💡 15 Tahun Meneliti Drone AI Militer "Prof Drone UI" (Kompas) 💡
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Benyamin Kusumoputro mengakui bahwa hingga kini belum ada kerja sama dengan militer terkait pengembangan drone dengan sistem pengendalian berbasis artificial intelligence (AI).
Benyamin yang dijuluki "Prof. Drone" ini telah meneliti sistem pengendalian drone berbasis AI untuk militer sejak 2009. Ia pun mengaku beberapa kali mendapatkan dana riset dari pemerintah untuk pengembangannya.
Namun hingga kini belum ada kerja sama dengan TNI, terutama dalam hal mengimplementasikan software drone AI ke dalam hardware, seperti jet tempur, unmanned aerial vehicle (UAV), dan unmanned combat aerial vehicle (UCAV).
“Sampai sekarang memang belum ada. Jadi memang mungkin juga saling tunggu-menunggu,” ujar Benyamin dalam acara Brigade Podcast Kompas.com, Sabtu (18/5/2024).
Saat ini, kata Benyamin, Indonesia sudah mampu mengembangkan sendiri perangkat lunak atau software untuk sistem kendali drone militer berbasis AI.
Namun, pengembangan lebih lanjut yang akan dilakukan terkendala ketersediaan perangkat keras atau hardware berspesifikasi militer untuk mengimplementasikan software tersebut.
“Masalahnya adalah memang support, policy dari pemerintah untuk ayo kita menggalakkan misalkan hal seperti itu. Nah kemudian kita bisa mulai dengan define step-stepnya untuk mencapai itu,” kata Benyamin.
Pengembangan Drone AI Militer Terkendala Ketersediaan Hardware
Drone UCAV CH4 TNI AU (Dispenau)
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Benyamin Kusumoputro mengungkapkan, pengembangan drone berbasis artificial intelligence (AI) untuk TNI terkendala ketersediaan “hardware”.
Menurutnya, Indonesia tak memiliki kendala untuk pengembangan perangkat lunak atau software untuk sistem kendali drone berbasis AI. Kendala justru terjadi ketika software tersebut hendak diimplementasikan pada hardware.
“Jadi secara software kita sudah menunjukkan hasil yang baik. Tetapi menerapkan ke hardware-nya, nah itu yang masih dalam persoalan,” ujar Benyamin dalam acara Brigade Podcast Kompas.com, dikutip Sabtu (18/5/2024).
Menurutnya, sulitnya mengimplementasikan software ke dalam hardware terjadi karena terbatasnya akses untuk mendapatkan hardware berspesifikasi militer, misalnya jet tempur, unmanned aerial vehicle (UAV), dan unmanned combat aerial vehicle (UCAV).
“Itu memang agak rumit karena hardware-nya itu kadang belum ada di pasaran terutama di Indonesia. Jadi kita kalau ingin beli sesuatu hardware yang agak canggih, itu kita di-block. Apalagi yang military spec sudah enggak mungkin masuk ke Indonesia,” ungkap Benyamin.
“Jadi oleh karena itu maka ya kita harus mengembangkan dari yang ada, komponen yang ada, dan seterusnya. Nah itu membutuhkan waktu yang cukup untuk riset tersendiri,” pungkasnya.
Kembangkan "Drone AI" Sendiri
Drone UCAV ANKA akan digunakan TNI (TAI)
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Benyamin Kusumoputro mengungkapkan bahwa Indonesia harus mampu mengembangkan sendiri drone dengan sistem pengendalian berbasis artificial intelligence (AI) untuk persenjataan militer.
Hal tersebut perlu diwujudkan agar Indonesia tidak perlu lagi bergantung kepada negara lain dalam hal persenjataan, khususnya drone, dan sekaligus menumbuhkan industri pertahanan di dalam negeri.
“Karena apapun juga, industri militer yang tidak dibangun oleh negara itu sendiri akan menyebabkan ketergantungan, baik informasi, kemudian pengembangan teknologi maupun hardware. Dan itu akan memakan biaya yang sangat tinggi,” ujar Benyamin dalam acara BRIGADE Podcast Kompas.com, dikutip Sabtu (18/5/2024).
Menurut Benyamin, Indonesia saat ini sudah memiliki kemampuan mengembangkan sendiri perangkat lunak atau software untuk sistem kendali drone yang berbasis AI.
Namun, proses pengembangan senjata drone AI ini masih terkendala penerapan software ke dalam perangkat keras atau hardware in the loop.
“Padahal kalau itu bisa diproduksi di dalam negeri, mestinya selain harga lebih murah, juga kemampuan bangsa kita untuk lebih mengembangkan R and D (research and development) juga akan lebih lebih meningkat,” kata Benyamin.
Benyamin menambahkan, persoalan yang saat ini perlu diselesaikan bersama antara peneliti dan pemerintah adalah keterbatasan akses untuk mendapatkan hardware berspesifikasi militer, misalnya jet tempur, unmanned aerial vehicle (UAV), dan unmanned combat aerial vehicle (UCAV).
Diberitakan sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta TNI Polri melek dan berani memanfaatkan teknologi.
Jokowi mengatakan ini dalam acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Markas TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024).
"Pemanfaatan teknologi dalam perang konvensional, perang siber, akan semakin meningkat. Oleh sebab itu TNI, Polri harus berani masuk ke hal-hal yang berkaitan dengan teknologi," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, teknologi pesawat tempur hingga tank diperlukan.
Selain itu, ia juga menyorot soal penggunaan drone. Sebab, teknologi drone kini sudah canggih dan akurat hingga bisa mendeteksi orang.
"Tapi hati-hati juga dengan drone. Saya ingat di tahun 2020 bulan Januari, ada penggunaan drone yang saya kaget karena begitu sangat presisi dan begitu sangat akurat mengejar siapa yang diinginkan," ujar dia.
Kepala Negara pun mencontohkan implementasi drone.
Menurut dia, pernah ada seorang Mayor Jenderal (Mayjen) Qasem Soleimani yang merupakan Komandan tentara Pasukan Quds di Iran, tertembak drone yang dikendalikan dari jarak jauh.
Jokowi mengingatkan jajaran TNI Polri mengamati dan mengikuti perkembangan teknologi.
"Saat itu Mayjen Soleimani komandan Quds dari pengawal besar revolusi Iran, tertembak dari drone yang dipersenjatai. Akurat karena memakai face recognition. Akhirnya ketembak," ucap Jokowi.
"Dan yang kita kaget itu terjadi di wilayah Irak tapi dronenya konon dikendalikan dari Qatar, Markas Amerika Serikat di Qatar," tambah dia.
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Benyamin Kusumoputro mengakui bahwa hingga kini belum ada kerja sama dengan militer terkait pengembangan drone dengan sistem pengendalian berbasis artificial intelligence (AI).
Benyamin yang dijuluki "Prof. Drone" ini telah meneliti sistem pengendalian drone berbasis AI untuk militer sejak 2009. Ia pun mengaku beberapa kali mendapatkan dana riset dari pemerintah untuk pengembangannya.
Namun hingga kini belum ada kerja sama dengan TNI, terutama dalam hal mengimplementasikan software drone AI ke dalam hardware, seperti jet tempur, unmanned aerial vehicle (UAV), dan unmanned combat aerial vehicle (UCAV).
“Sampai sekarang memang belum ada. Jadi memang mungkin juga saling tunggu-menunggu,” ujar Benyamin dalam acara Brigade Podcast Kompas.com, Sabtu (18/5/2024).
Saat ini, kata Benyamin, Indonesia sudah mampu mengembangkan sendiri perangkat lunak atau software untuk sistem kendali drone militer berbasis AI.
Namun, pengembangan lebih lanjut yang akan dilakukan terkendala ketersediaan perangkat keras atau hardware berspesifikasi militer untuk mengimplementasikan software tersebut.
“Masalahnya adalah memang support, policy dari pemerintah untuk ayo kita menggalakkan misalkan hal seperti itu. Nah kemudian kita bisa mulai dengan define step-stepnya untuk mencapai itu,” kata Benyamin.
Pengembangan Drone AI Militer Terkendala Ketersediaan Hardware
Drone UCAV CH4 TNI AU (Dispenau)
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Benyamin Kusumoputro mengungkapkan, pengembangan drone berbasis artificial intelligence (AI) untuk TNI terkendala ketersediaan “hardware”.
Menurutnya, Indonesia tak memiliki kendala untuk pengembangan perangkat lunak atau software untuk sistem kendali drone berbasis AI. Kendala justru terjadi ketika software tersebut hendak diimplementasikan pada hardware.
“Jadi secara software kita sudah menunjukkan hasil yang baik. Tetapi menerapkan ke hardware-nya, nah itu yang masih dalam persoalan,” ujar Benyamin dalam acara Brigade Podcast Kompas.com, dikutip Sabtu (18/5/2024).
Menurutnya, sulitnya mengimplementasikan software ke dalam hardware terjadi karena terbatasnya akses untuk mendapatkan hardware berspesifikasi militer, misalnya jet tempur, unmanned aerial vehicle (UAV), dan unmanned combat aerial vehicle (UCAV).
“Itu memang agak rumit karena hardware-nya itu kadang belum ada di pasaran terutama di Indonesia. Jadi kita kalau ingin beli sesuatu hardware yang agak canggih, itu kita di-block. Apalagi yang military spec sudah enggak mungkin masuk ke Indonesia,” ungkap Benyamin.
“Jadi oleh karena itu maka ya kita harus mengembangkan dari yang ada, komponen yang ada, dan seterusnya. Nah itu membutuhkan waktu yang cukup untuk riset tersendiri,” pungkasnya.
Kembangkan "Drone AI" Sendiri
Drone UCAV ANKA akan digunakan TNI (TAI)
Guru Besar Teknik Elektro Universitas Indonesia Benyamin Kusumoputro mengungkapkan bahwa Indonesia harus mampu mengembangkan sendiri drone dengan sistem pengendalian berbasis artificial intelligence (AI) untuk persenjataan militer.
Hal tersebut perlu diwujudkan agar Indonesia tidak perlu lagi bergantung kepada negara lain dalam hal persenjataan, khususnya drone, dan sekaligus menumbuhkan industri pertahanan di dalam negeri.
“Karena apapun juga, industri militer yang tidak dibangun oleh negara itu sendiri akan menyebabkan ketergantungan, baik informasi, kemudian pengembangan teknologi maupun hardware. Dan itu akan memakan biaya yang sangat tinggi,” ujar Benyamin dalam acara BRIGADE Podcast Kompas.com, dikutip Sabtu (18/5/2024).
Menurut Benyamin, Indonesia saat ini sudah memiliki kemampuan mengembangkan sendiri perangkat lunak atau software untuk sistem kendali drone yang berbasis AI.
Namun, proses pengembangan senjata drone AI ini masih terkendala penerapan software ke dalam perangkat keras atau hardware in the loop.
“Padahal kalau itu bisa diproduksi di dalam negeri, mestinya selain harga lebih murah, juga kemampuan bangsa kita untuk lebih mengembangkan R and D (research and development) juga akan lebih lebih meningkat,” kata Benyamin.
Benyamin menambahkan, persoalan yang saat ini perlu diselesaikan bersama antara peneliti dan pemerintah adalah keterbatasan akses untuk mendapatkan hardware berspesifikasi militer, misalnya jet tempur, unmanned aerial vehicle (UAV), dan unmanned combat aerial vehicle (UCAV).
Diberitakan sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta TNI Polri melek dan berani memanfaatkan teknologi.
Jokowi mengatakan ini dalam acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Markas TNI, Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024).
"Pemanfaatan teknologi dalam perang konvensional, perang siber, akan semakin meningkat. Oleh sebab itu TNI, Polri harus berani masuk ke hal-hal yang berkaitan dengan teknologi," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, teknologi pesawat tempur hingga tank diperlukan.
Selain itu, ia juga menyorot soal penggunaan drone. Sebab, teknologi drone kini sudah canggih dan akurat hingga bisa mendeteksi orang.
"Tapi hati-hati juga dengan drone. Saya ingat di tahun 2020 bulan Januari, ada penggunaan drone yang saya kaget karena begitu sangat presisi dan begitu sangat akurat mengejar siapa yang diinginkan," ujar dia.
Kepala Negara pun mencontohkan implementasi drone.
Menurut dia, pernah ada seorang Mayor Jenderal (Mayjen) Qasem Soleimani yang merupakan Komandan tentara Pasukan Quds di Iran, tertembak drone yang dikendalikan dari jarak jauh.
Jokowi mengingatkan jajaran TNI Polri mengamati dan mengikuti perkembangan teknologi.
"Saat itu Mayjen Soleimani komandan Quds dari pengawal besar revolusi Iran, tertembak dari drone yang dipersenjatai. Akurat karena memakai face recognition. Akhirnya ketembak," ucap Jokowi.
"Dan yang kita kaget itu terjadi di wilayah Irak tapi dronenya konon dikendalikan dari Qatar, Markas Amerika Serikat di Qatar," tambah dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.