Hubungan Uni Soviet dan Indonesia pasca-Perang Dunia II mulai berkembang dengan pesat sejak keduanya menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1950. Pada saat itu, Uni Soviet membutuhkan sekutu, sedangkan Indonesia membutuhkan dukungan dalam menyingkirkan sisa-sisa Pemerintahan Kolonial Belanda.Penjelajah "Ordzhonikidze" di Samudera Hindia. [Ria Novosti] ⚓️
Puncak kemesraan antara kedua negara berlangsung pada awal tahun 1960-an, yaitu saat Uni Soviet “membangun” Angkatan Bersenjata Indonesia dari nol. Soviet bahkan mengirimkan angkatan bersenjatanya ke Indonesia. Di antara peralatan militer yang mengeluarkan biaya berkisar satu miliar dolar AS, yang paling menonjol adalah proyek Cruiser 68-bis "Ordzhonikidze" yang dinamakan sebagai KRI Irian 201.
Kapal ini menjadi kapal perang Soviet yang pertama dalam sejarah pascapeperangan yang dialihkan kepada negara asing. Namun, sejarah kapal ini dimulai pada awal perang kemerdekaan Indonesia. Saat itu, ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia, para insinyur Soviet ditugaskan membangun armada Indonesia yang lemah pascaperang. Proyek 68-bis memiliki banyak hal unik. Untuk pertama kalinya, insinyur Soviet menggunakan teknologi pengelasan pada lambung kapal dan pengelasan satuan badan kapal yang berbobot 100–150 ton.
Pada akhirnya, terciptalah dengan sukses serangkaian kapal perang yang tak serupa dengan armada negara asing lainnya. Berbeda dengan kapal negara lainnya, kapal perang ini mengangkut meriam kaliber kecil, yaitu meriam kaliber 150 mm sebagai pengganti kaliber 203 mm yang diimbangi dengan performa yang baik. Karena menggunakan senjata kaliber kecil, kapal pun menjadi lebih ringan sehingga bisa meningkatkan survivabilitas kapal. Raksasa ini mengangkut 12 meriam utama kaliber 152 mm, 12 meriam kaliber 100 mm, dan 32 meriam kaliber 37 mm. Selain itu, kapal ini mampu mengangkut hasil tambang dan membawa dua set torpedo tabung kaliber 533 mm.
Kapal "Ordzhonikidze" adalah kapal ketiga dalam rangkaian seri dan dinamai untuk menghormati revolusioner dan politikus Soviet Grigory Ordzhonikidze. Kapal Angkatan Laut Soviet tiba pada tahun 1952. Meskipun masa bakti kapal ini cukup singkat (kapal ini menjadi bagian dari Angkatan Laut Uni Soviet selama 10 tahun), kapal ini setidaknya pernah dua kali masuk dalam sejarah Perang Dingin.
Kejadian pertama terjadi pada saat kunjungan Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev di Portsmouth dengan Ordzhonekidze. Saat itu, penyelam strategis Inggris menyelam ke bawah kapal Ordzhonekidze. Tujuan tindakan ini tidak sepenuhnya diketahui, tapi menurut versi lain, mereka ingin memasang bom. Namun hal ini justru berujung pada kematian salah satu pengunjung, yaitu perenang Angkatan Laut Kerajaan Inggris sekaligus intelijen MI6 Lionel Crabb. Jenazahnya tanpa kepala dan tangannya ditemukan 14 bulan setelah kejadian tersebut.
Episode kedua adalah titik balik nasib kapal tersebut dan segala hubungan yang berkaitan antara Uni Soviet dan Indonesia. Namun, hanya sedikit yang kita ketahui mengenai seperti apa sebenarnya peran Soviet dalam membantu perjuangan kemerdekakan Indonesia di dunia.
“Petualangan” kebijakan luar negeri Soviet dimulai dengan kunjungan Nikita Khrushchev ke Indonesia pada bulan Februari 1960. Selama kunjungan tersebut, terjadi penandatanganan perjanjian untuk penyediaan kapal, pesawat, helikopter, tank, dan senjata lainnya. Tidak diragukan lagi, yang paling mahal di antara daftar tersebut adalah kapal penjelajah "Ordzhonikidze".
Kapal ini berangkat ke Indonesia pada bulan April 1962, hanya selang empat bulan sebelum berakhirnya operasi kembalinya Irian Barat ke pangkuan Indonesia, yang pada saat itu tidak mau dilepaskan oleh Belanda. Dari sini terlihat bahwa peran Uni Soviet dalam momen-momen ini sangat jelas terlihat. Menurut publikasi terakhir yang muncul di media Rusia, pada masa itu Uni Soviet tidak hanya berkomitmen untuk menyediakan pesawat tempur dan peralatan lainnya untuk menyiapkan militer Indonesia. Para perwira dan tentara Soviet terlibat di sebagian pos perang di kapal perang dan kapal selam. Uni Soviet bahkan berhadap dengan sekutu Belanda di NATO, yaitu Inggris dan Amerika dengan pilihan antara kemerdekaan Indonesia atau dimulainya Perang Dunia III. Namun, ternyata mitra Belanda—Inggris dan Amerika—tidak mau memperjuangkan kepentingan Belanda di Indonesia.
Pada akhir masa bakti Ordzhinikidze/Irian menjadi saksi bisu runtuhnya hubungan Soviet dan Indonesia. Setelah upaya kudeta yang dilakukan oleh Gerakan 30 September dan pemerintahan baru mulai berkuasa, Soeharto melarang Partai Komunis dan serikat buruh. Ia melakukan penyensoran dan menindas lawan-lawan politiknya. Simbol persahabatan Soviet dan Indonesia berubah menjadi penjara bagi para pembangkang. Pada tahun 1972 kapal tersebut dilucuti dan penjualan kepada Pemerintah Indonesia pun dibatalkan.
Puncak kemesraan antara kedua negara berlangsung pada awal tahun 1960-an, yaitu saat Uni Soviet “membangun” Angkatan Bersenjata Indonesia dari nol. Soviet bahkan mengirimkan angkatan bersenjatanya ke Indonesia. Di antara peralatan militer yang mengeluarkan biaya berkisar satu miliar dolar AS, yang paling menonjol adalah proyek Cruiser 68-bis "Ordzhonikidze" yang dinamakan sebagai KRI Irian 201.
Kapal ini menjadi kapal perang Soviet yang pertama dalam sejarah pascapeperangan yang dialihkan kepada negara asing. Namun, sejarah kapal ini dimulai pada awal perang kemerdekaan Indonesia. Saat itu, ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia, para insinyur Soviet ditugaskan membangun armada Indonesia yang lemah pascaperang. Proyek 68-bis memiliki banyak hal unik. Untuk pertama kalinya, insinyur Soviet menggunakan teknologi pengelasan pada lambung kapal dan pengelasan satuan badan kapal yang berbobot 100–150 ton.
Pada akhirnya, terciptalah dengan sukses serangkaian kapal perang yang tak serupa dengan armada negara asing lainnya. Berbeda dengan kapal negara lainnya, kapal perang ini mengangkut meriam kaliber kecil, yaitu meriam kaliber 150 mm sebagai pengganti kaliber 203 mm yang diimbangi dengan performa yang baik. Karena menggunakan senjata kaliber kecil, kapal pun menjadi lebih ringan sehingga bisa meningkatkan survivabilitas kapal. Raksasa ini mengangkut 12 meriam utama kaliber 152 mm, 12 meriam kaliber 100 mm, dan 32 meriam kaliber 37 mm. Selain itu, kapal ini mampu mengangkut hasil tambang dan membawa dua set torpedo tabung kaliber 533 mm.
Kapal "Ordzhonikidze" adalah kapal ketiga dalam rangkaian seri dan dinamai untuk menghormati revolusioner dan politikus Soviet Grigory Ordzhonikidze. Kapal Angkatan Laut Soviet tiba pada tahun 1952. Meskipun masa bakti kapal ini cukup singkat (kapal ini menjadi bagian dari Angkatan Laut Uni Soviet selama 10 tahun), kapal ini setidaknya pernah dua kali masuk dalam sejarah Perang Dingin.
Kejadian pertama terjadi pada saat kunjungan Pemimpin Soviet Nikita Khrushchev di Portsmouth dengan Ordzhonekidze. Saat itu, penyelam strategis Inggris menyelam ke bawah kapal Ordzhonekidze. Tujuan tindakan ini tidak sepenuhnya diketahui, tapi menurut versi lain, mereka ingin memasang bom. Namun hal ini justru berujung pada kematian salah satu pengunjung, yaitu perenang Angkatan Laut Kerajaan Inggris sekaligus intelijen MI6 Lionel Crabb. Jenazahnya tanpa kepala dan tangannya ditemukan 14 bulan setelah kejadian tersebut.
Episode kedua adalah titik balik nasib kapal tersebut dan segala hubungan yang berkaitan antara Uni Soviet dan Indonesia. Namun, hanya sedikit yang kita ketahui mengenai seperti apa sebenarnya peran Soviet dalam membantu perjuangan kemerdekakan Indonesia di dunia.
“Petualangan” kebijakan luar negeri Soviet dimulai dengan kunjungan Nikita Khrushchev ke Indonesia pada bulan Februari 1960. Selama kunjungan tersebut, terjadi penandatanganan perjanjian untuk penyediaan kapal, pesawat, helikopter, tank, dan senjata lainnya. Tidak diragukan lagi, yang paling mahal di antara daftar tersebut adalah kapal penjelajah "Ordzhonikidze".
Kapal ini berangkat ke Indonesia pada bulan April 1962, hanya selang empat bulan sebelum berakhirnya operasi kembalinya Irian Barat ke pangkuan Indonesia, yang pada saat itu tidak mau dilepaskan oleh Belanda. Dari sini terlihat bahwa peran Uni Soviet dalam momen-momen ini sangat jelas terlihat. Menurut publikasi terakhir yang muncul di media Rusia, pada masa itu Uni Soviet tidak hanya berkomitmen untuk menyediakan pesawat tempur dan peralatan lainnya untuk menyiapkan militer Indonesia. Para perwira dan tentara Soviet terlibat di sebagian pos perang di kapal perang dan kapal selam. Uni Soviet bahkan berhadap dengan sekutu Belanda di NATO, yaitu Inggris dan Amerika dengan pilihan antara kemerdekaan Indonesia atau dimulainya Perang Dunia III. Namun, ternyata mitra Belanda—Inggris dan Amerika—tidak mau memperjuangkan kepentingan Belanda di Indonesia.
Pada akhir masa bakti Ordzhinikidze/Irian menjadi saksi bisu runtuhnya hubungan Soviet dan Indonesia. Setelah upaya kudeta yang dilakukan oleh Gerakan 30 September dan pemerintahan baru mulai berkuasa, Soeharto melarang Partai Komunis dan serikat buruh. Ia melakukan penyensoran dan menindas lawan-lawan politiknya. Simbol persahabatan Soviet dan Indonesia berubah menjadi penjara bagi para pembangkang. Pada tahun 1972 kapal tersebut dilucuti dan penjualan kepada Pemerintah Indonesia pun dibatalkan.
⚓️ RBTH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.