by Chappy Hakim Flanker Indonesia [TNI AU]
PADA masa awal jabatan saya sebagai Kepala Staf Angkatan Udara, saya sudah memutuskan untuk tidak merencanakan pengadaan atau membeli pesawat baru.
Setelah memperhitungkan dengan dana yang terbatas, akan lebih baik jika digunakan untuk membelanjakan untuk perawatan pesawat yang ada, serta menghidupkan pesawat lainnya yang tengah "grounded" menanti suku cadang.
Sayangnya, dengan perkembangan waktu dan eskalasi tantangan yang dihadapi, antara lain embargo suku cadang pesawat oleh Amerika Serikat (karena isu HAM pada waktu itu), maka faktor kesulitan untuk menerbangkan pesawat pesawat terbang TNI AU, terutama unsur tempur terus meningkat dan menjadi sangat menghambat pelaksanaan tugas pokok Angkatan Udara.
Demikianlah perkembangan yang terjadi, semakin banyak pesawat terbang yang "grounded" kesulitan memperoleh spareparts.
Ditambah lagi dengan peristiwa Bawean atau penerbangan "tanpa izin" di atas perairan Kepulauan Bawean oleh US Navy, telah menyebabkan pemerintah memutuskan untuk membeli pesawat terbang dari Rusia.
Tidak mudah juga untuk sampai pada keputusan itu, karena menghadapi berbagai macam kendala terutama ketersediaan dana yang terbatas.
Dengan susah payah, maka diputuskanlah untuk tetap membeli Sukhoi dari Rusia walau dalam jumlah sangat terbatas, yang dirancang dengan mekanisme bertahap untuk pengadaan hingga mencapai satu skadron pesawat Sukhoi.
Keputusan yang sulit yang harus diambil, pesawat terbang tempur kita ketika itu tidak bisa terbang karena embargo suku cadang Amerika Serikat.
Itupun pelaksanaan dari proses pengadaannya dilakukan dengan program “imbal-beli” hasil bumi kita yang akan dikoordinasikan antara Menteri Perindustrian dan perdagangan dengan melibatkan juga pihak Bulog.
Keputusan berat yang harus diambil yaitu proses pembelian satu skadron pesawat Sukhoi dilakukan secara bertahap sesuai ketersediaan dana yang dapat disiapkan.
Gelombang pertama akan dilakukan terlebih dahulu dengan pengadaan empat pesawat Sukhoi yang harapannya akan dapat ditingkatkan. Sekali lagi, secara bertahap sampai dapat mencapai jumlah yang utuh satu skadron.
Dengan sangat susah payah dalam menjalani program pengadaan pesawat terbang Sukhoi dari Rusia dan syukur Alhamdulilah pada akhirnya "berhasil" juga.
Saat itu, memperingati HUT TNI tanggal 5 Oktober tahun 2004 di Surabaya telah menjadi momentum bersejarah. Sebab, untuk kali pertama pesawat terbang Sukhoi tampil di hadapan publik.
(Ilustrasi) Foto dirilis Jumat (29/11/2019), memperlihatkan pesawat tempur Sukhoi TNI AU melakukan pengisian BBM di udara saat Latihan Gabungan (Latgab) TNI Dharma Yudha 2019 di Pusat Latihan Tempur Marinir di Karangtekok, Situbondo, Jawa Timur. Latihan gabungan tersebut selain memiliki misi menghentikan sebuah agresi yang mengancam kedaulatan bangsa, juga untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI AD, TNI AL, dan TNI AU dalam kesiapsiagaan melaksanakan tugas operasi. (ANTARA FOTO/ZABUR KARURU)
Pada pagi hari yang cerah dalam perjalanan menuju tempat upacara dilangsungkan, saya dihadang oleh kerumunan wartawan yang berkumpul di antara para undangan lain, di antaranya para Atase Militer negara sahabat dan para Duta Besar.
Mereka sangat antusias seraya menghadang saya untuk memastikan apakah benar rumor yang beredar bahwa dalam upacara nanti akan dimeriahkan oleh terbang lintas pesawat Sukhoi.
Saya berhenti sejenak dan menjelaskan bahwa memang benar nanti dalam upacara peringatan HUT TNI akan ada flypass pesawat Sukhoi yang baru tiba di Tanah Air.
Tiba-tiba saja, tanpa disangka sama sekali muncul pertanyaan dari salah satu wartawan asing yang cukup "provokatif". Pertanyaannya adalah, apakah TNI AU merasa cukup dengan hanya membeli empat buah pesawat Sukhoi?
Walau tidak menyangka akan muncul pertanyaan yang sinis dan menggoda itu, saya dengan sigap menjawab segera bahwa keputusan untuk membeli empat pesawat Sukhoi dari Rusia itu adalah "lebih dari cukup".
Ini dikarenakan kita membeli Sukhoi hanya untuk keperluan "wake up call America", kata saya seraya tertawa lepas.
Dalam hati, saya menggerutu juga, masak harus mengatakan bahwa kita hanya membeli empat pesawat terbang Sukhoi karena anggaran yang terbatas?
Di sisi lain, sang wartawan yang bertanya tampak terpana setengah terkejut tidak percaya dengan jawaban singkat padat saya tersebut.
Walau dengan wajah yang merefleksikan keraguan dan setengah kaget, saya percaya dia sama sekali tidak menyangka memperoleh jawaban yang spontan dan "sediplomatis" itu.
Penjelasan sederhananya dari inti jawaban saya adalah bahwa kita membeli Sukhoi itu bertujuan sekedar mengingatkan Amerika Serikat yang apabila meneruskan embargo suku cadang alutsista yang berasal dari Amerika, maka TNI Angkatan Udara tidak dapat melaksanakan tugas utama menjaga wilayah udara kedaulatannya.
Tidak ada pilihan lain yang dapat mengatasi persoalan rumit tersebut. Itu sebabnya maka kita akan beralih mengisi arsenal persenjataan udara dengan peralatan perang dari negara lain, dalam hal ini, kalau perlu dari Rusia.
Sekedar sebagai pembanding, arsenal persenjataan Angkatan Udara India juga dilengkapi dengan banyak pesawat-pesawat terbang produk Amerika Serikat dan sekaligus pula pesawat terbang asal Rusia.
Jadi apakah beli empat pesawat Sukhoi itu cukup?
Cukup atau tidak cukup memang sesuatu yang sudah dari "sananya", sangat relatif sifatnya. Lao Tzu berpendapat bahwa: "He who knows that enough is enough will always have enough".
PADA masa awal jabatan saya sebagai Kepala Staf Angkatan Udara, saya sudah memutuskan untuk tidak merencanakan pengadaan atau membeli pesawat baru.
Setelah memperhitungkan dengan dana yang terbatas, akan lebih baik jika digunakan untuk membelanjakan untuk perawatan pesawat yang ada, serta menghidupkan pesawat lainnya yang tengah "grounded" menanti suku cadang.
Sayangnya, dengan perkembangan waktu dan eskalasi tantangan yang dihadapi, antara lain embargo suku cadang pesawat oleh Amerika Serikat (karena isu HAM pada waktu itu), maka faktor kesulitan untuk menerbangkan pesawat pesawat terbang TNI AU, terutama unsur tempur terus meningkat dan menjadi sangat menghambat pelaksanaan tugas pokok Angkatan Udara.
Demikianlah perkembangan yang terjadi, semakin banyak pesawat terbang yang "grounded" kesulitan memperoleh spareparts.
Ditambah lagi dengan peristiwa Bawean atau penerbangan "tanpa izin" di atas perairan Kepulauan Bawean oleh US Navy, telah menyebabkan pemerintah memutuskan untuk membeli pesawat terbang dari Rusia.
Tidak mudah juga untuk sampai pada keputusan itu, karena menghadapi berbagai macam kendala terutama ketersediaan dana yang terbatas.
Dengan susah payah, maka diputuskanlah untuk tetap membeli Sukhoi dari Rusia walau dalam jumlah sangat terbatas, yang dirancang dengan mekanisme bertahap untuk pengadaan hingga mencapai satu skadron pesawat Sukhoi.
Keputusan yang sulit yang harus diambil, pesawat terbang tempur kita ketika itu tidak bisa terbang karena embargo suku cadang Amerika Serikat.
Itupun pelaksanaan dari proses pengadaannya dilakukan dengan program “imbal-beli” hasil bumi kita yang akan dikoordinasikan antara Menteri Perindustrian dan perdagangan dengan melibatkan juga pihak Bulog.
Keputusan berat yang harus diambil yaitu proses pembelian satu skadron pesawat Sukhoi dilakukan secara bertahap sesuai ketersediaan dana yang dapat disiapkan.
Gelombang pertama akan dilakukan terlebih dahulu dengan pengadaan empat pesawat Sukhoi yang harapannya akan dapat ditingkatkan. Sekali lagi, secara bertahap sampai dapat mencapai jumlah yang utuh satu skadron.
Dengan sangat susah payah dalam menjalani program pengadaan pesawat terbang Sukhoi dari Rusia dan syukur Alhamdulilah pada akhirnya "berhasil" juga.
Saat itu, memperingati HUT TNI tanggal 5 Oktober tahun 2004 di Surabaya telah menjadi momentum bersejarah. Sebab, untuk kali pertama pesawat terbang Sukhoi tampil di hadapan publik.
(Ilustrasi) Foto dirilis Jumat (29/11/2019), memperlihatkan pesawat tempur Sukhoi TNI AU melakukan pengisian BBM di udara saat Latihan Gabungan (Latgab) TNI Dharma Yudha 2019 di Pusat Latihan Tempur Marinir di Karangtekok, Situbondo, Jawa Timur. Latihan gabungan tersebut selain memiliki misi menghentikan sebuah agresi yang mengancam kedaulatan bangsa, juga untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI AD, TNI AL, dan TNI AU dalam kesiapsiagaan melaksanakan tugas operasi. (ANTARA FOTO/ZABUR KARURU)
Pada pagi hari yang cerah dalam perjalanan menuju tempat upacara dilangsungkan, saya dihadang oleh kerumunan wartawan yang berkumpul di antara para undangan lain, di antaranya para Atase Militer negara sahabat dan para Duta Besar.
Mereka sangat antusias seraya menghadang saya untuk memastikan apakah benar rumor yang beredar bahwa dalam upacara nanti akan dimeriahkan oleh terbang lintas pesawat Sukhoi.
Saya berhenti sejenak dan menjelaskan bahwa memang benar nanti dalam upacara peringatan HUT TNI akan ada flypass pesawat Sukhoi yang baru tiba di Tanah Air.
Tiba-tiba saja, tanpa disangka sama sekali muncul pertanyaan dari salah satu wartawan asing yang cukup "provokatif". Pertanyaannya adalah, apakah TNI AU merasa cukup dengan hanya membeli empat buah pesawat Sukhoi?
Walau tidak menyangka akan muncul pertanyaan yang sinis dan menggoda itu, saya dengan sigap menjawab segera bahwa keputusan untuk membeli empat pesawat Sukhoi dari Rusia itu adalah "lebih dari cukup".
Ini dikarenakan kita membeli Sukhoi hanya untuk keperluan "wake up call America", kata saya seraya tertawa lepas.
Dalam hati, saya menggerutu juga, masak harus mengatakan bahwa kita hanya membeli empat pesawat terbang Sukhoi karena anggaran yang terbatas?
Di sisi lain, sang wartawan yang bertanya tampak terpana setengah terkejut tidak percaya dengan jawaban singkat padat saya tersebut.
Walau dengan wajah yang merefleksikan keraguan dan setengah kaget, saya percaya dia sama sekali tidak menyangka memperoleh jawaban yang spontan dan "sediplomatis" itu.
Penjelasan sederhananya dari inti jawaban saya adalah bahwa kita membeli Sukhoi itu bertujuan sekedar mengingatkan Amerika Serikat yang apabila meneruskan embargo suku cadang alutsista yang berasal dari Amerika, maka TNI Angkatan Udara tidak dapat melaksanakan tugas utama menjaga wilayah udara kedaulatannya.
Tidak ada pilihan lain yang dapat mengatasi persoalan rumit tersebut. Itu sebabnya maka kita akan beralih mengisi arsenal persenjataan udara dengan peralatan perang dari negara lain, dalam hal ini, kalau perlu dari Rusia.
Sekedar sebagai pembanding, arsenal persenjataan Angkatan Udara India juga dilengkapi dengan banyak pesawat-pesawat terbang produk Amerika Serikat dan sekaligus pula pesawat terbang asal Rusia.
Jadi apakah beli empat pesawat Sukhoi itu cukup?
Cukup atau tidak cukup memang sesuatu yang sudah dari "sananya", sangat relatif sifatnya. Lao Tzu berpendapat bahwa: "He who knows that enough is enough will always have enough".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.