI dalam diplomasi pertahanan, utamanya dalam membangun saling percaya. Hal yang menarik dari JIDD 2012 adalah pandangan Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam yang menganjurkan perlunya kawasan Asia-Pasifik membangun doktrin diplomasi pertahanan.
TNI harus menangkap pesan itu sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan ruang lebih besar lagi dalam membangun saling percaya dan kerja sama pertahanan. Potret TNI kini dan masa depan tidak melulu soal kapabilitas dalam membangun pertahanan Indonesia, soal anggaran, dan tidak pula hanya soal alutsista.
Konteks kekinian harus dilihat TNI sebagai awal untuk kembali memikirkan dan memperkuat profil internasionalnya, misalnya dengan melansir cetak biru diplomasi pertahanan. Cetak biru diplomasi pertahanan ini akan menjadi fondasi kontribusi TNI dalam mencegah konflik-konflik baru di kawasan Asia Tenggara di masa depan.
RODON PEDRASON
Dosen Universitas Pertahanan Indonesia;
Mahasiswa Doktorat di Heidelberg University,Jerman;
Penerima Beasiswa Unggulan Dikti Kemdikbud RI
Misalkan saja, publik menilai anggaran pertahanan hingga kini masih tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan utama TNI, utamanya sistem persenjataan. Anggaran pertahanan memang telah meningkat konstan sejak 2011, ketika pemerintah mengalokasikan Rp 47,5 triliun (USD 4,95 miliar) saat itu. Anggaran tersebut kembali meningkat 35,58% menjadi Rp 64,4 triliun pada 2012. Anggaran pertahanan meningkat lagi 20,65% menjadi Rp 77,7 triliun dalam rancangan APBN 2013.
Anggaran sebesar ini akan membuat Kementrian Pertahanan menjadi lembaga negara dengan anggaran tertinggi tahun depan. Meski meningkat, masih banyak yang meragukan anggaran itu dapat secara maksimal memenuhi kebutuhankebutuhan utama TNI. Upaya untuk mencapai kekuatan minimum esensial saja masih jauh dari kenyataan. Pada umur yang ke-67 tahun ini angkatan perang RI harus mengevaluasi kembali apa yang telah mereka lakukan dalam membangun posturnya sesuai perkembangan yang terjadi di lingkungan strategisnya.
Maket Torpedo Seahake PT DI |
Diskusi publik mengenai TNI dan berbagai aspeknya hingga kini sepertinya tidak pernah bergeser dari persoalan alutsista, anggaran pertahanan, postur pertahanan, kemampuan tempur, dan lain-lainnya yang lebih banyak berkaitan dengan aspek “internal” TNI. Aspek lain dari TNI yang tidak boleh dilupakan dan terlalu penting untuk diabaikan adalah peran TNI dalam membangun lingkungan regional yang lebih stabil.
Unsur-unsur TNI memang telah sejak lama membangun hubungan bersahabat dengan negara-negara lain baik negara-negara di Asia Tenggara maupun di luar kawasan Asia Tenggara. TNI selama ini, dan untuk seterusnya, akan menikmati hasil diplomasi Pemerintah Indonesia terhadap negara lain, misalnya Korea Selatan, Amerika Serikat, China dan beberapa negara Eropa lainnya. Dari diplomasi itu, TNI mendapatkan setidaknya akses ke sumber-sumber dan kebutuhan-kebutuhan pertahanan yang tidak mungkin dipenuhi di dalam negeri.
Dalam konteks ini, pemerintah telah melakukan diplomasi pertahanan antara lain dengan negara- negara yang disebutkan di atas untuk kepentingan pembangunan kekuatan TNI. Keterlibatan TNI dalam masalah-masalah internasional kerap dikaitkan dengan partisipasinya dalam pasukan penjaga perdamaian PBB. Melalui keterlibatan ini TNI tidak hanya ingin membuktikan bahwa mereka merupakan bagian penting dalam proses pemeliharaan perdamaian internasional, tetapi mereka juga menjalankan setidaknya salah satu aspek penting dari diplomasi pertahanan, yaitu membangun saling percaya dan pencegahan konflik.
Postur TNI merupakan isu yang hingga kini selalu menjadi perhatian publik, tidak selalu harus dilihat dari perspektif kapabilitas pertahanan. Dalam konteks partisipasi TNI dalam bingkai operasi pemeliharaan perdamaian, postur TNI lebih merujuk pada kemampuannya menopang proses penjagaan perdamaian. Profesionalisme prajurit TNI dalam mengemban tugas pemeliharaan perdamaian secara legal formal selalu diakui PBB.
Pada bulan September lalu, misalnya, 167 prajurit TNI anggota Kontingen Garuda XXXIIA/ Minustah (Misi PBB untuk Stabilisasi Haiti) menerima penghargaan medali PBB atau Medal Parade. Penghargaan PBB lain juga diberikan Juli lalu kepada prajurit TNI yang bertugas dalam Satgas Kontingen Garuda pada misi perdamaian di Lebanon. Diplomasi pertahanan TNI memang perlu, tetapi diplomasi pertahanan TNI itu tidak cukup hanya dipotret dari partisipasinya dalam misi-misi pemeliharaan internasional PBB.
Di Asia Tenggara, TNI juga harus melihat diplomasi pertahanan ini sebagai sesuatu yang memainkan peran kunci dalam membentuk arsitektur keamanan regional dan internasional. Peran semacam itu dapat di lihat bukan hanya pada level bilateral, tetapi juga multilateral. Di level regional, ASEAN telah merintis pada 2006 berdiri sebuah Forum Pertemuan Para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defense Ministerial Meeting/ADMM) dan pada 2010 pertemuan itu diperluas dengan mencakup negara-negara mitra dialog ASEAN. Selain pertemuan-pertemuan itu, di level Asia Tenggara juga dibentuk pertemuan para panglima angkatan bersenjata dan para kepala staf angkatan. Jajaran TNI dan Kementerian Pertahanan hampir tidak pernah absen dalam pertemuan-pertemuan semacam itu.
*** Sebagai bagian dari diplomasi pertahanan Asia Tengara, keterlibatan jajaran TNI dalam pertemuan-pertemuan regional itu adalah untuk membangun persepsi yang sama dengan angkatan bersenjata negara-negara ASEAN lain dan mitranya mengenai keamanan regional, meningkatkan saling percaya dan mengidentifikasi bidang-bidang baru untuk kerja sama. Ini sesuai dengan salah satu aspek dari teori diplomasi pertahanan, yaitu membangun saling percaya (defense diplomacy for confidence building measures).
Cottey and Forster (2004) memberikan daftar aktivitas yang masuk dalam kategori diplomasi pertahanan, termasuk, tetapi tidak terbatas pada kontak antara para perwira senior militer dan perjanjian kerj sama pertahanan bilateral. TNI telah melakukan aktivitas semacam itu untuk membuktikan sikap proaktif TNI dalam membangun saling percaya. Sejak ADMM digulirkan tahun 2006, TNI dan Kementerian Pertahanan telah terlibat secara aktif dalam forum itu.
Unsur-unsur TNI bahkan telah terlibat lama sebelum ADMM dibentuk, misalnya di the ASEAN Chiefs of Army Multilateral Meeting (sejak 2000), the ASEAN Chiefs of Defence Forces Informal Meeting (sejak 2001), the ASEAN Navy Interaction (sejak2001), the ASEAN Air Force Chiefs Conference (sejak 2004), the ASEAN Military Intelligence Meeting (sejak 2005). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ADMM berfungsi sebagai kerangka menyeluruh di mana kegiatan-kegiatan angkatan bersenjata ASEAN yang beragam itu sejak 2006 sampai dengan sekarang dapat dilakukan dalam satu forum.
Peran internasional Indonesia yang di dalamnya juga melibatkan unsur TNI adalah Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) yang dirintis sejak 2011. JIDD ini adalah forum dialog pertahanan terbesar di Asia Tenggara dan forum ini merupakan bukti lain kiprah TNI dalam diplomasi pertahanan, utamanya dalam membangun saling percaya. Hal yang menarik dari JIDD 2012 adalah pandangan Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam yang menganjurkan perlunya kawasan Asia-Pasifik membangun doktrin diplomasi pertahanan.
TNI harus menangkap pesan itu sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan ruang lebih besar lagi dalam membangun saling percaya dan kerja sama pertahanan. Potret TNI kini dan masa depan tidak melulu soal kapabilitas dalam membangun pertahanan Indonesia, soal anggaran, dan tidak pula hanya soal alutsista.
Konteks kekinian harus dilihat TNI sebagai awal untuk kembali memikirkan dan memperkuat profil internasionalnya, misalnya dengan melansir cetak biru diplomasi pertahanan. Cetak biru diplomasi pertahanan ini akan menjadi fondasi kontribusi TNI dalam mencegah konflik-konflik baru di kawasan Asia Tenggara di masa depan.
RODON PEDRASON
Dosen Universitas Pertahanan Indonesia;
Mahasiswa Doktorat di Heidelberg University,Jerman;
Penerima Beasiswa Unggulan Dikti Kemdikbud RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.