Dokumentasi polisi mengawal ketat empat terduga anggota Islamic State Iraq and Syiria (ISIS) saat akan diberangkatkan ke Jakarta dari Bandara Mutiara Sis Aljufrie, Palu, Sulawesi Tengah, Minggu (14/9). Tujuh orang terduga anggota ISIS ditangkap, di Desa Marantale, Kabupaten Parigi Moutong, sekitar 80 kilometer arah timur Kota Palu, Sabtu (13/9). Empat di antaranya berkewarganegaraan asing, sedangkan tiga orang lagi warga setempat. (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
Empat WNA diduga anggota jaringan teroris internasional yang dikejar dan ditangkap tim gabungan Kepolisian Indonesia, di Sulawesi Tengah, Sabtu lalu, masuk ke Indonesia memakai paspor palsu.
"Dugaan sementara paspor yang mereka gunakan palsu. Karena mengaku dari Turki, tetapi tidak ada (catatan) keberangkatan dari wilayah itu," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Komisari Besar Polisi Agus Riyanto, di Jakarta, Senin.
Tim Polda Sulawesi Tengah dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror telah menangkap empat WNA itu, di Desa Marantale, Kecamatan Siniu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Dari identitas yang didapat, mereka adalah A Basyit, A Bozoghlan, A Bayram, A Zubaidan, yang awalnya diduga sebagai warga negara Turki.
Menurut Riyanto, keempat WNA itu mengaku sebagai turis yang ingin berekreasi ke Indonesia. Empat orang asing terduga teroris itu masuk ke wilayah Indonesia secara terpisah.
"Masuk ke Indonesia ada yang melalui Jakarta, ada yang dari Bandung. Lalu bertemu di Makassar menuju ke Palu, dan kemungkinan mau ke Poso," jelasnya.
"Kalau betul mereka memang warga Turki seperti yang tercantum di paspornya, tetapi keberangkatan keempat orang asing itu dari Turki tidak tercatat," lanjutnya.
Selain itu, menurut Riyanto, dari hasil pemeriksaan sementara diketahu keterangan yang diberikan empat warga asing itu seringkali tidak sesuai dengan data pada dokumen yang dibawa.
"Jadi, kami masih harus mendalami pemeriksaan terhadap mereka ini. Sebagai contoh, satu orang di paspornya berumur 27 tahun, setelah kami tanya secara langsung, ia mengaku berumur 19 tahun," ungkapnya.
Oleh karena itu, kata dia, polisi akan berkoordinasi dengan imigrasi dan Kedutaan Besar Turki di Jakarta untuk memastikan keabsahan dokumen dan paspor mereka.
"Info awal dari peneerjemah, mereka hanya pernah berada di Turki. Kemungkinan mereka berasal dari salah satu daerah di perbatasan antara China dan Mongol, seperti Turkistan. Memang di sana sebagian besar penduduknya muslim," ujarnya.
Riyanto mengaku sejauh ini pihaknya menduga keempat warga asing itu berencana ke Poso untuk bergabung dengan kelompok Santoso yang difasilitasi terduga teroris, Mochtar, yang berada di Poso, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang.
"Jadi, kami juga mendalami tentang keterlibatan mereka (dengan jaringan terorisme di Indonesia) sehingga berada di Tanah Air," katanya.
"Sebagaimana kita ketahui, Santoso sudah mendeklarasikan ikut ke dalam kelompok itu (ISIS). Sehingga afiliasi terhadap pihak-pihak yang kami temukan ini, apakah mengarah ke sana, hal ini yang masih kami lakukan pendalaman," ujar dia.
Empat WNA diduga anggota jaringan teroris internasional yang dikejar dan ditangkap tim gabungan Kepolisian Indonesia, di Sulawesi Tengah, Sabtu lalu, masuk ke Indonesia memakai paspor palsu.
"Dugaan sementara paspor yang mereka gunakan palsu. Karena mengaku dari Turki, tetapi tidak ada (catatan) keberangkatan dari wilayah itu," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Komisari Besar Polisi Agus Riyanto, di Jakarta, Senin.
Tim Polda Sulawesi Tengah dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror telah menangkap empat WNA itu, di Desa Marantale, Kecamatan Siniu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Dari identitas yang didapat, mereka adalah A Basyit, A Bozoghlan, A Bayram, A Zubaidan, yang awalnya diduga sebagai warga negara Turki.
Menurut Riyanto, keempat WNA itu mengaku sebagai turis yang ingin berekreasi ke Indonesia. Empat orang asing terduga teroris itu masuk ke wilayah Indonesia secara terpisah.
"Masuk ke Indonesia ada yang melalui Jakarta, ada yang dari Bandung. Lalu bertemu di Makassar menuju ke Palu, dan kemungkinan mau ke Poso," jelasnya.
"Kalau betul mereka memang warga Turki seperti yang tercantum di paspornya, tetapi keberangkatan keempat orang asing itu dari Turki tidak tercatat," lanjutnya.
Selain itu, menurut Riyanto, dari hasil pemeriksaan sementara diketahu keterangan yang diberikan empat warga asing itu seringkali tidak sesuai dengan data pada dokumen yang dibawa.
"Jadi, kami masih harus mendalami pemeriksaan terhadap mereka ini. Sebagai contoh, satu orang di paspornya berumur 27 tahun, setelah kami tanya secara langsung, ia mengaku berumur 19 tahun," ungkapnya.
Oleh karena itu, kata dia, polisi akan berkoordinasi dengan imigrasi dan Kedutaan Besar Turki di Jakarta untuk memastikan keabsahan dokumen dan paspor mereka.
"Info awal dari peneerjemah, mereka hanya pernah berada di Turki. Kemungkinan mereka berasal dari salah satu daerah di perbatasan antara China dan Mongol, seperti Turkistan. Memang di sana sebagian besar penduduknya muslim," ujarnya.
Riyanto mengaku sejauh ini pihaknya menduga keempat warga asing itu berencana ke Poso untuk bergabung dengan kelompok Santoso yang difasilitasi terduga teroris, Mochtar, yang berada di Poso, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang.
"Jadi, kami juga mendalami tentang keterlibatan mereka (dengan jaringan terorisme di Indonesia) sehingga berada di Tanah Air," katanya.
"Sebagaimana kita ketahui, Santoso sudah mendeklarasikan ikut ke dalam kelompok itu (ISIS). Sehingga afiliasi terhadap pihak-pihak yang kami temukan ini, apakah mengarah ke sana, hal ini yang masih kami lakukan pendalaman," ujar dia.
♞ antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.